sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Deindustrialisasi terjadi, Indonesia akan bergantung pada sektor jasa

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan pertumbuhan sektor industri sepanjang 2019 hanya 3,8%.

Nanda Aria Putra
Nanda Aria Putra Jumat, 07 Feb 2020 14:38 WIB
Deindustrialisasi terjadi, Indonesia akan bergantung pada sektor jasa

Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan Indonesia akan bergantung pada sektor jasa dalam sepuluh tahun ke depan jika pemerintah tidak mengambil langkah radikal untuk memperbaiki industri manufaktur.

Peneliti Indef Andry Satrio Nugroho mengatakan dalam beberapa tahun ke belakang pertumbuhan sektor industri terus mengalami tekanan. Bahkan, dari data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan sektor industri sepanjang 2019 hanya 3,80%, lebih rendah dari tahun 2018 yang tumbuh 4,27%.

Pertumbuhan positif malah dialami oleh sektor jasa yaitu jasa lainnya dan jasa perusahaan dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 10,55% dan 10,25%, yang di tahun sebelumnya hanya 8,97% dan 8,64%. 

"Sektor jasa itu tumbuh lebih tinggi. Ini menjadi pertanyaan mau ke mana arah pembangunan ekonomi Indonesia ke depan? Mungkin kalau tidak ada intervensi yang radikal kita bisa lihat sepuluh tahun ke depan kita akan ditopang sektor jasa," katanya di Jakarta, Kamis (6/2).

Dia pun menerangkan, dengan penurunan tersebut Indonesia semakin dalam memasuki proses deindustrialisasi. Hal ini juga akan membuat struktur Produk Domestik Bruto (PDB) terus tergerus dan pertumbuhan ekonomi melemah.

“Mungkin kita akan dijuluki basis ekonomi terbesar dengan sektor jasa. Padahal negara yang tumbuh dengan sektor jasa adalah negara kecil contohnya Singapura," ujarnya.

Dia mengatakan, jika pemerintah ingin mendongkrak pertumbuhan ekonomi sesuai target 5,3%, sektor industri paling tidak harus tumbuh di atas 5%. Apalagi, sektor jasa tidak berkontribusi besar terhadap peluang kerja.

"Yang lebih banyak membuka kesempatan kerja itu sektor industri, sementara jasa kecil. Jadi harus dipikirkan lagi," ucapnya.

Sponsored

Dia pun menuturkan, insentif perpajakan yang diberikan pemerintah belum tepat sasaran dan belum tentu meningkatkan investasi dan menumbuhkan sektor industri.

Menurutnya, tidak semua investor membutuhkan insentif fiskal, namun lebih kepada pengurangan harga energi yang lebih terjangkau sehingga dapat menggenjot produksi.

"Beberapa industri butuhnya adalah pengurangan harga gas industri menjadi US$6 per MMbTU," jelasnya.

Sebelumnya, BPS menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 mencapai 5,02% atau melambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada 2019 sebesar 5,17%.

Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan penurunan ekonomi pada 2019 juga didorong oleh perlambatan hampir seluruh sektor industri yang menjadi sumber utama pendorong ekonomi pada 2018.

Dia merinci, sektor industri pada 2018 tumbuh sebesar 19,7% dan memiliki kontribusi sebesar 19,9% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara, pada 2019 pertumbuhannya turun menjadi 3,8% begitu pula kontribusinya hanya 4,27% terhadap PDB.

Selain itu, sektor perdagangan juga hanya mampu tumbuh 4,62% pada 2019, setelah sebelumnya di 2018 tumbuh hingga 13%. Hal yang sama juga dialami oleh sektor pertanian yang hanya tumbuh 3,64% di 2019, dibandingkan 2018 yang mencapai 12,72%.

Berita Lainnya
×
tekid