Benarkah chamomile cs efektif bikin kita terlelap?
Melatonin, magnesium, valerian root, hingga jus ceri asam kerap disebut sebagai suplemen penolong bagi malam-malam yang gelisah. Tetapi, benarkah bahan-bahan alami ini mampu membuat kita benar-benar terlelap, bukan sekadar memejamkan mata?
Menurut National Academy of Medicine, sekitar 50 hingga 70 juta orang di Amerika Serikat hidup dengan gangguan tidur kronis. Angkanya besar, begitu pula uang yang dikeluarkan: sekitar US$67 miliar setiap tahun untuk membeli berbagai produk penunjang tidur. Meski pasar global suplemen tidur alami terus tumbuh, para ahli sepakat—hasilnya mungkin tak seindah janji yang dijual.
"Insomnia itu kondisi medis dan suplemen tidak dirancang untuk mengobati kondisi medis," kata Michael Grandner, psikolog klinis sekaligus direktur Sleep and Health Research Program di University of Arizona, seperti dikutip dari National Geographic, Senin (20/10).
Sains pun tampaknya tidak berpihak pada produk-produk itu. Hanya sedikit penelitian berkualitas tinggi yang benar-benar menguji efektivitas suplemen tidur. Dari sedikit yang ada, sebagian besar menemukan efek yang minimal, bahkan nyaris tak ada perbedaan dibandingkan plasebo.
Janet Cheung, dosen senior di School of Pharmacy Universitas Sydney, mengingatkan bahwa siapa pun sebaiknya berdiskusi dulu dengan dokter sebelum mencoba suplemen tidur.
“Beberapa orang sebaiknya tidak mengonsumsi suplemen ini, terutama perempuan hamil,” ujarnya. Sebab hingga kini, belum ada data yang cukup tentang dampak suplemen semacam ini terhadap kelompok rentan seperti anak-anak atau ibu hamil.
Namun demikian, faktanya jutaan orang mengeluarkan uang dan mengaku merasa terbantu. Apakah itu sekadar efek sugesti? Mari lihat lebih dekat apa yang dikatakan sains tentang beberapa suplemen alami paling populer.

Chamomile
Chamomile, tanaman herbal dari keluarga Asteraceae, sudah digunakan selama ribuan tahun untuk menenangkan pikiran. Namun hasil riset tentang khasiatnya untuk tidur ternyata beragam.
Satu studi acak terkontrol menunjukkan bahwa chamomile dapat memperbaiki kualitas tidur pada lansia. Namun, penelitian lain terhadap penderita insomnia menemukan tidak ada efek berarti. Kemungkinan besar, efek plasebo memainkan peran besar.
“Segala ritual menjelang tidur—entah itu mandi air hangat, membaca buku, atau menyesap teh—jika dilakukan secara rutin, akan memberi sinyal ke otak bahwa waktunya beristirahat,” kata Chris Winter, ahli saraf dan pembawa acara Sleep Unplugged Podcast.
Dengan kata lain, mungkin bukan kandungan chamomile yang membuat kita mengantuk, tapi ritualnya itu sendiri.
Melatonin
Melatonin sebenarnya adalah hormon alami yang mengatur siklus tidur-bangun. Tubuh memproduksinya secara alami saat lingkungan mulai gelap. Ada bukti bahwa melatonin bisa membantu orang yang jam biologisnya terganggu—seperti pekerja shift malam atau mereka yang mengalami jet lag. Tapi untuk kasus insomnia, efeknya masih diperdebatkan.
Para ahli juga menyarankan agar melatonin tidak dikonsumsi jangka panjang, karena bisa menghambat produksi alami hormon itu di tubuh. Belum lagi, efek jangka panjang pada anak-anak masih belum diketahui.
“Melatonin bukan obat tidur,” jelas Winter. “Ia hanya memberi sinyal bahwa malam telah tiba, bukan membuat kita terlelap.”
Masalah utamanya tetap sama: kecemasan. Menurut Grandner, kegagalan untuk tidur sering kali bukan karena tubuh tak tahu waktunya malam, tapi karena pikiran tak berhenti bekerja. Dan untuk itu, terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy/ CBT) masih menjadi perawatan yang paling efektif.

Jus ceri asam
Ceri asam belakangan menjadi tren baru di dunia sleep wellness. Buah ini mengandung melatonin alami dan dipercaya bisa membantu tidur sekaligus menurunkan tekanan darah. Tetapi, apakah jus ini benar-benar efektif?
"Secara molekuler, melatonin dari ceri dan dari suplemen itu sama saja. Pilih mana pun yang membuatmu nyaman, hasilnya kemungkinan tak jauh berbeda," jelas Grandner.
Beberapa studi kecil memang menunjukkan perbaikan kualitas tidur pada orang tua yang rutin mengonsumsi jus ceri asam, tapi efeknya masih tergolong ringan—jauh dibanding terapi seperti CBT.
Magnesium
Magnesium adalah mineral penting bagi banyak fungsi tubuh, termasuk penyerapan vitamin D dan kestabilan suasana hati. Tapi apakah ia membantu tidur?
Sayangnya, bukti ilmiah yang ada belum cukup kuat. Hanya sedikit studi besar yang meneliti hubungan magnesium dengan tidur, dan hasilnya pun saling bertentangan.
Yang menarik, magnesium tampaknya lebih berpengaruh terhadap kecemasan ringan dibanding kualitas tidur langsung. Dengan meredakan stres, ia mungkin membantu orang lebih mudah rileks. Tapi efeknya kecil. Dalam satu studi, orang yang mengonsumsi magnesium hanya tertidur 17 menit lebih cepat dari biasanya.
“Tidak besar, tapi juga bukan nihil,” kata Grandner.
Akar valerian
Valerian root--tanaman herbal asal Eropa dan Asia--sudah lama digunakan sebagai penenang ringan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa akar valerian bisa membantu orang tidur lebih cepat, namun studi lain menyimpulkan tak ada efek berarti.
Satu hal yang mulai dipahami adalah cara kerjanya di otak. Valerian diduga meningkatkan kadar GABA, zat kimia otak yang menekan aktivitas saraf berlebih dan bisa membantu mengurangi kecemasan.
Cannabidiol
Cannabidiol atau CBD, senyawa non-psikoaktif dari ganja, kini juga sering diandalkan untuk tidur. Berbeda dari suplemen lain, CBD bekerja pada sistem endokannabinoid, jaringan kompleks yang mengatur nafsu makan, memori, hingga imunitas.
Sejumlah studi menunjukkan CBD dapat mengurangi rasa nyeri dan kecemasan, meski efek langsungnya terhadap tidur belum sepenuhnya jelas.
“Hubungan antara tidur, nyeri, dan kecemasan itu dua arah,” kata Cheung, yang kini tengah meneliti efek cannabinoid terhadap insomnia. “Mengurangi satu bisa memperbaiki yang lain.”
Bidang ini, lanjutnya, “masih muda tapi sangat menjanjikan.” Bila nantinya terbukti efektif, CBD bisa menjadi alternatif alami baru bagi mereka yang selama ini bergantung pada pil tidur sintetis.


