sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BI: Pertumbuhan ekonomi 2018 hanya 5,2%

Pertumbuhan ekonomi sebagaian besar ditopang oleh faktor konsumsi, atau sebesar 5,01%. 

Cantika Adinda Putri Noveria
Cantika Adinda Putri Noveria Selasa, 06 Nov 2018 18:30 WIB
BI: Pertumbuhan ekonomi 2018 hanya 5,2%

Bank Indonesia (BI) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan hingga akhir 2018 hanya bisa mencapai batas bawah yang ditargetkan Bank Indonesia, yakni 5,2%. Sebelumnya BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada di kisaran 5,2-5,5%. 

Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menjelaskan, pertumbuhan ekonomi sebagaian besar ditopang oleh faktor konsumsi, atau sebesar 5,01%. 

Meskipun pertumbuhan konsumsi pada kuartal III-2018 lebih rendah daripada kuartal II-2018 yang sebesar 5,1%, Dody berharap, pada kuartal IV-2018 pertumbuhan konsumsi bisa meningkat lagi. 

"Konsumsi kuartal IV-2018 diperkirakan meningkat lagi, pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan tetap di batas bawah target Bank Indonesia," jelas Dody saat ditemui di Hotel Pullman, Selasa (6/11). 

Indikator penyumbang pertumbuhan ekonomi, masih didominasi oleh permintaan domestik, serta kinerja ekspor. Investasi juga masih menjadi penyumbang tertinggi dalam pertumbuhan ekonomi. 

Sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, menjelaskan, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 yang sebesar 5,15% merupakan suatu angka sangat baik, di tengah situasi tekanan global. 

"Perang dagang, normalisasi kebijakan Amerika Serikat, crude oil yang harganya naik, tetap bisa mempertahankan pertumbuhan kita. Itu menurut saya sesuatu yang patut digarisbawahi," ujarnya.

Darmin berharap, sampai akhir 2018, pertumbuhan ekonomi bisa menyentuh angka di 5,2%, meskipun dia memperkirakan impor tetap berjalan dan ekspor berkurang. 

Sponsored

Sementara Ekonom Indef, Bhima Yudhistira menyarankan, agar pemerintah bisa segera mencari solusi terhadap kepercayaan konsumen di tengah naiknya bunga kredit. Masyarakat harus kembali mengonsumsi, sehingga ekonomi bisa tumbuh lebih tinggi lagi. 

Selain itu juga, impor akan terus menggerus pertumbuhan ekonomi. 

"Bisa dicek growth impor 14,06% dengan porsi yang semakin besar, naik dari 18,84% di kuartal III-2017 menjadi 22,81% pada kuartal III-2018. Ini tidak sehat, karena Indonesia semakin bergantung pada barang impor," ujar Bhima saat dihubungi Alinea.id, Selasa (6/11).

Dari sisi lapangan usaha, pemerintah harus memberi perhatian pada industri pengolahan yang tumbuhnya hanya 4,33% (yoy). Disisi lain, share manufaktur anjlok ke 19,33% terhadap PDB. Padahal pemerintah mau meloncat ke industri 4.0.

Kemudian sektor pertanian, juga  tidak berkembang. Pertumbuhannya hanya sebesar 3,62% dengan porsi turun ke 13,5% terhadap PDB. "Bagaimana pertanian mau berkembang jika terus dibanjiri impor dengan data kementerian pertanian yang tidak kredibel," tegasnya.

Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III-2018 dinilai di atas ekspetasi, namun dengan kualitas yang rendah. Tidak heran jika Bhima berharap, pada kuartal IV-2018, ada kenaikan permintaan secara musiman berkaitan dengan libur natal dan tahun baru. 

"Butuh pertumbuhan minimum 5,1% di kuartal IV-2018, untuk bisa mencapai 5,15% full year 2018. Kalau 5,2% kelihatannya cukup sulit," tuturnya. 

Selain mendorong upaya dari sisi konsumsi, Bhima juga menyarankan agar pemerintah fokus mendorong ekspor produk industri yang bernilai tambah. Misalnya saja, memberikan insentif jangka pendek untuk mengurangi pungutan ekspor CPO dari US$50 per ton menjadi US$15-20 per ton. 

Dari sisi investasi pemerintah harus bekerja keras mendorong realisasi. Koordinasi lintas sektor yang menjadi kunci utamanya. 

Harapan lain ada di serapan belanja pemerintah yang harus dimaksimalkan menjelang akhir tahun. Selain itu, bantuan sosial disarankan tidak mengalami keterlambatan pada penyerapannya.
 

Berita Lainnya
×
tekid