sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Aksi filantropi tetap melejit meski perekonomian sulit

Indonesia masih masuk dalam jajaran 10 besar negara paling dermawan di dunia.

Qonita Azzahra
Qonita Azzahra Kamis, 27 Mei 2021 17:40 WIB
Aksi filantropi tetap melejit meski perekonomian sulit

Kondisi Palestina yang digempur Israel telah mendunia lewat media sosial. Beragam postingan soal dampak serangan udara Israel di jalur Gaza mengundang simpati banyak pihak. Aksi galang dana untuk kemanusiaan di Palestina pun tak terbendung.

Tak terkecuali aksi para influencer yang mempunyai akun Youtube seperti Fadil Jaidi. Youtuber sekaligus selebgram itu pun langsung berinisiatif menggalang dana lewat platform KitaBisa.com. Lelaki 26 tahun itu berhasil menggumpulkan dana bantuan sebesar Rp1 miliar hanya dalam waktu sekitar 3 jam. Donasi yang masih berlangsung hingga 6 hari ke depan kini telah mencapai Rp8,2 miliar.

Melalui akun Instagramnya dengan 3,8 juta pengikut, Fadil telah menyalurkan Rp1 miliar melalui Palang Merah Indonesia (PMI) dan Rp3 miliar melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sebelumnya di tahap pertama, Fadil telah menyalurkan Rp500 juta melalui Act for Humanity. 

"Ini amanah buatku yang Insha Allah bisa kita pergunakan buat menolong saudara kita di Palestina," kata dia di akun instagramnya.

 

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by Fadil Jaidi (@fadiljaidi)

 

Menyusul Fadil, Youtuber dan selebgram, Atta Halilintar juga berhasil mengumpulkan donasi untuk Palestina hingga Rp1 miliar hanya dalam waktu 12 jam. Langkah serupa juga dilakukan Ustadz Adi Hidayat yang turun tangan langsung mengajak masyarakat untuk berdonasi membantu Palestina, melalui Ma’had Islam Rafiatul Akhyar (MIRA). 

Sponsored

Setelah enam hari, sejak penggalangan dana tersebut, pada Minggu (16/5) lalu, pihaknya dapat mengumpulkan dana hingga Rp30 miliar. 

Ustadz yang kerap disapa UAH itu menguraikan, dari dana yang terkumpul akan dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, untuk memenuhi kebutuhan mendesak saat ini di Gaza, yakni US$715 ribu. Kedua, dana akan diberikan secara simbolis melalui MUI (Majelis Ulama Indonesia), untuk selanjutnya diteruskan kepada Duta Besar Palestina, Zuhair al-Shun, dengan besaran US$1 juta. Ketiga, dana yang tersisa akan digunakan untuk mendukung program jangka panjangnya untuk anak-anak Palestina, yakni dalam hal pendidikan. 

“Jadi, dana yang terkumpul akan digunakan untuk mendukung bangsa Palestina dalam bidang pendidikan,” ujar Ustadz Adi, di Jakarta, Senin (24/5).

 

 

Aksi filantropi terus meningkat

Direktur Mobilisasi Sumber Daya dan Komunikasi Dompet Dhuafa Bambang Suherman menjelaskan, banyaknya donasi yang berhasil dikumpulkan para influencer dan tokoh-tokoh besar Tanah Air tersebut menjadi bukti bahwa tren aksi filantropi di Indonesia masih sangat tinggi. 

“Bahkan, saat ini pertumbuhannya sangat positif dan relatif berkembang dari tahun-tahun sebelumnya,”kata Bambang, saat dihubungi Alinea.id melalui saluran telepon, Rabu (26/5). 

Hal ini juga terlihat dari semakin banyaknya lapisan masyarakat yang telah bergabung dengan lembaga-lembaga filantropi, baik nasional maupun internasional. Program filantropi yang dijalankan di Indonesia pun semakin beragam. 

Dompet Dhuafa menyalurkan bantuan berupa Food Bank for Gaza. Dokumentasi Dompet Dhuafa.

Tidak hanya sebatas penggalangan dana untuk bantuan bencana alam atau kemanusiaan, tapi juga untuk mendukung isu-isu lingkungan dan pelestarian alam, seperti yang dilakukan oleh Greenpeace.

Di sisi lain, tren berdonasi yang kian meningkat dari tahun ke tahun itu bahkan berhasil menempatkan Indonesia ke dalam jejeran negara paling dermawan sedunia. Menurut Laporan Sepuluh Tahunan World Giving Index (WGI) yang dirilis The CAF (Charities Aid Foundation) pada 2019 lalu, Indonesia menduduki peringkat 1 dengan tingkat berdonasi terbesar di dunia. Namun, laporan tahunan WGI edisi 10, kini Indonesia berada di posisi 10 setelah Inggris, Belanda dan Sri Lanka. 

“Kalau melihat potensi filantropi di Indonesia, misal zakat itu potensinya Rp232 triliun. Sementara capaian penghimpunan kita tahun ini baru Rp10,9 triliun. Ini masih sangat besar peluang pengembangannya,” jelas dia.

Sementara itu, menurutnya aksi filantropi dapat mudah tumbuh karena didorong oleh tradisi gotong-royong di tengah masyarakat. Belum lagi jika aksi ini dikaitkan dengan konsep-konsep agama. Fakta bahwa Indonesia merupakan negara dengan potensi bencana yang tinggi, juga menjadi faktor lain menjamurnya aksi filantropi di Tanah Air. 

