close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pecandu ganja. /Foto Unsplash
icon caption
Ilustrasi pecandu ganja. /Foto Unsplash
Sosial dan Gaya Hidup
Selasa, 11 Februari 2025 12:21

Ancaman kematian dan gangguan jiwa pada pecandu ganja

Ada korelasi antara naiknya kasus psikosis dan schizophrenia dan kecanduan ganja di Kanada.
swipe

Para pecandu mariyuana atau ganja punya peluang meninggal lebih besar ketimbang non pecandu ketika menderita sakit parah atau dirawat di unit gawat darurat. Riset teranyar yang dipublikasi di Jama Network pada 6 Februari lalu menemukan bahwa kecanduan ganja meningkatkan risiko kematian pengguna hingga berkali lipat. 

Dalam studi bertajuk "Cannabis Use Disorder Emergency Department Visits and Hospitalizations and 5-Year Mortality" itu, para peneliti menemukan 3 dari 10 pengkonsumsi ganja bakal mengalami kecanduan (cannabis use disorder/CUD). Selain itu, 3 dari 10 pecandu meninggal setidaknya 5 tahun setelah masuk unit gawat darurat.  

"Ini adalah risiko yang kerap dikesampingkan. Kami memperkirakan dari setiap pengidap CUD yang menjalani rehabilitasi, ada tiga lainnya yang tidak mencari pertolongan," kata Daniel Myran, salah satu peneliti di riset tersebut, seperti dikutip dari New York Times

Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan data catatan kesehatan di Ontario, Kanada. Dari data itu, peneliti menemukan sebanyak 106,994 orang teridentifikasi sebagai pengidap CUD dan pernah dirawat di rumah sakit pada periode 2006-2021.

Myran dan kawan-kawan lantas menghubungkan data itu dengan catatan statistik kematian di Ontario. Mereka menemukan sebanyak 3.5% pengidap CUD meninggal dalam jangka waktu lima tahun usai kunjungan ke rumah sakit. Sebagai perbandingan, tingkat kematian pasien yang bukan pecandu ganja hanya 0.6%. 

Dalam risetnya, para peneliti juga mengeluarkan para pecandu yang kematiannya lebih cenderung disebabkan faktor-faktor di luar CUD, semisal gangguan mental, pengguna narkotika lainnya, atau punya penyakit berat semisal jantung atau kanker. 

Setelah dikalkulasi, para pengidap CUD tetap jauh lebih rentan meninggal ketimbang mereka yang tak rutin mengonsumsi ganja. Risiko kematian naik hingga 2.8 kali lipat, terutama pada mereka yang berusia di antara 25 dan 44 tahun. 

Riset itu juga menemukan pecandu mariyuwana sepuluh kali lebih besar peluangnya meninggal karena bunuh diri ketimbang nonpecandu. Mereka juga rentan meninggal karena trauma, keracunan obat, dan kanker paru-paru. 

Meski begitu, Myran dan para peneliti lainnya tak serta-merta menyimpulkan konsumsi ganja jadi penyebab naiknya tingkat kematian. "Akan tetapi, kelompok usia itu berisiko tinggi dan semestinya mendapatkan intervensi, diawasi, dan dicegah kesehatannya memburuk," ujar Myran. 

Di Kanada, konsumsi ganda legal sejak Oktober 2018. Riset lainnya yang dilakoni para peneliti di Washington University School of Medicine di St. Louis menemukan korelasi antara legalisasi ganja dan peningkatan kasus schizophrenia dan psikosis atau penyakit kejiwaan di Kanada. 

"Banyak orang berpikir, 'Oh, ganja tidak berbahaya, ini organik dan alami.' Betapa baiknya. Tapi, kenyatannya ini ancaman bagi kesehatan publik seperti alkohol," kata Laura Bierut, salah satu peneliti di riset tersebut. 

Dalam risetnya, para peneliti menganalisisis kasus-kasus psikosis dan schizophrenia terkait cannabis pada tiga periode, yakni sebelum ganja dilegalkan  (2006 to 2015), saat penggunaan ganja meningkat di tengah polemik legalisasi ganja (2015-2018), dan setelah konsumsi ganja untuk rekreasi digegalkan (2018 to 2022).

Para peneliti menemukan jumlah pengidap schizophrenia naik hingga 10.3% pascalegalisasi ganja dan naik 3.7% sebelum legalisasi. Jumlah pengidap psikosis naik hingga dua kali lipat setelah konsumsi ganja untuk kegiatan rekreasi dilegalisasi pemerintah. 

"Mariyuana yang dijual saat ini lebih keras dan lebih berbahaya ketimbang mariyuana yang dikonsumsi generasi baby boomers pada dekade 1960-an and 1970-an," jelas Bierut. 

Mengomentari riset yang dilakoni Bierut dan kawan-kawan, profesor ilmu kejiwaan di Harvard Medical School, Jodi Gilman mengatakan prevalensi psikosis dan schizophrenia cenderung tinggi di kalangan pecandu ganja yang berusia 19 hingga 24 tahun. 

"Ini adalah periode usia ketika otak masih berkembang dan rentan pada terpengaruh efek ganja. Psikosis dan schizophrenia juga diketahui cenderung berkembang saat masa muda," jelas Gilman. 

 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan