sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Perang Gaza berkecamuk, Kota Tua Yerusalem sepi jelang Ramadhan

Tak ada persiapan khusus Ramadhan di Yerusalem, jantung spiritual konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Minggu, 10 Mar 2024 15:06 WIB
Perang Gaza berkecamuk, Kota Tua Yerusalem sepi jelang Ramadhan

Bulan puasa Ramadhan telah menjelang. Kota Tua Yerusalem tidak menggelar perayaan ciri khasnya seperti biasa.

Hampir separuh toko suvenir berbentuk gua tertutup rapat di balik jendela logam. Jalan-jalan sempit menuju Masjid Al-Aqsa, situs tersuci ketiga umat Islam, sangat sepi. Tidak ada lampu emas dan lentera bersinar yang biasanya menjuntai di atas jamaah yang bergegas.

Perang Israel-Hamas di Gaza, kini memasuki bulan keenam. Tak ada persiapan khusus Ramadhan di Yerusalem, jantung spiritual konflik Israel-Palestina yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Dengan lebih dari 30.000 warga Palestina terbunuh di Gaza dan ratusan ribu lainnya kelaparan. Hanya tersisa sedikit ruang untuk bergembira.

“Ini akan menjadi Ramadhan yang kelam,” kata Abu Mousam Haddad di depan kedai kopinya di dekat Gerbang Damaskus, salah satu pintu masuk utama Kota Tua.

Beberapa hari ke depan, perhatian kemungkinan beralih dari Gaza ke Al-Aqsa, yang sering menjadi titik nyala kekerasan Israel-Palestina yang meningkat dengan cepat di masa lalu.

“Ada ketakutan besar di kalangan masyarakat mengenai seperti apa Ramadhan tahun ini dan bagaimana polisi Israel akan berperilaku ketika masuk dan keluar ke dalam kota,” kata Imad Mona, pemilik toko buku di luar Kota Tua.

Israel telah membatasi akses ke Al-Aqsa selama bertahun-tahun, termasuk melarang pemuda, dengan alasan masalah keamanan. Pemerintah Israel hanya memberikan sedikit rincian menjelang Ramadhan tahun ini. Namun pihaknya mengatakan beberapa warga Palestina dari Tepi Barat akan diizinkan untuk salat di Al-Aqsa

Sponsored

Kompleks ini sejak lama diperebutkan, karena terletak di Bukit Bait Suci. Orang Yahudi menganggapnya sebagai situs paling suci mereka. Kota ini terletak di Yerusalem timur, bagian dari kota yang diduduki Israel selama perang Timur Tengah tahun 1967 dan kemudian dianeksasi. Palestina ingin menjadikan kota ini sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.

Amerika Serikat dan mediator internasional lainnya telah mendorong gencatan senjata di Gaza bertepatan dengan awal Ramadhan. Namun belum ada terobosan.

Sebagian besar pemilik toko di Kota Tua menolak memberikan pandangan mereka tentang Ramadhan mendatang. Puluhan warga Palestina ditahan oleh Israel karena postingan media sosial tentang perang di Gaza sejak pertempuran dimulai.

Beberapa orang yang berbicara mengatakan bahwa lebih banyak polisi Israel telah dikerahkan di Kota Tua sejak Oktober. Pemuda Palestina secara teratur dilarang memasuki kompleks Al-Aqsa untuk salat Jumat sejak perang dimulai, menurut pemilik toko. Hal ini memicu spekulasi tentang kemungkinan pembatasan lainnya. Polisi Israel tidak menanggapi permintaan komentar.

Di bawah pengaturan informal sejak tahun 1967, kompleks tersebut dikelola sebuah badan keagamaan Muslim yang berbasis di Yordania yang dikenal sebagai Wakaf. Orang-orang Yahudi diperbolehkan mengunjungi kompleks tersebut, namun tidak boleh berdoa di sana. Perjanjian tersebut gagal dalam beberapa tahun terakhir karena kelompok besar Yahudi, termasuk nasionalis agama garis keras, sering berkunjung ke sana. Beberapa di antara mereka telah mencoba untuk berdoa di tempat tersebut.

Pada hari-hari menjelang Ramadhan, warga Palestina di Tepi Barat tidak yakin apakah mereka dapat melaksanakan salat.

Secara umum, warga Palestina di wilayah tersebut memerlukan izin untuk memasuki Yerusalem timur, yang dianggap Israel sebagai bagian dari ibu kotanya, meskipun aneksasi itu tidak diakui sebagian besar komunitas internasional. Sejak 7 Oktober, Israel melarang warga Palestina memasuki Yerusalem atau bagian mana pun dari Israel.

“Merupakan impian setiap orang Palestina, Muslim, dan Arab untuk salat di Masjid Al-Aqsa” selama Ramadhan, kata Akram al Baghdadi, warga Ramallah yang keluarga besarnya tersebar di Tepi Barat dan Gaza.

Konflik dan ketegangan selama berbulan-bulan juga membawa kesulitan ekonomi, dengan kurangnya wisatawan dan warga Palestina yang berbelanja di Kota Tua.

“Bukan hanya toko saya yang terkena dampaknya, tapi semua pedagang di sini juga,” kata Jihad Abu Salih, pedagang manisan dan kue dari kota tersebut. "Ini menyedihkan," sambungnya dikutip Associated Press.

Muncul kekhawatiran baru akan meluasnya kekerasan, khususnya di Yerusalem, selama bulan suci Ramadhan, karena gencatan senjata masih sulit dicapai.

Hamas telah mengulangi seruan kepada warga Palestina untuk meningkatkan kunjungan ke Masjid al-Aqsa.

Israel menuduh Hamas "berusaha untuk mengobarkan konflik di wilayah tersebut selama Ramadhan", yang akan dimulai dalam beberapa hari mendatang.

Ramadhan akan dimulai pada 10 atau 11 Maret tergantung pada penampakan bulan baru.

Pekan ini, halaman Al-Aqsa tampak tenang, namun pikiran jamaah Palestina tertuju pada perang.

“Orang-orang tidak bisa merayakan dan menikmati tradisi Ramadhan yang biasa,” kata seorang wanita, Ayat, dengan sedih. “Tahun ini, mereka tidak akan melanjutkannya karena apa yang terjadi di Gaza,” ucapnya disitat BBC.

Harapan bahwa gencatan senjata selama 40 hari dapat berlaku pada awal Ramadhan telah memudar meskipun sumber-sumber Mesir mengatakan para mediator akan kembali bertemu dengan delegasi Hamas pada hari Minggu untuk mencoba mencapai kesepakatan dengan Israel.(apnews,bbc)

Berita Lainnya
×
tekid