sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

CIPS nilai impor beras untuk antisipasi krisis pangan imbas pandemi Covid-19

Impor beras harus mempertimbangkan berbagai faktor, seperti ketersediaan pasokan dalam negeri, hasil panen, dan harga internasional.

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Kamis, 18 Mar 2021 13:22 WIB
CIPS nilai impor beras untuk antisipasi krisis pangan imbas pandemi Covid-19

Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menilai, pemerintah dapat memanfaatkan beras impor untuk mengantisipasi risiko krisis pangan akibat pandemi Covid-19. Pangkalnya, pagebluk menimbulkan kerawanan pangan bagi banyak masyarakat Indonesia.

"Survei Bank Dunia mencatat, 23% dari rumah tangga mengalami kekurangan pangan. Untuk itu, Indonesia perlu memastikan ketersediaan pasokan pangan, salah satunya beras, supaya menjaga kestabilan harga maupun meningkatkan penyaluran pangan melalui sembako dan bantuan pangan sehingga dapat dijangkau semua lapisan masyarakat," ucap Media Relations Manager CIPS, Vera Ismainy, Kamis (18/3).

Analisis Organisasi Pangan Dunia (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP) sebelumnya menyebutkan, pandemi Covid-19 memperparah situasi pangan di 27 negara dari Asia, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Tengah. Pun ditegaskan, tidak ada yang kebal terhadap krisis pangan sehingga tidak boleh diremehkan dan ditunda penanganannya. 

Berdasarkan FAO dan WFP, terdapat empat faktor utama pandemi mendisrupsi krisis pangan lebih dalam. Pertama, lapangan kerja dan upah yang menurun; kedua, disrupsi penanganan pandemi pada produksi dan pasokan pangan dunia; ketiga, menurunnya pendapatan pemerintah; dan terakhir, meningkatnya ketidakstabilan politik yang memicu konflik berbasis sengketa sumber daya alam.

Mengenai kapan impor beras dilakukan, menurut Vera, harus mempertimbangkan berbagai faktor. Ketersediaan pasokan di dalam negeri, hasil panen, dan juga harga beras internasional yang sedang murah, misalnya.

"Perlu dipertimbangkan bahwa proses impor memakan waktu yang lama dari pembelian hingga distribusinya. Izin impor yang sudah dikeluarkan dapat digunakan sewaktu-waktu dalam merespons permintaan dalam negeri. Antisipasi bertambahnya permintaan beras dari dalam negeri perlu dilakukan menjelang datangnya bulan Ramadan dan juga Idulfitri," paparnya.

"Impor beras belum terlaksana, jadi belum tahun nanti realisasinya berapa. Sekarang Bulog (Badan Urusan Logistik) juga akan prioritaskan penyerapan domestik dulu. Tapi, impor ini membantu memperkuat stok kita, jadi tidak mungkin akan kekurangan apalagi pas Ramadhan/Lebaran," imbuh dia.

Dengan demikian, bagi CIPS, pemerintah harus memiliki satu data pangan yang akurat dan terbaru (up to date). Soalnya, kan, data pangan sering dijadikan dasar untuk pengambilan kebijakan, termasuk impor," tegasnya.

Sponsored

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), kata Vera, panen beras lancar dan tidak ada kegagalan panen masif pada tahun ini. Karenanya, CIPS mendorong Bulog memanfaatkan produksi beras hasil panen Maret hingga April 2021 untuk memaksimalkan cadangan beras pemerintah (CBP).

"Sementara itu, izin impor yang dikeluarkan oleh pemerintah dapat digunakan sebagai bentuk antisipasi dari masih kurangnya pasokan beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, terutama untuk cadangan bencana maupun krisis pangan," tandasnya.

Menteri Perdagangan, M. Lutfi, sebelumnya menyatakan, keputusan pemerintah mengimpor beras bertujuan mengamankan CBP (iron stock). Harapannya, CBP terjaga dan bisa digunakan dalam situasi yang mendesak (emergency).

Dirinya juga menegaskan, beras impor akan digunakan sesuai alokasi pemerintah. Dicontohkannya dengan program beras miskin (raskin) dan beras sejahtera (rastra).

"Jumlah, harga, dan waktu ada di tangan saya. Saya hanya akan memakai beras ini untuk intervensi pasar," ucapnya, beberapa saat lalu. "Kalau harganya naik terus dan masyarakat tidak mampu, artinya kami harus intervensi."

Berita Lainnya
×
tekid