sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Ekonomi masih baik, pasar diminta tidak panik

Tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya bersumber dari dinamika perekonomian global

Eka Setiyaningsih
Eka Setiyaningsih Jumat, 07 Sep 2018 15:21 WIB
Ekonomi masih baik, pasar diminta tidak panik

Pelaku pasar diminta tidak panik dengan perkembangan pasar modal. Terlebih lagi kinerja pasar modal di Indonesia lebih banyak disebabkan faktor eksternal. Misalkan saja, perang dagang antara AS dan China serta meningkatnya eskalasi krisis ekonomi di Argentina, Afrika Selatan, dan Turki.

Kekhawatiran pelaku pasar nampaknya cukup beralasan. Pasalnya, secara year to date kinerja IHSG sudah -9,12%. Berada di nomor lima dari enam pasar modal di Asia Tenggara. Urutan ke 10 dari 13 pasar modal di Asia Pasifik. Serta urutan ke 31 dari 36 pasar modal di dunia.

Kendati begitu, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hoesen menyampaikan, kinerja pasar modal di Indonesia masih sangat baik. Tercermin dari masih maraknya aktivitas perusahaan yang menggalang dana melalui pasar modal meski tengah dipengaruhi oleh faktor eksternal.

"Kinerja pasar modal Indonesia masih sangat baik. Diharapkan dapat melampaui pencapaian 2017, sebanyak 46 emiten saham dan obligasi baru. Di samping itu OJK juga terus berkoordinasi dengan Pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas di sektor jasa keuangan," kata Hoesen di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (7/9).

Kepala Grup Riset Ekonomi Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI) Reza Anglingkusumo, menambahkan, ketidakpastian ekonomi global meningkat, di tengah pertumbuhan ekonomi yang tidak merata yakni, kuatnya laju ekonomi AS dibandingkan negara di kawasan Eropa, Jepang, serta China.

Ketidakpastian turut diikuti dengan kenaikan Fed-Fund Rate, ketegangan perdagangan antara AS dengan sejumlah negara, serta risiko rambatan dari gejolak ekonomi di Turki dan Argentina. 

Ketidakpastian ini memicu pembalikan modal asing dan apresiasi US$ secara luas, sehingga turut menekan nilai tukar mata uang global. Khususnya negara emerging market termasuk Indonesia.

Meningkatnya tren impor perdagangan di Indonesia mencerminkan meningkatnya permintaan dan aktivitas ekonomi domestik. Namun di sisi lain turut berdampak pada meningkatnya defisit transaksi berjalan yang mencapai US$ 8 miliar di kuartal II-2018. 

Sponsored

Untuk itu, dibutuhkan penguatan di bidang ekspor barang dan jasa sehingga mampu menekan tren defisit transaksi berjalan di 2018 sesuai dengan target di kisaran 2,5%-3% dari GDP.

BI melihat prospek nilai tukar Rupiah diperkirakan tidak seberat 2018. Hal ini seiring terkendalinya laju inflasi dan prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan. BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2018 dan 2019 masing-masing berkisar di 5%-5,4% dan 5,1%-5,5%. Adapun laju inflasi diperkirakan stabil di kisaran 3,5% plus minus 1% untuk 2018 dan 2019.

Kepala BKF Kementerian Keuangan Suahasil Nazara, menyampaikan, tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya bersumber dari dinamika perekonomian global yakni, tekanan pasar keuangan akibat normalisasi moneter AS, moderasi ekonomi China, proteksionisme, perang dagang AS dan China, ketegangan geopolitik dan perubahan iklim atau cuaca ekstrim.

"Namun perekonomian Indonesia masih jauh lebih baik dibandingkan negara lain yang disebabkan pertumbuhan ekonomi yang sehat, terkendalinya inflasi, ruang moneter yang memadai (suku bunga dan cadangan devisa), terjaganya kepercayaan konsumen, dan stabilitas politik," jelas dia.

Berikut data pertumbuhan IHSG, per penutupan Kamis (6/9)

Sumber: PT Bursa Efek Indonesia  

 

Berita Lainnya
×
tekid