Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Galih Kartasasmita mendorong Direktorat Jenderal Pajak (DJP), agar melakukan terobosan nyata guna membawa Indonesia keluar dari jebakan rasio pajak (tax ratio) rendah. Pasalnya, terdapat stagnasi yang belum mampu menembus angka 10%.
Galih menilai tren penerimaan pajak nasional yang stagnan dari tahun ke tahun menjadi indikator lemahnya komitmen untuk mengangkat rasio pajak ke level yang lebih ideal.
“Coba lihat datanya dari tahun ke tahun pasti targetnya segitu-gitu saja,” ujarnya dalam RDP di Kompleks DPR, Jakarta Pusat, Rabu (7/5).
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, rasio pajak Indonesia dalam beberapa tahun terakhir berkisar di angka 8% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Pada 2023, rasio pajak tercatat sebesar 8,75%, mengalami sedikit peningkatan dari tahun sebelumnya, namun masih tergolong rendah dibandingkan rata-rata negara-negara ASEAN maupun anggota G20. Sebagai perbandingan, rasio pajak Thailand mencapai sekitar 17%, sementara Filipina dan Vietnam berkisar 14% hingga 15%.
Stagnasi rasio pajak menjadi tantangan serius dalam memperkuat kemandirian fiskal Indonesia. Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara, menopang pembiayaan pembangunan nasional, serta program-program sosial dan infrastruktur.
Menurutnya, ini dorongan dari DPR agar pemerintah tidak berpuas diri pada capaian yang stagnan. Ia berharap ada evaluasi menyeluruh terhadap strategi dan kebijakan pajak yang dijalankan saat ini, termasuk penyesuaian target yang lebih ambisius dan realistis.
Apalagi, langkah reformasi perpajakan yang tengah digulirkan, termasuk integrasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), reformasi administrasi, serta upaya menjangkau ekonomi digital, diharapkan dapat menjadi momentum untuk mendorong rasio pajak ke level yang lebih sehat dalam jangka menengah.