close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi pekerja yang mengalami stres./Foto RibhavAgrawal/Pixabay.com
icon caption
Ilustrasi pekerja yang mengalami stres./Foto RibhavAgrawal/Pixabay.com
Sosial dan Gaya Hidup - Mental Health
Senin, 07 Juli 2025 18:07

Cemas terhadap hari Senin bisa memicu stres berkepanjangan

Dampak ini bukan hanya terjadi pada orang dewasa yang masih bekerja, tetapi juga mereka yang sudah pensiun.
swipe

Kecemasan terhadap hari Senin, bisa memicu Monday blues—perasaan negatif yang dirasakan seseorang di awal pekan. Beberapa penyebab Monday blues mencakup ketidakpuasan terhadap pekerjaan atau stres yang terkait pekerjaan. Tanda-tanda lainnya termasuk detak jantung yang meningkat, sakit kepala, dan otot yang tegang.

Sebuah penelitian yang terbit baru-baru ini di Journal of Affective Disorders bertajuk “Are anxious Mondays associated with HPA-axis dysregulation? A longitudinal study of older adults in England” mengungkap, hari Senin secara unik mendorong stres biologis jangka panjang, terlepas dari status kerja, dengan implikasi bagi kesehatan jantung.

Studi yang dipimpin seorang profesor di Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Hong Kong, Tarani Chandola ini mengidentifikasi fenomena biologis yang mencolok, yakni orang dewasa yang lebih tua yang merasa cemas pada hari Senin menunjukkan kadar hormon stres jangka panjang yang jauh lebih tinggi, hingga dua bulan kemudian.

Efek anxious Monday ini, yang diamati pada orang yang bekerja dan pensiunan, menunjukkan hubungan yang mengakar antara awal pekan dan disregulasi sistem respons stres tubuh, yang merupakan pemicu penyakit kardiovaskular.

Penelitian ini menganalisis data dari lebih 3.500 orang dewasa lanjut usia dalam studi longitudinal Inggris tentang penuaan atau English longitudinal study of ageing (ELSA). Studi tersebut menemukan, mereka yang melaporkan kecemasan pada hari Senin memiliki kadar kortisol 23% lebih tinggi dalam sampel rambut yang dikumpulkan dua bulan kemudian, dibandingkan mereka yang cemas pada hari-hari lain.

“Temuan ini menunjukkan adanya hubungan fisiologis antara awal minggu dan sistem respons stres tubuh, terutama sumbu hipotalamus-hipofisis-adrenal (HPA),” tulis Newsweek.

Disregulasi kronis pada sistem saraf, yang ditandai dengan peningkatan kadar kortisol yang berkelanjutan, telah diketahui dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular, resistensi insulin, dan disfungsi imun.

“Hari Senin bertindak sebagai ‘penguat stres’ kultural,” kata Tarani Chandola, dikutip dari Newsweek.

“Bagi sebagian orang dewasa yang lebih tua, transisi minggu ini memicu serangkaian peristiwa biologis yang berlangsung selama berbulan-bulan.”

Temuan utama lainnya, dilansir dari situs web The University of Hong Kong, antara lain dampaknya tetap ada di kalangan pensiunan, sehingga menantang asumsi bahwa stres di tempat kerja saja yang menjelaskan dampak pada hari Senin.

Lalu, hari Senin dikaitkan dengan lonjakan serangan jantung sebesar 19%. Kemudian, ditemukan pula, hanya 25% dari efek Senin disebabkan oleh tingkat kecemasan yang lebih tinggi pada hari itu. Sisanya, 75%, berasal dari dampak fisiologis kecemasan yang tidak proporsional pada hari Senin dibandingkan dengan kecemasan pada hari-hari lainnya.

Penelitian sebelumnya mencatat kortisol yang lebih tinggi pada hari kerja dibandingkan akhir pekan, sementara ini adalah penelitian pertama yang menunjukkan kalau hari Senin adalah hari yang sangat mengganggu. Temuan tersebut menunjukkan ritme sosial—bukan tuntutan pekerjaan—melekat dalam fisiologi manusia, dengan risiko kesehatan yang bertahan lama.

“Ini bukan tentang pekerjaan—ini tentang seberapa dalam hari Senin tertanam pada fisiologi stres kita, bahkan setelah kita tidak lagi bekerja,” tulis para peneliti.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan