sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Menanti restu impor gerbong KRL bekas

Impor gerbong KRL bekas menjadi urgen karena jumlah penumpang di Jabodetabek yang kian membludak.

Qonita Azzahra
Qonita Azzahra Rabu, 15 Mar 2023 20:05 WIB
Menanti restu impor gerbong KRL bekas

Lisa (26) menarik napasnya panjang-panjang. Sebagai anker (anak kereta) dirinya mesti menguatkan diri berdesak-desakan dengan ribuan penumpang kereta lain. Hampir setiap hari, aktivitas itu ia lakukan agar dapat sampai di tempat kerjanya yang berada di kawasan Palmerah, Jakarta Selatan.

“Kalau kesiangan dikit, misal pukul 06.05 atau 06.10 WIB baru sampai stasiun, KRL (Kereta Rel Listrik) yang dari Bogor atau Depok sudah penuh banget. Apalagi kalau di atas jam-jam itu. Aku sudah enggak perlu nyari pegangan lagi, rapet banget manusianya,” kata dia, saat berbincang dengan Alinea.id, Kamis (9/3).

Setelah naik di stasiun Pasar Minggu, warga di daerah Poltangan, Tanjung Barat, Jakarta Selatan ini masih harus transit di stasiun Manggarai. “Nah di sini, sudah stasiunnya ramai banget, keretanya lama pula. Aku nunggu KRL buat ke Stasiun Tanah Abang ada kali 10 menitan,” keluh edukator di salah satu museum di Jakarta tersebut.

Sesampainya di Stasiun Tanah Abang, Sasa masih harus berdesakan dengan banyak penumpang kereta lainnya untuk dapat keluar dari stasiun itu. Ketika berhasil keluar dari stasiun pemberhentiannya ini, Lisa pun merasa lega setelah 1,5 jam selalu berdesakan dengan ribuan penumpang lain, baik di peron maupun gerbong KRL.

“Sebelum kerja udah disuruh olahraga, lari pagi sama adu kuat dulu sama KAI,” ujarnya sambil tergelak.

Pengguna KRL Bogor-Jakarta Kota lainnya, Danang Hastaryo (34) pun hanya bisa pasrah ketika dirinya harus berangkat dan pulang kerja di jam-jam sibuk. Akuntan di salah satu perusahaan di Kawasan SCBD itu berangkat dari Stasiun Cilebut. Di sana, gerbong kereta masih lumayan longgar karena baru saja berangkat dari Stasiun Bogor. Namun, ketika rangkaian kereta sampai di Stasiun Citayam, dia hanya bisa menahan kesal lantaran kereta berhenti cukup lama di sana.

Sponsored

“Padahal yang naik manusianya dari tiga ‘provinsi’,” katanya kepada Alinea.id, Senin (13/3) lalu.

Tiga ‘provinsi’ yang dimaksud Danang tak lain adalah Citayam sendiri, orang-orang dari daerah Bojong Gede, Bogor dan Cipayung, Depok. Dus, tak heran jika sesampainya di Stasiun Depok Baru atau Pondok Cina, rangkaian kereta sudah penuh sesak oleh penumpang.

Lebih herannya lagi, ketika rush hours tiba, kebanyakan kereta yang diberangkatkan justru rangkaian dengan 8 gerbong, alih-alih KRL dengan rangkaian 10 atau 12 gerbong. Tak heran jika kondisi kereta maupun peron stasiun selalu padat, apalagi di stasiun-stasiun transit seperti di Stasiun Manggarai, Stasiun Jatinegara, Stasiun Tanah Abang, hingga Stasiun Citayam.

Bunga Permatasari (27), pengguna KRL yang berangkat dari Stasiun Bekasi Timur menuju Stasiun Cisauk menilai, satu-satunya solusi untuk mengurai kepadatan penumpang KRL Jabodetabek ialah dengan menambah unit KRL. Dengan begitu, waktu tunggu kereta pun bisa semakin diperpendek. Pun demikian dengan jumlah penumpang yang dapat diangkut, akan kian banyak pula.

“Enggak masalah kalau itu bekas Jepang juga, yang penting bisa cepat ada aja. Soalnya sekarang jadwal kereta itu sudah enggak jelas, sering telat, lama juga kan jadinya,” tutur pengajar Bahasa Jepang di salah satu Lembaga Pelatihan Kerja (LPK) di Kawasan BSD, Serpong, Tangerang Selatan itu, saat dihubungi Alinea.id, Sabtu (11/3).

Masih kurang

Ihwal padatnya penumpang KRL, Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana mengungkapkan hal ini tak lain karena kurang memadainya sarana dan prasarana perkeretaapian, khususnya kereta rel listrik. Stasiun Manggarai misalnya, sebagai stasiun transit utama setidaknya ada 150 ribu penumpang setiap harinya yang turun dan naik di stasiun ini untuk berganti kereta. Jumlah tersebut hanya sekitar 10% dari penumpang yang benar-benar keluar dan masuk di stasiun ini.

Untuk menyambut Manggarai sebagai stasiun sentral di tahun 2025 nanti, stasiun transit ini jelas menjadi semakin padat. Sarana, di sisi lain, menjadi faktor penyebab terjadinya kepadatan KRL Jabodetabek karena adanya ketimpangan yang cukup besar dari sisi jumlah perjalanan atau ketersediaan unit kereta.

“Masih ada ketimpangan perjalanan kereta antara operasional KA Jakarta-Bogor dengan Cikarang-Tanah Abang. Ada perbedaan sekitar 100 slot perjalanan. Karena yang di atas, yang ke Bogor itu sekitar 385 perjalanan, sedangkan yang di bawah loop Cikarang hanya sekitar 284 perjalanan,” jelasnya, kepada Alinea.id, Selasa (14/3).

Ketimpangan jumlah perjalanan inilah yang kemudian menimbulkan penumpukkan penumpang di waktu-waktu tertentu. Secara total, jumlah pengguna KRL Jabodetabek di sepanjang 2022 mencapai 215,05 juta orang, tumbuh 74,66% dibanding tahun sebelumnya yang hanya 123,13 juta penumpang saja.  

Volume penumpang KRL

Tahun Lintas Bogor Lintas Bekasi Lintas Tangerang
Januari 2021 5,86 juta penumpang 1,44 juta penumpang 897.168 penumpang
Januari 2022 6,92 juta penumpang 3,64 juta penumpang 1,01 juta penumpang
Januari 2023 10,44 juta penumpang 5,98 juta penumpang 1,56 juta penumpang

“Adanya pertumbuhan pengguna di loop Bekasi, Cikarang ini jelas mengindikasikan kalau KCI perlu menambah unit rangkaian baru. Setidaknya sampai jumlahnya sudah mendekati loop Jakarta-Bogor,” tegasnya.

Penambahan unit KRL dalam waktu dekat semakin penting untuk dilakukan, mengingat tahun ini KCI sebagai operator KRL juga harus mengandangkan 10 unit set kereta (train set). Menyusul kemudian 19 train set di 2024. Tidak hanya itu, pengadaan KRL/Kereta Rel Diesel (KRD)/Kereta Rel Diesel Elektrik (KRDE) pun terakhir dilakukan terakhir pada 2017 silam, dengan mendatangkan 4 unit kereta.

Dengan tidak adanya pengadaan selama lima tahun tersebut, tak heran jika perjalanan KRL saat ini beroperasi dengan jumlah rangkaian sarana KRL yang masih sangat terbatas. KRL lintas Bogor misalnya, yang memiliki volume penumpang tertinggi, masih ada pemenuhan perjalanan dari KRL Stamformasi 8 gerbong. Padahal, idealnya penumpang dengan volume penumpang besar dipenuhi oleh KRL S12 atau kereta dengan 12 gerbong. Pun dengan lintas Bekasi dan lintas Serpong/Rangkasbitung.

Dokumentasi PT Kereta Commuter Indonesia (KCI).

Demand perjalanan KRL yang tinggi sangat membutuhkan supply sarana KRL baru atau bekas untuk peremajaan sarana KRL,” kata Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang kepada Alinea.id belum lama ini.

Sadar akan kebutuhan ini, Vice President Corporate Secretary KCI Anne Purba mengungkapkan, pihaknya sebetulnya telah bersurat kepada Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan pada 13 September 2022 untuk mendapat dispensasi dalam rangka permohonan persetujuan impor Barang Modal Dalam Keadaan Tidak Baru (BMTB). 

Rinciannya adalah untuk mengirimkan 120 Unit KRL Seri E217 untuk tahun kebutuhan 2023 dengan pos tarif/HS Code 8603.10.00. Kemudian menyusul 228 unit KRL dengan seri sama untuk tahun kebutuhan 2024.  
Keputusan untuk mendatangkan kereta bekas dari Jepang ini juga merupakan pilihan terbaik setelah KCI melakukan banyak diskusi dengan berbagai stakeholder.

Opsi lain, adalah dengan memperbarui teknologi kereta yang akan dikonservasi atau dipensiunkan tersebut. Terkait hal ini, KCI pun telah berdiskusi dengan PT INKA (Persero), Jepang dan Spanyol. Namun, sharing upgrade teknologi untuk kereta yang akan dikonservasi ini akan memakan waktu lama, sekitar 1-2 tahun.

“Yang sangat urgen adalah bagaimana nanti kapasitas angkutnya. Kita tahu, tahun 2025 pengguna KRL diprediksi bisa mencapai 2 juta pengguna per hari,” ujarnya dalam CNBC Indonesia Profit, Jumat (3/3) lalu.

Penggantian kereta, lanjut dia, juga begitu mendesak lantaran saat ini sudah semakin banyak rangkaian kereta yang harus diganti, menyusul umur yang kian uzur. Meski begitu, untuk mendukung industri perkeretaapian dalam negeri, KCI tetap menandatangani perjanjian kerja sama dengan INKA untuk pengadaan train set baru, pada Kamis (9/3) lalu.

Pengadaan dan rehabilitasi sarana per 2018 sampai semester-I 2022

Uraian

2018

2019

2020

2021

Smt I-2022

Pengadaan KRD/KRL/KRDE

0

0

0

0

0

Pengadaan Kereta

0

0

0

0

0

Pengadaan Gerbong

0

0

0

0

0

Pengadaan Peralatan Khusus

5

0

0

6

0

Jumlah Total Pengadaan

5

0

0

6

0

Rehabilitasi KRD/KRL/KRDE

0

0

12

28

0

Rehabilitasi Kereta

0

0

0

0

0

Jumlah Rehabilitasi

0

0

12

28

0

Sumber: Statistik Perkerataapian dalam Angka Direktorat Jednderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan

Dalam pengadaan 16 train set kereta baru ini, KCI pun menyiapkan anggaran sekitar Rp4 triliun. Di mana rangkaian ini direncanakan bakal selesai pada 2025-2026. “Ini merupakan komitmen kami dalam mendukung program pemerintah untuk meningkatkan produksi dalam negeri serta substitusi impor melalui Program Peningkatan Pengguna Produk Dalam Negeri,” papar Direktur Utama KCI Suryawan Putra dalam penandatangan kontrak pengadaan kereta penumpang dan KRL.

Kemenperin melunak

Ihwal impor kereta bekas Jepang, selepas menentang rencana ini kini Kementerian Perindustrian tengah menunggu hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) terkait kemampuan INKA dalam memproduksi kereta. 

“Kalau Pak Menteri (Menteri Perindustrian Agus Gumiwang) kan bilang tunggu diaudit dulu. (Kapan selesai) auditnya tanya BPKP,” kata Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Dody Widodo, di Jakarta, Selasa (14/3).

Terlepas dari itu, Kemenperin tetap menganggap bahwa opsi terbaik untuk memenuhi kebutuhan KRL khususnya di Jabodetabek ialah dengan meretrofit atau menambah teknologi baru pada kereta eksisting, alih-alih mengimpor kereta bekas Jepang. Pasalnya, dengan opsi retrofit, industri dapat menggunakan tenaga kerja sepenuhnya dari Indonesia.

Dokumentasi PT KCI.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN) Deddy Herlambang menilai, yang lebih penting saat ini adalah pemerintah seharusnya dapat melakukan pengadaan KRL dalam waktu cepat. Dengan jangka waktu yang dijanjikan PT INKA terkait penyelesaian unit KRL baru yakni pada 2025-2026 nanti, retrofit jelas tidak bisa menjadi jawaban untuk pemenuhan kebutuhan unit kereta karena membutuhkan waktu sekitar 2 tahun.

“Padahal dalam dua tahun ke depan, di 2023-2024, kata KCI ada 29 kereta yang harus /dipensiunkan. Kalau tidak segera ada peremajaan (KRL), coba bayangkan bagaimana nanti padatnya kereta yang tersisa,” katanya.

Kalau opsi impor yang diambil, Deddy menilai hal ini tidak perlu dikhawatirkan jika yang dipermasalahkan adalah tidak adanya partisipasi industri dalam negeri. Sebab, begitu kereta impor ini datang ke Indonesia, KCI sebagai operator masih harus mengecek dan dapat mengganti beberapa komponen dari kereta-kereta tersebut sebelum akhirnya dapat dioperasikan. Sebagai pengganti komponen pada kereta bekas, KCI dapat menggunakan produk-produk dalam negeri, sehingga tetap ada kandungan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri). Sebaliknya, jika pemerintah tetap memilih untuk melakukan retrofit pada kereta yang bakal dipensiunkan, artinya bakal ada krisis sarana perkeretaapian sampai periode waktu INKA mengirimkan KRL buatannya pada KCI. 

“Tentunya kita tidak ingin rangkaian KRL yang sudah uzur dipaksakan beroperasi karena berisiko akan rusak yang mengganggu perjalanan KA dan pelayanan publik otomatis terganggu,” jelasnya.

Dengan kondisi ini, maka hal terakhir yang akan terjadi adalah membludaknya jumlah penumpang KRL dan semakin penuhnya stasiun-stasiun oleh penumpang yang menunggu kereta datang.

Jumlah sarana siap operasi per tahun 2018 sampai semester-I 2022 (Unit)

Jenis

2018

2019

2020

2021

Smt I-2022

Lokomotif

496

491

489

495

513

Kereta

3.257

3.257

3.454

3.254

3.294

Gerbong

8.200

7.805

8.048

7.779

8.218

Peralatan Khusus

205

221

218

234

244

Sumber: Statistik Perkerataapian dalam Angka Direktorat Jednderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan

Pada kesempatan lain, Ketua Forum Perkeretaapian Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Aditya Dwi Laksana menilai sebenarnya tak masalah jika pemerintah ingin mendukung industri perkeretaapian. Namun, di saat yang sama pemerintah juga harus memperhatikan masalah sarana perkeretaapian yang sampai saat ini belum bisa terurai.

Karenanya, untuk mengatasi masalah membludaknya penumpang KRL dan kurangnya sarana kereta rel listrik ini, Aditya menilai jika dalam jangka pendek pemerintah melalui Kementerian Perdagangan dan Perindustrian dapat memberi restu lebih dulu kepada KCI untuk mengimpor kereta bekas Jepang. 

“Karena kereta bekas ini sudah disiapkan oleh Jepang, kemudian dari sejak dikirimkan sampai bisa dioperasikan itu paling hanya butuh waktu 1 tahun. Sudah termasuk waktu untuk KCI mengecek dan mengganti komponen-komponennya dengan produk dalam negeri,” jelasnya.

Aditya mencontohkan, jika pada tahun ini ada 10 kereta yang harus dipensiunkan, maka KCI dapat mengimpor sejumlah tersebut. Hal ini berlaku pula untuk tahun 2024. Ketika INKA sudah menyelesaikan kontrak pengadaan kereta di 2025-2026, baru lah KCI dapat mengurangi impor kereta bekas dan berhenti sepenuhnya kemudian. 

Di saat yang sama, sambil memperkuat industri, operator KRL, PT KAI (Persero), dan pemerintah yang terdiri dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian BUMN harus duduk bersama untuk membahas peta jalan perkeretaapian nasional.

“Sehingga bisa dirumuskan kebutuhan sarana perkeretaapian yang ada dan bisa diselaraskan dengan kesiapan maupun kemandirian industri perkeretaapian dalam negeri,” imbuhnya.

Dokumentasi KCI.

Aditya bilang, pengadaan kereta oleh INKA memiliki sisi positif seperti dapat digunakan dalam jangka waktu lama dan ketika ada malfungsi dari kereta, perusahaan produsen kereta ini dapat turun langsung untuk mengontrol dan memperbaikinya. Sebaliknya, kalau pemerintah memenuhi kebutuhan kereta dengan mengimpor unit bekas dari Jepang, maka masa pakai yang tersisa hanya sekitar 10-15 tahun lagi. Pasalnya, kereta yang disiapkan Jepang adalah kereta yang diproduksi pada 1994 dan sudah berumur 28 tahun.

“Tapi kereta impor ini bisa 10 kali lebih murah dari pada kalau bikin sendiri. Katakanlah Rp800 juta-Rp1 miliar itu sudah bisa mendatangkan satu train set. Kalau baru bisa Rp10 miliar lebih,” urainya.

Harga kereta baru yang mahal ini, jelas akan berdampak pada biaya operasi kereta. Kondisi ini lagi-lagi harus dipirkan dengan baik oleh pemerintah dan operator. Sebaliknya, jika beban biaya sepenuhnya ditanggung pemerintah, maka dana kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) bisa dipastikan akan naik pula. Dus, beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pun akan semakin besar.

Penetapan pelaksanaan PSO (Public Service Obligation/Kewajiban Pelayanan Publik) 2018 sampai Semester-I 2022

Periode

Penetapan (dalam Ribu Rupiah)

Pertumbuhan (%)

2018

2.270.075.689

8,40

2019

2.321.441.471

2,26

2020

2.519.153.675

8,52

2021

3.362.424.024

33,47

Semester-I 2022

1.546.751.159

-54,00

Sumber: Statistik Perkerataapian dalam Angka Direktorat Jednderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan

“Tarif berapa kesanggupan masyarakat untuk membayar KRL ini. Kalau misalkan di KCI tinggi sekali karena baru semua, pemerintah harus mengganjal supaya tarifnya bisa lebih terjangkau,” tegas Aditya.

Hal ini pun diamini Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio. Menurutnya, jika memang opsi kereta baru yang diambil, sudah seharusnya pemerintah ikut andil dalam menanggung kenaikan biaya operasional KRL. Sebab, KRL merupakan moda transportasi umum yang ditujukan untuk mengurai kemacetan hingga mengurangi polusi udara.

Tidak hanya itu, agar ketersediaan kereta tidak molor dari jadwal, KCI juga harus memastikan bahwa  PT INKA siap menepati janjinya untuk memproduksi 16 rangkaian KRL pada 2025. 

“Kalau gagal, akan muncul kembali kerawanan sosial di wilayah Jabodetabek akibat ratusan ribu pengguna KRL per hari,” kata Agus, saat dihubungi Alinea.id, Selasa (14/3). 

Ilustrasi Alinea.id/Marzuki Darmawan.

 

Berita Lainnya
×
tekid