sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Koperasi Desa Ekspor: Kisah sukses jadi pelopor eksportir vanili dalam negeri

Pengembangan budidaya dan pasar vanili sangat menjanjikan karena kebutuhan dunia cukup besar bahkan bisa mencapai 8.000 hingga 10.000 ton.

Erlinda Puspita Wardani
Erlinda Puspita Wardani Jumat, 23 Sep 2022 12:38 WIB
Koperasi Desa Ekspor: Kisah sukses jadi pelopor eksportir vanili dalam negeri

Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Perkebunan, aktif membantu promosi produk vanili petani ke luar negeri, salah satunya melalui Pameran ODICOFF pada November 2021. Tak hanya vanili, pada pameran tersebut juga terdapat banyak produk alam Indonesia lainnya seperti kopi, teh, kakao, kelapa, dan rempah-rempah.

Founder dan Direktur Koperasi Desa Ekspor Indonesia Mahdalena bercerita, dirinya kini sukses mengembangkan vanili dan berhasil terbantu Kementan untuk mengekspor vanili.

“Vanili kami telah diekspor ke Jepang sejak November 2021 hingga sekarang, walaupun kuantitas masih sekitar 30 hingga 50 kilogram (kg) per bulan, tetapi kami sangat mengapresiasi dan senang sekali dibantu promosi oleh Kementan melalui Ditjen Perkebunan,” tutur Mahdalena dikutip dari ceritanya, Jumat (23/9).

Mahdalena juga mengaku, ada beberapa sampel produk vanili yang turut di bawa ke Maroko, Denmark, Mesir, Uni Emirat Arab (UEA), Serbia, Belanda, dan lainnya hingga berhasil terjual sekitar 8 kg vanilla beans saat itu.

“Selama ini produk vanili yang kami pasarkan dalam bentuk polong kering, namun saat ini kami sedang mengembangkan produk turunan seperti tepung, ekstrak, dan pasta vanili skala home made. Siap dipasarkan pertengahan Oktober 2022, dan saat ini sudah ada pemesanan 500 botol per bulan atau per item di pasar lokal,” imbuh Mahdalena.

Menurutnya, sebagian besar masyarakat perlu lebih mengenal vanili alami Indonesia di tengah gempuran munculnya vanili sintetis saat ini. Sehingga perlu adanya edukasi serta upaya memasarkan vanili alami Indonesia.

Saat ini Desa Ekspor juga aktif mendampingi petani untuk memperbaiki mutu vanili, salah satunya sebagai gebrakan perdana di Pulau Flores, kelompok tani dan UMKM Kabupaten Manggarai Barat telah berhasil membuat vanilla dengan kualitas ekspor sebanyak 15 hingga 20 kg. Vanilla tersebut juga diterima oleh pasar Jepang melalui pendampingan pascapanen oleh Desa Ekspor Indonesia dan YDBA.

“Bak gayung bersambut, Balai Karantina Pertanian Tingkat II Ende-NTT yang dipimpin Bapak Kostan tidak mau ketinggalan dalam mendukung pasar vanilla sebagai program gratieks, mereka mengadakan Bimteks Akselerasi Ekspor vanilla di Kabupaten Sikka-NTT pada 27 Juli 2022 dengan peserta dari para pelaku UMKM dan petani vanili,” kata Mahdalena.

Sponsored

Sebagai perbaikan mutu dan peningkatan produksi di hulu, Mahdalena pun menyarankan agar ada kolaborasi dengan para petani vanili senior di beberapa daerah dan para komunitas petani vanili agar aktif mendampingi kelompok tani (poktan) di daerah masing-masing. Di antaranya seperti poktan vanili Geger Bitung Jawa Barat didampingi Tono, Lampung Barat oleh Amril, Jawa Tengah oleh Rini, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Manggarai, Sikka, Ngada, Papua, dan seterusnya. Pendampingan dapat dilakukan melalui kunjungan di desa terdekat, sarana WhatsApp group, melalui video call atau zoom di kebun petani. Saat ini anggota yang tergabung di media sosial Facebook mencapai 43.400 orang, baik itu petani, penggemar tanaman vanili, penjual, pembeli, atau sekadar peminat vanili saja.

Selain itu, Mahdalena juga mengingatkan adanya hilirisasi pengembngan komoditas vanili pascapanen dan pasar yang luas juga diperlukan. Hal tersebut karena dampaknya dapat membantu ketahanan ekonomi keluarga petani, pemberdayaan perempuan saat pascapanen, dan membuka lapangan kerja milenial khusus produk turunan.

“Saya berharap ke depannya ekosistem bisnis vanili dari hulu ke hilir dapat terintegrasi,” pungkasnya.

Pada kesempatan yang lain, Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Andi Nur Alam Syah mengatakan, saat ini dari komoditas perkebunan unggulan lainnya yang harga raw materialnya saja sudah tinggi adalah vanili, kisaran basah mencapai Rp300.000 hingga Rp800.000 per kg.

“Apalagi vanili kering kualitas ekspor bisa mencapai di atas Rp3 juta per kg. Potensi ini yang perlu kita garap bersama, dimulai dari hulu, perlu dilakukan penataan kebun, juga aspek keamanan kebun yang menjadi titik sentral, dari sisi mutu dan pascapanen harus diperbaiki. Vanili Indonesia ini saya rasa tidak perlu energi besar untuk mencari buyer, hanya perlu sedikit sentuhan branding, maka laku terjual dan biasanya continue karena buyer tahu vanili Indonesia berkualitas di atas 2,75% kadarnya, bahkan vanilla Alor bisa mencapai di atas 3%,” ujar Andi.

Andi juga mengaku mendukung kemitraan ekspor yang harus digali potensi-potensi petani milenial di tiap sentra produksi. Niscaya, ia berharap dari petani milenial tersebut, produksi vanili Indonesia mampu menguasai 80% lebih pasar vanili dunia.

Hal senada juga dikatakan oleh Plt. Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Baginda Siagian bahwa pengembangan budidaya dan pasar vanili sangat menjanjikan karena kebutuhan dunia cukup besar bahkan bisa mencapai 8.000 hingga 10.000 ton per tahun, namun produksi masih terbatas yaitu hanya 5.000 hingga 6.000 ton per tahun.

“Saat ini hanya Indonesia, Madagaskar, PNG, Meksiko, dan Cina yang merupakan lima besar produsen vanili dunia,” kata Siagian.

Ia menuturkan, tantangan lainnya adalah industrialisasi produk di Indonesia yang belum berkembang luas walaupun potensi daerah penghasil vanili cukup banyak, NTT salah satu unggulan vanili Indonesia. Ke depan, solusi kemitraan produksi dan ekspor bisa menjadi solusi berkembangnya hilirisasi vanili di Indonesia dan Ditjen Perkebunan akan berada di scope tersebut untuk mendukung hilirisasi yang berkelanjutan. 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid