sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Soal kekerasan sektarian, Indonesia diminta rujuk keterangan pemerintah India

Dubes India meminta publik takpercaya hoaks yang merebak.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Jumat, 28 Feb 2020 19:28 WIB
Soal kekerasan sektarian, Indonesia diminta rujuk keterangan pemerintah India

Wartawan Indonesia diminta merujuk keterangan resmi dari Kementerian Dalam Negeri India dalam memberitakan situasi terkini di "Negara Anak Benua". Khususnya, menyangkut kekerasan sektarian. Antara kelompok Hindu dan Islam.

"Apa yang saya akan sampaikan ke Anda, ada press release dari menteri dalam negeri kami untuk Anda rujuk," ujar Duta Besar (Dubes) India untuk Indonesia, Sri Pradeep Kumar Rawat, di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta, Jumat (28/2). 

Dia juga meminta publik takpercaya hoaks yang merebak. "Kami menyarankan kepada sahabat-sahabat kami untuk tidak percaya pada berita palsu," katanya. 

Pradeep menerangkan, posisi India serupa dengan Indonesia. Sama-sama meyakini Bhinneka Tunggal Ika. Pun banyak kepentingan yang ingin menghacurkannya. Baik bersifat pribadi maupun kelompok.

"Jika satu jalinan tersebut hilang, maka tidak ada India. Tidak ada Indonesia. Karena itu, sahabat saya, saya menyampaikan kepada Anda, untuk sangat berhati-hati dan tidak percaya berita bohong mengenai itu. Terima kasih," tuturnya.

Kekerasan sporadis yang terjadi di Ibu Kota India sejak Minggu (23/2) malam, menewaskan 32 orang hingga hari ini. Jumlahnya meningkat dari 27 korban jiwa, Rabu (26/2).

Kamis, Direktur Rumah Sakit Guru Teg Bahadur (GTB), Sunil Kumar, mengungkapkan, pihaknya mencatat 30 kematian. Sementara, Kepala Dokter Rumah Sakit, Lok Nayak, menuturkan, dua orang meninggal di tempatnya.

"Mereka semua (di GTB) mengalami luka tembak," ucap Kumar kepada AFP. Sedangkan 200 orang lebih, dilaporkan terluka. Sejumlah rumah, toko, dua masjid, dua sekolah, sebuah pasar ban, dan SPBU dibakar.

Sponsored

Kekerasan meletus setelah kelompok Hindu keberatan dengan kelompok muslim yang berdemonstrasi menentang Undang-Undang (UU) Kewarganegaraan. Umat Islam menolak, karena regulasi itu memudahkan warga nonmuslim dari tiga negara tetangga India mendapat kewarganegaraan.

UU Kewarganegaraan (CAA) sah setelah ditandatangani Presiden India, Ram Nath Kovind, Desember 2019. CAA memudahkan warga nonmuslim dari Afghanistan, Bangladesh, dan Pakistan yang menetap di India sebelum 2015 mendapatkan kewarganegaraan.

Berita Lainnya
×
tekid