sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Junta militer cabut larang berpolitik, Thailand gelar pemilu

Larangan junta militer Thailand atas kegiatan politik telah diterapkan sejak tahun 2014.

Khairisa Ferida Valerie Dante
Khairisa Ferida | Valerie Dante Selasa, 11 Des 2018 17:23 WIB
Junta militer cabut larang berpolitik, Thailand gelar pemilu

Thailand mencabut larangan militer atas kegiatan politik yang telah diterapkan sejak tahun 2014. Pengumuman yang disampaikan lewat situs resmi pemerintah ini membuka jalan bagi pemilu yang akan diadakan pada 24 Februari 2019.

Junta militer memberlakukan larangan ketat ketika mengambil alih kekuasaan dalam kudeta tahun 2014, menekankan kebutuhan akan hukum dan ketertiban setelah demonstrasi menentang Yingluck Shinawatra berlangsung selama berbulan-bulan.

Larangan militer atas kegiatan politik mulai dikurangi pada September lalu, saat partai politik diizinkan untuk melanjutkan pengorganisasian.

Dalam sebuah keterangan yang dirilis pada Selasa (11/12), rezim Thailand menekankan perlunya partai-partai politik dan publik untuk berkampanye dengan bebas jelang pemilu yang akan datang.

"Rakyat dan partai-partai politik akan dapat ambil bagian dalam kegiatan politik selama periode ini sesuai dengan konstitusi," ungkap junta militer.

Pernyataan tersebut ditandatangani oleh pimpinan junta militer sekaligus Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha.

Pencabutan larangan militer tersebut turut menghapus sejumlah perintah sebelumnya yang diberlukan Jenderal Prayut pasca-kudeta 2014, termasuk larangan pertemuan politik dan kegiatan komersial untuk tujuan politik.

Meski demikian, tindakan hukum yang diambil sebelum keluarnya pengumuman pencabutan larangan hari ini dan kasus yang tengah bergulir di pengadilan tidak akan terpengaruh.

Sponsored

Secara terpisah, pada hari ini, Wakil Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Nat Laosisawakul mengatakan kepada wartawan, "Komisi Pemilihan telah menetapkan 24 Februari 2019 sebagai waktu pelaksanaan pemilu."

Pemilu, yang diharapkan akan memulihkan demokrasi di kekuatan ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara tersebut, kemungkinan akan menghambat gerakan politik populis yang diusung oleh mantan PM Thaksin Shinawatra dan didukung oleh banyak masyarakat di wilayah pedesaan. (The Straits Times)

Berita Lainnya
×
tekid