sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bakrie and Brothers raup laba bersih Rp850 miliar pada 2019

PT Bakrie and Brothers Tbk. (BNBR) menjalankan strategi restrukturisasi utang dan cost reduction sehingga bisa mencetak laba pada 2019.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Senin, 30 Mar 2020 17:02 WIB
Bakrie and Brothers  raup laba bersih Rp850 miliar pada 2019

PT Bakrie and Brothers Tbk. (BNBR) mencatatkan laba bersih senilai Rp850 miliar pada 2019 setelah rugi selama empat tahun berturut-turut. Pada 2018, Bakrie and Brothers membukukan rugi bersih senilai Rp1,25 triliun.

Sementara itu, Bakrie and Brothers meraup pendapatan sebesar Rp3,23 triliun sepanjang 2019, atau turun 3,29% dari Rp3,34 triliun tahun 2018.

Direktur Utama Bakrie and Brothers Anindya Novyan Bakrie mengatakan pertumbuhan positif ini dapat tercapai karena dalam beberapa tahun terakhir, Bakrie and Brothers melakukan berbagai upaya untuk memperbaiki posisi keuangan mereka. Terutama dengan melakukan restrukturisasi utang serta menjalankan cost reduction dan efisiensi besar-besaran di tingkat operasional anak usaha.

"Selama dua tahun terakhir, fokus utama kami ke bisnis yang sudah ada dulu," kata Anindya melalui telekonferensi virtual, Senin (30/3).

Dengan restrukturisasi tersebut, Anindya mengatakan, beban keuangan dan bunga emiten berkode BNBR tersebut memang berkurang dari Rp350 miliar pada tahun 2018, menjadi tinggal Rp175 miliar pada 2019.

Direktur Keuangan Bakrie and Brothers Amri A. Putro mengatakan BNBR akan melakukan pembicaraan dengan dua kreditur terkait pinjaman jangka panjang yang akan jatuh tempo sejumlah total Rp2 triliun.

Apabila restrukturisasi utang kepada dua kreditur tak dilakukan tahun ini, maka akan dilakukan tahun depan sesuai dengan kesepatakan yang disepakati. Menurut Amri, restrukturisasi utang kedua kreditur tersebut akan dilakukan dengan skema debt to equity conversion.

"Restrukturisasi utang kami 75% sudah tuntas. Sisanya 25% bisa kami tuntaskan nanti karena sudah ada percakapan yang cukup matang dengan kreditur kami," ujar Amri.

Sponsored

Fokus garap empat proyek

Sementara, pada 2020 BNBR menyiapkan belanja modal hingga Rp800 miliar. Amri mengatakan belanja modal tersebut sebagian besar akan berasal dari dana internal perseroan, pinjaman bank, dan melalui skema kerja sama dengan partner strategis.

"Budget tersebut kita buat sebelum pandemi Covid-19 menyebar. Kemungkinan untuk berubah besar sekali," tutur Amri.

BNBR pada tahun 2020 ini telah memiliki beberapa proyek strrategis yang akan dijalankan. Pertama, adalah proyek pembangunan pembangkit listrik Tanjung Jati A di Jawa Barat sebesar 2x660 MW.

Anin mengatakan perusahaan asal Malaysia, YTL Power, merupakan pemimpin dalam proyek pembangunan pembangkit listrik  Tanjung Jati A. BNBR hanya memiliki 20% saham dari proyek tersebut.

"Jumlah investasinya US$2,8 miliar, itu yang mencari pendanaan YTL Power. Dana itu sudah termasuk pembangunan power plant dan pembebasan lahan lebih dari 200 hekatre (ha)," ujar Anin.

Selanjutnya, BNBR juga tengah menyiapkan pembangunan jaringan pipa gas dari Bontang, Kalimantan Timur, ke Takisung, Kalimantan Selatan. Panjang pipa gas ini adalah 600 km.

Selain itu, BNBR juga akan mengembangkan proyek bus listrik yang dikembangkan anak usahanya, PT Bakrie Autoparts. dalam pengembangan bus listrik ini, BNBR bekerja sama dengan pabrikan mobil listrik asal China, BYD.

"Dari sisi legal kami sudah melakukan berbagai macam uji coba. Semoga dalam waktu enam bulan ke depan kami sudah bisa mulai suplai bus listrik," tutur dia.

Adapun proyek terakhir yang akan digarap Bakrie and Brothers adalah proyek infrastruktur Jalan Tol Cimanggis-Cibitung yang membentang 26,47 kilometer (km). Proyek ini merupakan proyek kerja sama antara Waskita Toll Road dan BNBR.

Tercatat, 90% pemegang saham tersebut adalah Waskita Toll Road, kemudian 5% dimiliki Bakrie and Brothers, dan 5% sisanya dimiliki Bakrie Toll Road.

Jalan tol yang ditargetkan rampung tahun depan tersebut akan dirampungkan pembangunan fase I-nya sepanjang 3,2 km sebelum Idulfitri 2020. Meskipun pendek, Anin mengatakan pembangunan fase I merupakan pembangunan yang sulit dilakukan karena melalui daerah padat penduduk.

"Untuk pendanaan proyek-proyek ini, kami mencoba untuk bermitra. Tapi untuk proyek yang sifatnya pionir seperti bus listrik, kami mencoba untuk mengerjakannya sendiri," ucap Anin.

Berita Lainnya
×
tekid