close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Evita Nursanty. Foto dokumentasi DPR.
icon caption
Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Evita Nursanty. Foto dokumentasi DPR.
Bisnis
Kamis, 24 April 2025 23:22

Komisi VII DPR serukan penertiban ormas pemalak dunia usaha

DPR menyerukan langkah tegas terhadap ormas yang menyimpang dari fungsi sosialnya.
swipe

Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Evita Nursanty, menyerukan langkah tegas terhadap organisasi masyarakat (ormas) yang menyimpang dari fungsi sosialnya dan justru meresahkan pelaku usaha, terutama dengan praktik-praktik pemerasan seperti permintaan “jatah proyek” atau tunjangan hari raya (THR) secara paksa.

Evita menegaskan tindakan seperti itu harus segera ditertibkan karena telah mengganggu kestabilan dunia industri dan kenyamanan masyarakat luas. Ia menilai, apabila praktik ini dibiarkan, akan menimbulkan efek domino yang menghambat pertumbuhan ekonomi nasional, khususnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang paling rentan terhadap tekanan biaya tidak resmi.

“Kondisi seperti itu tidak boleh dibiarkan terus-menerus. Harus ada penertiban agar lingkungan industri bisa tumbuh sehat, adil, dan kompetitif,” ujar Evita Dalam pernyataannya di Jakarta, Kamis (24/4).

Menurutnya, praktik pungutan liar oleh oknum ormas—baik berupa uang keamanan, pemaksaan keterlibatan dalam proyek swasta, hingga peran ilegal sebagai penagih utang—merupakan bentuk premanisme yang merusak fondasi dunia usaha. Ia menyoroti perilaku semacam itu kerap terjadi di wilayah-wilayah industri padat seperti Jabodetabek, Banten, dan sebagian wilayah Sumatera.

“Praktik semacam ini tidak hanya menurunkan kepercayaan pelaku industri, tetapi juga membuat biaya usaha melonjak karena ada biaya tak resmi yang sebetulnya adalah pemerasan,” jelasnya.

Evita juga menyoroti potensi kerusakan jangka panjang terhadap iklim investasi jika praktik ormas pemalak terus dibiarkan. Ketidakpastian dan ketakutan di tingkat akar rumput—baik pengusaha besar maupun kecil—menjadi hambatan nyata dalam penciptaan lapangan kerja, alih teknologi, dan pembangunan ekonomi lokal.

“Banyak pelaku UMKM yang justru terpukul paling keras karena operasional mereka terbatas. Ketika ada tekanan seperti ini, mereka tidak hanya kehilangan potensi pertumbuhan, tapi bisa kolaps,” imbuhnya.

Lebih jauh, Evita menyayangkan maraknya aksi premanisme yang bahkan berujung kekerasan, seperti insiden pembakaran mobil oleh sekelompok anggota ormas di Jawa Barat ketika aparat hendak menangkap pimpinan mereka yang terlibat tindak pidana.

Sebagai solusi, ia mendorong sinergi antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan dunia usaha dalam menciptakan sistem pengawasan berbasis komunitas serta mekanisme pelaporan yang efektif. Ia juga menegaskan pentingnya reformasi kelembagaan ormas agar kembali pada esensi awal: menjadi mitra sosial masyarakat, bukan aktor ekonomi ilegal.

“Kita butuh ormas yang kuat secara nilai, bukan kuat karena intimidasi. Mari kita bangun ekosistem industri dan usaha yang aman, adil, dan bebas dari tekanan,” pungkas Evita.

img
Immanuel Christian
Reporter
img
Satriani Ari Wulan
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan