sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Sulitnya pria China mencari cinta

Kesenjangan rasio antara pria dan perempuan menjadikan perempuan memiliki daya tawar yang tinggi.

Dika Hendra
Dika Hendra Minggu, 01 Jul 2018 05:00 WIB
Sulitnya pria China mencari cinta

Wan Haibo, jomblo yang bekerja sebagai pekerja pabrik, selalu kesepian dan ingin mencari cinta. Tapi, di negaranya terdapat 34 juta pria yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan perempuan. Pencarian cintanya pun kerap berujung pada kekecewaan, penolakan, dan patah hati.

“Tuntutan perempuan di China sangatlah tinggi. Ketika kamu beriniasitif mendekati mereka, mereka sering menolak berkencan,” keluh Wan dilansir Channel News Asia pada Sabtu (30/6).

Wan pun kerap dijuluki sebagai pria yang ditinggal karena belum memiliki jodoh. Padahal, Wang, 28, memiliki gelar sarjana. Dia juga sudah memiliki pekerjaan tetap. Tapi, dia tidak diidolakan perempuan. 

Ada ketakutan ketika Wan akan menjadi guang gun atau tanpa cabang yang berarti lelaki yang tidak memiliki pohon keluarga karena tidak memiliki keluarga. Apa yang dialami Wan itu dikarenakan ada kesenjangan jumlah perempuan dan lelaki yang sangat lebar di China. 

Hal tersebut juga menjadi kesenjangan terbesar di dunia dengan perkiraan 118 pria dan 100 perempuan atau perbandingan rasio 105:100 antara pria dan perempuan. Sehingga menjadikan perempuan memiliki daya tawar yang tinggi.

Itu semua karena kebijakan satu anak yang diterapkan di China. Memang, kebijakan tersebut sudah diperbaharui hanya saja akibat kebijakan satu anak pada 1980 sekitar 37 juta anak perempuan hilang dan tewas. 

Hal tersebut dianggap sebagai genosida terbesar pada abad itu. Orang tua China lebih suka memiliki anak lelaki dibandingkan perempuan. 

Para pakar bahkan memperkirakan pada 2055, akan ada 30% jomblowan dibandingkn jomblowati. Meski demikian, pencabutan kebijakan satu anak bukan menyelesaikan masalah dalam jangka pendek.

Sponsored

Ketidakseimbangan jumlah pria dan wanita justru semakin parah terjadi di pedesaan. Kenapa? Banyak perempuan meninggalkan desa untuk mencari pekerjaan dan suami di kota. Akibatnya, banyak jomblo di tinggal di desa.

Peluang itu memunculkan bisnis biro jodoh. Seperti Wang Luxi yang memulai bisnis biro jodoh sejak 17 tahun lalu. 

“Ini adalah pekerjaan berat. Tingkat kesuksesannya kini semakin menurun sejak 2010,” terang Luxi. Dia mengatakan, dirinya memiliki klien yang ingin mencari menantu perempuan, tetapi sedikit yang mencari menantu laki-laki.

Berita Lainnya
×
tekid