sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Foxtrot Six: Aksi laga dalam impian teknologi serba virtual

Ide cerita dan pola pengadeganan Foxtrot Six pun tak berbeda seperti film laga dalam lingkaran kekuasaan pada umumnya.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Senin, 25 Feb 2019 01:20 WIB
Foxtrot Six: Aksi laga dalam impian teknologi serba virtual

Jakarta pada 2031. Perebutan kekuasaan di pusat Ibu Kota Republik Indonesia mengharuskan seorang anggota dewan perwakilan bernama Angga Saputra (Oka Antara) beradu dengan Wisnu (Edward Akbar). Keduanya dilibatkan sebagai satu tim yang akan menghadang, bahkan jika perlu menumpas, gerakan separatis Reform.

Sayang, ketika Angga menemui Wisnu untuk bernegosiasi agar mau turut bekerja sama mendukung pemerintahan di bawah Presiden Ahmad Barona, keduanya berseteru. Alih-alih bekerja sama, mereka lantas terpisah menjadi dua kelompok yang akan menghiasi film sepanjang 111 menit.

Apa yang membuat kedua karakter Angga dan Wisnu menyeret sekian banyak tokoh-tokoh lain? Dalam tim yang dibentuk Angga untuk menghadapi komplotan Wisnu (yang bersekongkol dengan Piranas—aliansi 4 figur politik, termasuk presiden), muncul enam tokoh yang melakukan “tindakan kepahlawanan”. Dan jadilah Foxtrot Six versus Piranas.

Enam pahlawan Foxtrot Six sesungguhnya sekumpulan kawan lama satu marinir angkatan darat. Mereka ialah Angga (Oka Antara), Ogi (Verdi Solaiman), Spec (Chicco Jerikho), Bara (Rio Dewanto), Tino (Arifin Putra), dan Ethan (Mike Lewis).

Sepanjang film ini digambarkan berturut-turut, kondisi negara dengan rakyat miskin dan kelaparan yang melahirkan gerakan separatis Reform. Aksi-aksi laga menegangkan, sadis, dan menguras emosi akan juga mengisi pandangan kita.

Kelompok Reform yang dipimpin oleh Sari (Julie Estelle) melakukan seberondong aksi untuk menggulingkan kekuasaan kepresidenan Barona yang korup. Angga yang mendapat mandat untuk menyerang Reform terkejut setelah mengetahui Reform dipimpin Sari—mantan wartawan yang adalah kekasihnya.

Angga dan Sari memiliki jalinan kasih yang tak tuntas di masa lalu. Angga mengira Sari telah meninggal setelah dikabarkan hilang dalam sebuah tugas jurnalistik. Tak disangka, mereka dipertemukan di momen genting saat gonjang-ganjing Republik.

Sepintas, Sari dan Angga berada dalam posisi sebagai dua pihak yang berseberangan. Namun, setelah memahami maksud Reform untuk melawan segelintir pihak yang hendak menggerogoti kekuasaan pemerintahan untuk mengambil keuntungan diri sendiri, Angga memihak Sari. Terlebih ada ikatan emosional kuat di antara mereka.

Sponsored

Saling-tempel laga Hollywood

Julie Estelle dalam film Foxtrot Six (2019)

Perangkat-perangkat teknologi virtual ditampilkan di sejumlah adegan film ini. Beberapa kali saya membelalak, atau menggumam “Wah!”. Notifikasi memori tanggal penting yang dimunculkan melalui layar tanpa medium fisik, teknologi mesin pemindai wajah, dan penampil (atau pemantul?) pesan dari ponsel ke kaca pintu mobil. Belum lagi jubah prototipe “The Hide” yang dapat membuat pemakainya tersembunyi karena terlihat tembus pandang.

Seluruh penerapan teknologi citra virtual itu sudah acap kali digunakan dalam film-film laga Hollywood. Tema cerita film ini pun setali tiga uang. Sudah banyak sekali film Amerika yang berkisah tentang upaya mempertahankan kedaulatan negara atau perlawanan pemerintah terhadap kelompok pemberontak, ala militer versus separatis, dan bumbu drama percintaan yang tersempil di antara laga-laga fisik berdarah-darah.

Ide cerita dan pola pengadeganan Foxtrot Six pun tak berbeda seperti film laga dalam lingkaran kekuasaan pada umumnya. Yang menarik, ialah keberhasilan cara bercerita itu diadaptasi dalam film Indonesia.

Tapi, jika pun kita harus memuji, itu karena sang sutradara Rany Korompis yang telah malang-melintang membidani film Hollywood. Ditambah keberanian dan persetujuan MD Pictures  dengan Rapid Eye Pictures dan East-West Synergy yang memungkinkan penggunaan teknologi computer graphics interface (CGI) dalam film ini.

Sungguhpun begitu, baku hantam keenam pahlawan dengan kubu Wisnu sungguh menarik. Kita akan dibuat yakin akan makna berjuang sampai titik darah penghabisan dari apa yang diupayakan Ethan. Di menit-menit akhir hidupnya setelah terbujur lemas dalam pelapis bodi berukuran besar, Ethan masih sanggup merekam pernyataan penting Presiden dengan kamera kecil yang digenggamnya. Perbincangan rahasia yang menguak kebusukan pemerintahan.

Namun, hingga pengujung pertarungan Angga dan Wisnu, saya tak jua menemukan apa soal utama dalam relasi Angga dan Wisnu sehingga mereka selalu bertentangan? Pangkal masalah ini luput diungkap, sampai-sampai saya terlalu larut dan merasa ngeri melihat adegan-adegan berlumur darah dan turut membenci para tokoh penjahat.

Di akhir film, Jakarta sudah aman tenteram. Konspirasi yang dilakukan Wisnu bersama Presiden dan kroninya sudah diringkus. Angga menggandeng Dinda, putrinya yang berusia 12 tahun melintasi perempatan Jalan H Agus Salim, Menteng, Jakarta Pusat. Kamera bergerak ke atas dan jelas memperlihatkan kabel-kabel listrik bertumpuk-tumpuk menjulur panjang.

Pemandangan itu kontras dengan teknologi serba virtual yang tampak dalam visualisasi sepanjang film. Omong-omong, 2031, ibu kota sudah pindah ke Pulau Kalimantan belum ya?

starstarstarstarstar3

Bahasa Inggris dipakai cukup baik sebagai bahasa pengantar film. Sayang tak ada yang baru dari ide ceritanya.

 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid