sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Laba BCA milik konglomerat terkaya RI capai Rp20,9 triliun

PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) milik konglomerat terkaya RI, meraup laba bersih senilai Rp20,9 triliun pada kuartal III/2019.

Annisa Saumi
Annisa Saumi Senin, 28 Okt 2019 18:51 WIB
Laba BCA milik konglomerat terkaya RI capai Rp20,9 triliun

PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) milik konglomerat terkaya RI, meraup laba bersih senilai Rp20,9 triliun pada kuartal III/2019. Capaian itu meningkat 13% secara tahunan (year-on-year/yoy) dari tahun lalu sebesar Rp18,5 triliun. 

Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, sejalan dengan pertumbuhan kredit BCA, pendapatan bunga bersih perseroan juga meningkat 12,2% yoy kuartal III/2019 menjadi Rp37,4 triliun, dari Rp33,3 triliun. 

Kemudian pendapatan operasional lainnya naik 19,3% yoy menjadi Rp15 triliun pada kuartal III/2019 dari Rp12,5 triliun, didorong oleh peningkatan provisi dan komisi serta pendapatan transaksi perdagangan. 

“BCA mencatat pertumbuhan kredit di berbagai segmen, serta membukukan peningkatan dana CASA. Bank terus menciptakan inovasi-inovasi untuk memenuhi kebutuhan nasabah yang semakin berkembang,” tutur Jahja, dalam paparan kuartal III-2019 perseroan di Jakarta, Senin (28/10). 

Jahja melanjutkan, total kredit BCA meningkat menjadi 10,9% yoy menjadi Rp585 triliun pada kuartal III-2019, dari Rp527 triliun pada periode yang sama tahun lalu. 

"Kalau perbandingan dengan seluruh industri secara tahunan pertumbuhan kredit kami meningkat 10,9%, sudah di atas rata-rata industri yang hanya 8,6%," ujar Jahja. 

Sementara sejak awal tahun (year-to-date/ytd), pertumbuhan kredit BCA tumbuh 6,2%. Jahja melihat, dengan situasi pertumbuhan kredit ytd yang masih sebesar 6,2%, Jahja pun memperkirakan hingga akhir tahun pertumbuhan kredit BCA akan mencapai 8%.

"Untuk perkiraan pertumbuhan kredit tahun 2020, melihat situasi sekarang, kita enggak akan terlalu berani optimis kredit tumbuh 12%-13%, tapi 8%-9%. Dengan catatan, kita start dengan konservatif," tuturnya. 

Sponsored

Namun, Jahja melanjutkan, target tersebut bisa berubah apabila terdapat permintaan kredit dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang tinggi. 

Pertumbuhan kredit tersebut didukung oleh segmen bisnis, di mana kredit korporasi meningkat 16,5% menjadi Rp232 triliun dari Rp199 triliun yoy dan kredit komersial & UKM tumbuh 10,5% menjadi Rp192,2 triliun dari Rp173,8 triliun yoy. 

Sementara itu, kredit konsumer meningkat 4,1% menjadi Rp156,3 triliun dari Rp150,1 triliun yoy. Dalam kredit konsumer, kredit beragun properti (KPR) tumbuh 6,8% menjadi Rp92,1 triliun dari Rp86,2 triliun, kredit kepemilikan kendaraan bermotor (KKB) turun 2,0% menjadi Rp47,8 triliun dari Rp48,8 triliun yoy terutama disebabkan oleh penurunan pembiayaan kendaraan roda dua, dan saldo pinjaman kartu kredit tumbuh 10,4% menjadi Rp13,4 triliun dari Rp12,1 triliun yoy pada September 2019.

Sedangkan kredit macet perseroan atau Non Performing Loan (NPL) tercatat naik dari level 1,4% ke level 1,6% di September 2019. Jahja menjelaskan, NPL tersebut naik dikarenakan BCA memiliki kredit macet di industri baja dan kedua karena bencana di Palu, Sulawesi Tengah. 

"Akibat bencana gempa di Palu, banyak sekali kredit macet yang tak bisa kita collect," ujar Jahja. 

BCA mencatat pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 10,4% menjadi Rp683,1 triliun dari Rp618,8 triliun yoy dengan kontribusi CASA sebesar 75,2% dari total dana pihak ketiga. CASA tumbuh 7,6% menjadi Rp513,9 triliun dari Rp477,5 triliun ditopang oleh tingginya pertumbuhan jumlah transaksi, khususnya pada e-channels. Sementara itu, deposito berjangka meningkat 19,7% menjadi Rp169,2 triliun dari Rp141,3 triliun yoy. 

Jahja melanjutkan, rasio kecukupan modal (CAR) dan rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) tercatat pada level yang sehat masing-masing sebesar 23,8% dan 80,6%. Rasio pengembalian terhadap aset (ROA) tercatat sebesar 4,0%. 

“Fokus dalam menjaga posisi likuiditas dan permodalan yang solid serta kualitas kredit yang sehat akan menopang kinerja bisnis BCA secara berkelanjutan. BCA tetap mengembangkan bisnis secara hati-hati, dengan mencermati kondisi lingkungan bisnis namun mengoptimalkan peluang-peluang yang ada," tutur Jahja. 

Sebagai informasi, mayoritas saham BBCA dimiliki oleh keluarga Hartono, konglomerat terkaya di Indonesia pemilik Grup Djarum. Kakak beradik Robert Budi dan Michael Hartono ditaksir memiliki kekayaan US$35 miliar setara Rp490 triliun versi majalah Forbes 2018.

Pada perdagangan Senin (28/10), saham BBCA ditutup naik 0,08% sebesar 25 poin ke level Rp31.025 per lembar. Kapitalisasi pasar saham BBCA mencapai Rp764,92 triliun dengan imbal hasil sebesar 33,09% dalam setahun terakhir.

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

Majalah bisnis dan finansial asal Amerika Serikat, Forbes, kembali merilis daftar terbaru orang-orang terkaya di seluruh dunia atau "Forbes World's Billionaires 2019". . Ada 21 taipan asal Indonesia masuk dalam daftar yang dipublikasikan pada Selasa (5/3) tersebut. Kekayaan 21 konglomerat yang masuk dalam daftar orang terkaya Indonesia versi Forbes 2019 mencapai US$78,5 miliar setara Rp1.099 triliun (kurs Rp14.000 per dollar Amerika Serikat). . Robert Budi Hartono dan saudara lelakinya, Michael Hartono, dinobatkan sebagai dua orang terkaya di Indonesia. Keduanya adalah pemilik Grup Djarum dengan kekayaan total US$37 miliar setara Rp518 triliun. . Lebih dari satu dekade, Keluarga Hartono menempati posisi kasta tertinggi jajaran konglomerat terkaya di Indonesia dengan kekayaan Rp518 triliun. • • #alineadotid #konglomerat #forbes #hartono #djarum #kayaraya #crazyrichasians #holkay #sobatmisqueen #cantrelate #infografis #ptdjarum #orangkaya

Sebuah kiriman dibagikan oleh Alinea (@alineadotid) pada

Berita Lainnya
×
tekid