sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

UU Cipta Kerja dukung perkembangan industri halal

Sertifikasi halal sangat penting untuk ekspor karena memberikan jaminan untuk para klien asing. 

Firda Junita
Firda Junita Selasa, 24 Nov 2020 20:00 WIB
UU Cipta Kerja dukung perkembangan industri halal

Anggota Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Sapta Nirwandar mengatakan, UU Cipta Kerja akan memudahkan masyarakat, khususnya Usaha Mikro dan Kecil (UMK) membuka usaha baru. Perizinan UMK sudah tidak diperlukan lagi, hanya pendaftaran saja.

Selain itu, pemerintah memberi dukungan kepada UMK yang bergerak di sektor makanan dan minuman seperti penyederhanaan dan proses percepatan sertifikasi, sertifikasi halal ditanggung pemerintah, sertifikasi berdasarkan pernyataan pelaku UMK sesuai standar halal Badan Penyelenggara Jaminah Produk Halal (BPJPH).

Sapta juga menyampaikan, Indonesia harus meraih pasar ekspor industri halal di luar negeri. Oleh karena itu, sertifikasi halal sangat penting untuk ekspor karena memberikan jaminan untuk para klien asing. 

“Harus memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi kenapa tidak jika kita bisa berbagi ke seluruh dunia. Selain itu, untuk menambah pendapatan negara dari devisa,” ujar Sapta dalam diskusi Mendorong Pengembangan Industri Halal Lewat UU Cipta Kerja yang diselenggarakan Alinea.id, Selasa (24/11).

Terlebih lagi, dengan melakukan ekspor Indonesia dapat ikut bersaing sambil membangun solidaritas dengan negara lain dan mendorong pembangunan kawasan industri halal di Indonesia.

Sementara Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia Erwin Noekman menyebutkan, pemerintah belum memberikan kesempatan yang sama kepada asuransi syariah.

Dari 87 juta masyarakat Indonesia yang beragama muslim, total pembelian asuransi syariah hanya 6 juta. Jumlah tersebut tidak sampai 3% dari populasi muslim di Indonesia.

“Ini adalah angka yang boleh dibilang sungguh ironis,” kata Erwin. 

Sponsored

Selain itu, Erwin megatakan pada UU No. 40 tahun 2014 mengenai asuransi terdapat penyetaraan antara asuransi syariah dan asuransi konvensional. Sementara dalam UU No.11 Tahun 2020, kata kunci asuransi hanya ada kaitannya dengan asuransi penerbangan, pertanian, nelayan, dan lain sebagainya.

“Ke depannya kami berharap, mudah-mudahan kata-kata yang ada tersebut dapat dibuat dalam undang-undang lain supaya asuransi syariah juga bisa mendapat kesempatan bergabung ke asuransi penerbangan, perkereta-apian, nelayan, dan lain-lain,” ujar Erwin.

Sebenarnya asuransi syariah mempunyai potensi besar, tetapi belum mendapat kesempatan yang sama. Erwin juga berharap pemerintah dapat memasukkan asuransi syariah ke dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). 

Sejak sebelum adanya UU Cipta Kerja, sektor asuransi syariah sudah didominasi oleh investor asing. Oleh karena itu, terlepas dari ada atau tidaknya undang-undang tersebut Indonesia sudah terbuka secara bebas bagi para investor negara ASEAN.

Berita Lainnya
×
tekid