sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

China kembali menegaskan opsi militer atas Taiwan

Pidato Xi Jinping berlangsung sehari setelah presiden Taiwan menyerukan China untuk mencari solusi damai atas perbedaan pandangan mereka.

Khairisa Ferida
Khairisa Ferida Rabu, 02 Jan 2019 15:54 WIB
China kembali menegaskan opsi militer atas Taiwan

Presiden Xi Jinping mengatakan bahwa tidak ada yang dapat mengubah fakta bahwa Taiwan adalah bagian dari China. Dia menambahkan, Beijing tidak akan menghilangkan opsi untuk menggunakan kekuatan militer demi memastikan reunifikasi.

Xi menegaskan hal tersebut pada Rabu (2/1), dalam pidato bertajuk 'the Message to Compatriots in Taiwan', yang menandai peringatan 40 tahun pernyataan kebijakan utama yang pada akhirnya menyebabkan cairnya hubungan dengan Taiwan. 

"Kami dengan tegas menentang mereka yang berkonspirasi di balik ide 'Dua China', 'Satu China-Satu Taiwan' atau Kemerdekaan Taiwan," tutur Xi di hadapan para pejabat senior Partai Komunis dan sejumlah pebisnis Taiwan. 

Presiden Xi menambahkan, "Kami telah mencapai kemenangan besar dengan mengalahkan segala kegiatan pro-kemerdekaan atau separatis. Tidak seorang pun, dan tidak satu partai pun dapat mengubah sejarah dan hukum bahwa Taiwan adalah bagian dari China dan kedua sisi selatan itu milik China."

China, menurut Presiden Xi, memiliki opsi untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan terhadap pasukan yang menganggu reunifikasi secara damai dan kegiatan separatis kemerdekaan Taiwan.

Pidato Presiden Xi berlangsung sehari setelah Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menyerukan China untuk mencari solusi damai atas perbedaan pandangan mereka. Presiden Tsai bersikeras bahwa rakyatnya ingin mempertahankan pemerintahan sendiri.

"Saya ingin menyerukan kepada China untuk menghadapi kenyataan tentang keberadaan Republik China," ungkap Tsai dalam pidato tahun barunya, merujuk pada nama resmi pulau itu.

Tsai melanjutkan, dibutuhkan sebuah pemahaman pragmatis terkait perbedaan mendasar yang ada di antara mereka dalam hal nilai dan sistem politik.

Sponsored

"China harus menghormati tuntutan 23 juta orang atas kebebasan dan demokrasi, dan harus menggunakan cara yang damai dan setara untuk menangani perbedaan," kata Tsai.

Graham Ong-Webb, peneliti di S. Rajaratnam School of International Studies di Nanyang Technological University menilai pernyataan Xi pada Rabu, konsisten dengan pesan pemerintah China selama 40 tahun terakhir. Ong-Webb menilai pernyataan China lebih tajam dan tegas belakangan.

"Pada akhirnya, ada batas waktu untuk reunifikasi dan pemerintah China harus mencapai tujuan tersebut pada level tertentu," terang Ong-Webb.

'Campur tangan' China adalah tantangan terbesar Taiwan

Pemerintah China telah memberikan tekanan kepada Tsai sejak dia menjabat pada 2016. Beijing menghentikan dialog, mengurangi jumlah sekutu diplomatik Taiwan, dan memaksa maskapai asing untuk memasukkan Taiwan sebagai bagian dari China di situs mereka.

Tsai yang berasal dari Partai Progresif Demokratik dikhawatirkan oleh China akan mendorong kemerdekaan formal Taiwan. Meski Tsai telah menyatakan bahwa dirinya ingin mempertahankan status quo, namun Beijing secara teratur mengirim pesawat dan kapal militer untuk mengelilingi Taiwan.

"Campur tangan China dalam pembangunan sosial dan politik di Taiwan adalah tantangan terbesar Taiwan saat ini," ungkap Presiden Tsai pada Selasa (1/1).

China membantah tindakan campur tangan yang dituduhkan. Sebaliknya, Beijing mencap Taiwan sebagai provinsi yang bandel, yang akan dikendalikan secara paksa jika perlu, dan tidak memiliki hak atas pengakuan internasional sebagai entitas politik yang terpisah.

Di lain sisi, Partai Progresif Demokratik tidak menunjukkan minat untuk diperintah oleh Beijing.

Kepala Kantor Urusan Taiwan China Liu Jieyi menuturkan dalam pesan tahun barunya, tahun lalu mereka tidak goyah dalam menghadapi provokasi yang disengaja oleh pemerintah Taiwan. 

"Meski pun ke depannya tidak akan sederhana, kami memiliki keyakinan dan kemampuan untuk mengalahkan berbagai risiko dan tantangan," ujar Liu.

Fokus pada pemilu 2020

Pidato Presiden Xi menandai 40 tahun sejak China mengirim pesan ke Taiwan pada 1979, di mana Beijing menyerukan unifikasi dan mengakhiri konfrontasi militer.

Tepatnya pada Januari 1979, Beijing mengumumkan diakhirinya pengeboman artileri rutin atas pulau-pulau di lepas pantai yang dikuasai Taiwan dan menawarkan untuk membuka komunikasi antara kedua pihak setelah puluhan tahun bermusuhan.

Saat ini, Taiwan tengah bersiap untuk pilpres yang akan digelar dalam waktu satu tahun. Partai Progresif Demokratik Tsai menderita kekalahan sengit atas Kuomintang yang ramah dengan China dalam pemilu pada November.

Ong-Webb memprediksi bahwa hubungan antara China dan Taiwan akan sedikit bergejolak selama sekitar satu tahun ke depan.

"Kita harus melihat ke pemilu 2020 ... pemerintah China tidak sabar mendapatkan hasil yang mereka inginkan, yang membuat partai nasionalis Kuomintang kembali berkuasa."

Sumber : Al Jazeera

Berita Lainnya
×
tekid