China kritik sanksi AS soal LCS

China menyatakan, Amerika Serikat (AS) melanggar hukum internasional karena menjatuhkan sanksi kepada pejabat dan perusahaan yang dituduh terlibat dalam sengketa di Laut China Selatan (LCS).

Sanksi tersebut menambah konflik mengenai LCS, salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. AS menolak klaim China atas hampir seluruh jalur air itu, yang sebagiannya juga diklaim Vietnam, Filipina, dan sejumlah negara Asia Tenggara lainnya.

"Tindakan AS sangat mencampuri urusan dalam negeri China serta melanggar hukum dan norma internasional," tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Zhao Lijian, Kamis (27/8).

Kementerian Perdagangan AS, Rabu (26/8), diketahui menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pejabat dan 24 perusahaan China. Mereka dituduh berperan dalam membangun pulau buatan yang memperluas klaim teritorial Beijing di LCS.

Puluhan perusahaan tersebut masuk ke dalam daftar kelompok yang hanya bisa melakukan ekspor terbatas ke "Negeri Paman Sam" dengan izin pemerintah.

Kemendag AS menuturkan, perusahaan-perusahaan tersebut menjadi sasaran karena peran mereka dalam membangun pulau-pulau buatan melalui pengerukan dan kegiatan lain yang menyebabkan kerusakan lingkungan serta melanggar klaim teritorial negara lain.

Menanggapi langkah AS, Zhao menyatakan, China akan mengambil tindakan keras untuk secara tegas melindungi hak dan kepentingan perusahaan dan individu.

"Konstruksi yang dilakukan China di wilayahnya sendiri sepenuhnya berada dalam lingkup kedaulatan dan tidak ada hubungannya dengan militerisasi," tegasnya.

Lebih lanjut, dia menyatakan, "Tidak ada alasan bagi pihak AS untuk menjatuhkan sanksi ilegal pada perusahaan dan individu China karena partisipasi mereka dalam konstruksi domestik yang relevan."

Ketegangan di LCS telah meningkat ketika AS dan sejumlah negara lainnya mengkritik tindakan China untuk memperkuat kendali atas wilayah tersebut.

Hubungan Washington dan Beijing telah menurun ke level terendah dalam beberapa tahun terakhir di tengah perang dagang, perselisihan terkait teknologi, dukungan AS terhadap Taiwan dan Hong Kong, serta dugaan pelanggaran hak asasi manusia. (ABC News)