Di sisi lain, karakter kedermawanan sebenarnya juga telah menjadi sifat dasar bangsa Indonesia, seperti yang diungkapkan oleh Head of Relawan Filantropi Indonesia (RFI) Ardiyansyah kepada Alinea.id, Selasa (25/5).

Menurutnya, hal itu membuat aksi filantropi tetap banyak dilakukan, meskipun dalam jangka waktu satu tahun terakhir perekonomian masyarakat tengah mengalami kesulitan karena dampak pandemi Covid-19. 

"Pas Covid itu secara angka, pertumbuhan orang mau berdonasi itu tumbuh. Di data 2020 kita 50% donatur new, berdonasi ke ACT. Ini pertumbuhan luar biasa," ulasnya.

Ardi menambahkan dalam waktu setahun, kedermawanan masyarakat Indonesia meningkat pesat. Ini seiring dengan program yang dijalankan RFI pasca-pandemi.

"Bertumbuhnya jumlah lembaga donasi juga jadi angin segar bagi bertumbuhnya gerakan-gerakan kemanusiaan yang berbasis spiritual dan kemanusiaan,” kata pemimpin lembaga yang berada di bawah ACT (Aksi Cepat Tanggap) itu.

Dia menjelaskan, selama ini ada dua jenis penggalangan dana yang dilakukan ACT, yakni donasi dengan ‘Akad’ dan donasi ‘non-Akad’. Untuk donasi dengan Akad, biasanya dikhususkan bagi kejadian-kejadian khusus seperti bencana alam atau konflik kemanusiaan yang saat ini sedang terjadi di Palestina. Sedangkan donasi non-Akad merupakan dana yang diberikan oleh donatur, baik kepada ACT maupun MRI tanpa dimaksudkan untuk tujuan tertentu. 

Sementara untuk dana yang telah terkumpul, nantinya bakal disalurkan untuk program-program ACT yang sudah dirancang sebelumnya. Misalnya, dari aksi galang dana untuk Palestina, sejauh ini ACT telah mengumpulkan dana hingga Rp4,3 miliar. Donasi tersebut nantinya akan disalurkan langsung oleh kantor cabang organisasi itu yang berada di Gaza. 

“Ini agar memudahkan kami untuk informasi ter-update informasi di sana dan kami juga ter-update dalam implementasi kebutuhan apa yang mereka butuhkan sekarang,” tambah Chief Marketing Officer of RFI Arizan Setiawan, pada kesempatan yang sama.

Belum ada aturan khusus

Dihubungi terpisah, Pengamat Ekonomi Syariah dari IDEAS Yusuf Wibisono mengatakan, aksi filantropi di Indonesia memang memiliki potensi untuk semakin berkembang. Namun, hal itu akan sangat bergantung kepada kinerja lembaga filantropi dan kepercayaan para donatur.

Terlebih, hubungan antara lembaga filantropi dengan para donatur hanya dilandasi dengan kepercayaan saja. “Biasanya lembaga filantropi akan membuat rincian dana. Untuk apa saja dana itu digunakan dan disalurkan kemana saja,” jelas dia, kepada Alinea.id, Sabtu (15/5).

Karenanya, dia menilai sangat perlu bagi pemerintah untuk turun tangan langsung dalam mengatur kebijakan tentang aksi filantropi. Sebab, selama ini belum ada aturan khusus yang secara rinci mengatur tentang penggalangan dana di Indonesia.

Meski begitu, aturan yang ada bukanlah ditujukan untuk membatasi lembaga-lembaga filantropi, namun untuk menjaga mereka agar tetap transparan, akuntabel dan benar-benar menjalankan amanah dari para donaturnya. Karena, saat ada lembaga yang menghianati kepercayaan para donatur, akan besar kemungkinannya masyarakat tidak mau lagi berdonasi. 

“Jeleknya, sekarang semua orang ikut-ikutan mengumpulkan dana, tapi pertanggung jawabannya enggak jelas,” tegas dia.

Terkait hal ini, beberapa waktu lalu Kementerian Sosial (Kemensos) telah melakukan rapat koordinasi dengan sejumlah Kementerian dan Lembaga untuk membahas soal mekanisme bantuan kemanusiaan bagi Palestina. Dalam rapat tersebut, Menteri Sosial Tri Rismaharini mengatakan, Kemensos sangat berhati-hati dalam mengumpulkan uang dan barang untuk bantuan kemanusiaan bagi warga Gaza dan sekitarnya.

Selain itu, untuk misi kemanusiaan ini Kemensos juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Polri, Kejaksaan Agung, Kementerian Luar Negeri, dan Kemendagri supaya tidak salah melangkah. "Karena kemarin ada yang mengatakan, jangan sampai itu malah mendanai teroris," katanya, di Jakarta, Kamis (20/5).

Sementara itu, pada kesempatan yang sama, Staf Khusus Menteri Sosial Luhur Budijarso Lulu mengatakan, saat ini sudah ada 18 lembaga yang sudah mendaftarkan diri untuk menghimpun bantuan sosial bagi Palestina. Namun dari 18 lembaga tersebut ada dua lembaga yang baru mengantongi izin dari Kementerian Sosial, yakni ACT dan Kitabisa.com.

"Sudah berproses. Itu melalui aplikasi semua transparan, masyarakat juga bisa menilai PUB (Pengumpulan Uang dan Barang) mana yang telah berizin," ujar dia.
Ilustrasi Alinea.id/Oky Diaz.

Berita Lainnya
×
tekid