sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Dihantui resesi AS, pasar obligasi domestik masih aman

Kenaikan Fed Funds Rate saat ini sudah sesuai dengan ekspektasi pasar.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Senin, 25 Jul 2022 14:40 WIB
Dihantui resesi AS, pasar obligasi domestik masih aman

Tren aksi capital outflow di berbagai negara saat ini terus berlanjut karena didominasi faktor kekhawatiran pasar terhadap terjadinya resesi Amerika Serikat (AS) dan perlambatan ekonomi global. Resesi yang terus menghantui AS dipicu oleh pengetatan kebijakan moneter negeri Paman Sam tersebut hingga membuat prospek pertumbuhan ekonominya akan mengalami banyak tantangan, salah satunya resesi.

Senior Portfolio Manager Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Syuhada Arief mengatakan, kenaikan Fed Funds Rate saat ini sudah sesuai dengan ekspektasi pasar di kisaran 3,4% sampai akhir tahun.

“Ekspektasi yang selaras ini walaupun lebih agresif, diharapkan dapat mengurangi faktor ketidakpastian, kejutan, dan volatilitas pergerakan imbal hasil US Treasury ke depannya,” kata Syuhada dalam keterangan tertulisnya, Senin (25/7).

Meski dihantui resesi, Syuhada menyebut, perekonomian AS berdasarkan data terkini masih relatif kuat, misalnya sejumlah leading indicator belum ada yang menunjukkan sinyal resesi. Ia juga menilai kemungkinan resesi dari Fed New York masih di bawah level 30% yang merupakan ‘red flag’ atau sinyal kemungkinan potensi resesi. Data Conference Board Leading Economic Index juga hingga saat ini masih dalam zona pertumbuhan.

Syuhada juga menjelaskan, jika inflasi menjadi faktor penting dalam menentukan jalur pengetatan kebijakan moneter The Fed ke depannya.

“Sejauh ini kami memperkirakan inflasi akan mereda di 2023 dan sebelum mencapai kondisi tersebut, pasar akan terus diwarnai kekhawatiran terkait inflasi yang persisten dan perlambatan ekonomi,” ujarnya dalam keterangan resmi, Senin (25/7).

Bank sentral AS, menurut Syuhada, akan sulit untuk lebih akomodatif hingga ada sinyal tren penurunan harga komoditas. Ia berharap kebijakan yang dibuat pemerintah dan bank sentral AS bisa menghindarkan ekonomi dari resesi yang berkepanjangan.

Resesi yang juga mempengaruhi capital outflow terjadi di sejumlah pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Syuhada menyebut, United State (US) Treasury atau obligasi pemerintah AS yang dikenal sebagai ‘safe heaven asset’ juga terkena imbas capital outflow.

Sponsored

“Namun, ekspektasi tingkat suku bunga The Fed di akhir tahun yang sudah selaras dengan ekspektasi pasar, dan kepemilikan asing yang sudah relatif rendah, diharapkan dapat mengurangi volatilitas, serta aksi jual investor asing di pasar obligasi Indonesia terutama ketika sentimen global sudah membaik,” ujarnya.

Sesuai dengan prinsip suku bunga dan harga obligasi yang berbanding terbalik, Syuhada melihat secara umum kelas aset obligasi akan menghadapi lebih banyak tantangan di tengah periode kenaikan suku bunga dan inflasi. Meski begitu, ia menjelaskan kondisi fundamental makro ekonomi Indonesia yang lebih baik dan lebih siap dalam menghadapi pengetatan kebijakan moneter global diharap bisa memberi dukungan bagi pergerakan pasar obligasi domestik.

Beberapa faktor positif yang mendukung fundamental makro ekonomi Tanah Air menurut Syuhada di antaranya, pemerintah berhasil menjaga harga barang tetap terkendali meski membuat inflasi di tahun ini dan basis investor yang lebih terdiversifikasi.

“Partisipasi investor domestik yang naik dan penurunan kepemilikan investor asing yang saat ini tercatat di bawah 16% turut berkontribusi pada stabilitas pergerakan pasar obligasi domestik,” tutur Syuhada.

Tak hanya itu, Indonesia juga berhasil mendapat surplus anggaran pada Mei lalu sebanyak Rp132,2 triliun yang dilaporkan oleh Kementerian Keuangan. Jumlah ini dinilai setara dengan 0,74% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

“Kemenkeu juga menurunkan target pembiayaan melalui lelang sebesar Rp147 triliun, di mana ini berarti dalam setiap lelang target penerbitan turun dari Rp20 triliun menjadi Rp5 triliun,” tutur Syuhada.

Menurutnya, kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam melakukan pengetatan moneter terutama suku bunga BI bisa berperan penting terhadap sentimen investor global di pasar obligasi Indonesia.

“Dalam jangka menengah, kami memperkirakan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun kembali ke kisaran 6,5% – 7,0%,” ucapnya.

Berita Lainnya
×
tekid