close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Superman dan anjingnya./Foto imdb.com
icon caption
Ilustrasi Superman dan anjingnya./Foto imdb.com
Sosial dan Gaya Hidup - Hiburan
Selasa, 15 Juli 2025 09:00

Isu imigran dan invasi dalam film Superman

Film Superman menimbulkan perdebatan soal isu imigran dan perang.
swipe

Film Superman tengah menyita perhatian penggemar film super hero keluaran DC Studios. Selain aksinya yang keren, ditambah bumbu komedi di beberapa adegan, Superman—yang diperankan David Corenswet—membawa wacana relevan isu-isu kekinian. Termasuk politik.

"Superman adalah kisah Amerika," kata sutradara Superman, James Gunn, dalam wawancaranya dengan The Times.

"Seorang imigran yang datang dari tempat lain dan menetap di negeri (Amerika Serikat) ini. Tapi lebih dari itu, ini tentang kebaikan manusia—sesuatu yang terasa mulai hilang dari kita."

Memang benar, Superman tiba di Bumi sebagai pengungsi dari planet yang sekarat, Krypton. Semenjak bayi, dia dirawat pasangan petani di Smallville, Kansas, Amerika Serikat. Meski begitu, pernyataan Gunn menuai kontroversi di Amerika Serikat.

Dikutip dari The Guardian komentar Gunn memicu kemarahan dari kalangan konservatif, termasuk pemeran serial Superman di televisi era 1990-an, Dean Cain, yang mengakui Superman memang imigran, tetapi menekankan kaitan dengan nilai-nilai Amerika tetap harus ada batasannya.

Mantan penasihat Donald Trump, Kellyanne Conway pun mengkritik, meski dia belum menonton filmnya, dia menyebut film ini sebagai ceramah ideologis. Para pengkritik menilai Gunn telah mempolitisasi tokoh superhero klasik. Bahkan, disebut NBC News, label “Superwoke” disematkan pada film ini oleh Fox News. Seorang pembawa acara Fox News, Jessie Watters, dengan sarkas menyebut di jubah Superman kini tertulis “MS-13”, merujuk pada nama geng kriminal yang sering digunakan sebagai propaganda anti-imigran.

Di Amerika Serikat, isu imigran cukup sensitif. Bahkan, pada awal Juni terjadi demonstrasi besar-besaran di Los Angeles menentang kebijakan imigrasi Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Aksi unjuk rasa yang berlangsung beberapa hari ini, diwarnai bentrokan, penggerebekan, dan penangkapan imigran.

Kenyataannya, menggambarkan Superman sebagai seorang imigran bukan hal baru. Malah sudah menjadi bagian lumrah dari karakternya.

NBC News menulis, sejak awal Superman memang simbol keberpihakan pada yang lemah dan tertindas. Karakter manusia super itu diciptakan pada 1938 oleh imigran Yahudi, Jerry Siegel dan Joe Shuster, di tengah gelombang kekejaman Nazi Jerman di Eropa. Dalam komiknya, Superman kerap digambarkan membela para imigran, melawan rasisme, hingga melawan korupsi.

Pada 2013, tulis Hollywood Reporter, kampanye “Superman is an Immigrant” pernah digagas untuk mengingatkan publik kalau sejal awal, Superman memang simbol imigran. Dia datang ke Bumi sebagai bayi pengungsi tanpa dokumen, tanpa kewarganegaraan.

“Jadi, tuduhan bahwa Superman baru saja dipolitisasi, terasa terlambat dan tidak berdasar. Superman sejak awal adalah cerminan dari paradoks Amerika itu sendiri—negara yang dibangun oleh para pengungsi, imigran, budak yang dibawa paksa, para pemimpi, dan mereka yang kehilangan tanah airnya,” tulis Hollywood Reporter.

Selain isu soal imigran, Superman juga mengangkat keterlibatannya dengan konflik dua negara: penyerangan Boravia—yang merupakan sekutu Amerika Serikat—terhadap negara miskin bernama Jarhanpur. Digambarkan, pasukan bersenjata lengkap Boravia menyerang warga sipil Jarhanpur di wilayah perbatasan, dengan anak-anak yang turut terancam di tengah konflik.

Warganet mengaitkan adegan ini dengan konflik Israel-Palestina, terutama di Gaza. Meski Gunn maupun para pemeran di film itu tak pernah menyatakan film ini secara langsung merujuk pada isu tersebut.

Adegan-adegan dari perang ini menunjukkan kontras yang mencolok: Boravia hadir dengan tank, senjata berat, dan tentara yang bersenjata lengkap, sedangkan warga Jarhanpur yang berkulit non-putih hanya bersenjatakan tongkat dan batu, mencoba bertahan di balik pagar perbatasan dari gempuran tentara Boravia.

Nuansa politik semakin kentara saat Presiden Boravia, Vasil Glarkos (Zlatko Buric), digambarkan secara fisik menyerupai Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Ia bersekutu dengan Lex Luthor (Nicholas Hoult), yang dalam sejarah komik memang sudah lama dimodelkan mirip dengan Donald Trump.

Menurut The National News, walau negara fiktif Boravia dan Jarhanpur sudah lama ada dalam semesta DC Comics, namun kemiripan dengan konflik Israel-Palestina di film ini sulit dianggap kebetulan. Terlebih, Gunn mulai menulis film ini pada periode yang berdekatan dengan meletusnya kembali perang di Gaza pada Oktober 2023.

James Gunn sendiri tidak pernah terang-terangan menghubungkan filmnya dengan konflik nyata tersebut. Namun, dalam wawancara dan interaksi media sosial, dia menunjukkan kesadaran akan pembacaan politis terhadap filmnya.

“Dia bahkan pernah dikaitkan dengan komedian Mesir, Bassem Youssef, yang mengaku kehilangan peluang peran di film tersebut akibat komentarnya tentang perang Gaza—klaim yang kemudian diklarifikasi Gunn sebagai kesalahpahaman,” tulis The National News.

Di samping itu, Gunn memang memasukkan banyak referensi dunia nyata dalam filmnya. Salah satunya kelemahan Superman yang baru, selain kryptonite, dia juga rentan terhadap algoritma manipulatif Lex Luthor dan membaca komentar di media sosial.

Karena itu, jika di film ini Superman terlihat akrab dengan dunia media sosial atau Luthor yang digambarkan melatih pasukan monyet untuk membanjiri dunia denan tweet-tweet jahat, semua itu terasa sebagai sindiran yang cerdas sekaligus relevan. Dunia kita saat ini memang penuh dengan kebisingan digital.

Terlepas dari segala spekulasi, bagi Gunn, Superman lebih dari sekadar film politik. Ini adalah kisah tentang harapan—tentang kebaikan manusia yang masih ada di tengah dunia yang penuh kebencian, terutama di jagat media sosial.

"Superman muncul di saat orang kehilangan harapan akan kebaikan sesama," kata Gunn, dikutip dari NBC News.

"Saya hanya ingin bercerita tentang seseorang yang luar biasa baik—dan dunia sekarang sangat membutuhkannya."

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan