Tak semua orang bisa kita jadikan sahabat. Terkadang, tak peduli berapa lama kita mengenal seseorang, belum tentu bisa kita bisa nyaman ngobrol panjang lebar atau bahkan curhat kepada orang tersebut.
Namun, yang sebaliknya bisa terjadi. Meskipun baru bertemu atau sesekali ngobrol, kita bisa merasakan koneksi instan dengan orang tertentu. Perasaannya mungkin serupa saat bertemu pasangan atau sobat lama kita.
Ternyata ada alasan ilmiah yang mendasari itu. Riset yang dilakoni para peneliti di Dartmouth College, Hanover, New Hampshire, Amerika Serikat, menemukan bahwa orang-orang yang "klik" biasanya punya aktivitas otak yang sama ketika menyaksikan sesuatu atau mengalami peristiwa serupa.
Dalam risetnya, para peneliti melibatkan 42 relawan. Para partisipan riset lantas dikondisikan untuk menonton video pendek yang sama. Selagi mereka menonton, aktivitas otak mereka diukur menggunakan alat Functional Magnetic Resonance Imaging (FMRI).
Hasil riset menunjukkan aktivitas otak orang-orang yang punya kedekatan personal cenderung seragam, termasuk di area yang meregulasi proses emosional, perhatian, dan di area inferior parietal lobe yang dikaitkan dengan kemampuan untuk menaksir kondisi mental orang lain.
"Orang-orang di jejaring sosial yang sama juga menunjukkan aktivitas neural yang sama ketika memproses konten cerita narasi dan merasionalisasi peristiwa secara umum," kata Thalia Wheatley, salah satu peneliti di riset itu seperti dikutip dari Psycological Today.
Sinkronisasi aktivitas antara satu orang dengan orang lainnya bisa mengindikasikan hasrat untuk pertemanan lebih jauh. Semakin lama dua orang yang "serupa" berkawan, maka semakin kuat sinkronisasi neural keduanya.
"Temuan ini juga kemungkinan terkait dengan riset sebelumnya yang menunjukkan bahwa orang-orang yang punya gesture sama cenderung bisa mudah nyambung," jelas para peneliti.
Kesamaan cara kita bicara juga menjadi ukuran seberapa besar peluang seseorang bisa klik dengan yang lain. Studi-studi mengenai language style matching (LSM) menunjukkan bahwa orang-orang yang punya kekhasan gaya bahasa serupa bisa merasakan koneksi yang kuat meskipun baru pertama kali bertemu.
"LSM bukan tentang apa yang kita katakan, tetapi bagaimana kita mengatakannya, terutama saat menggunakan kata-kata tertentu," jelas pakar psikologi dari Northwestern University, AS, Sebnem Ture.
Ture mencontohkan salah satu riset mengenai LSM pada kencan kilat. Hasil riset menunjukkan pasangan dengan gaya bicara serupa cenderung punya ketertarikan yang lebih besar antara satu dengan lainnya ketimbang pasangan yang LSM-nya rendah.
"Bahkan ketika orang-orang berasal dari latar belakang yang berbeda, kesamaan gaya bicara bisa menjadi sinyalemen adanya koneksi khusus, membuat mereka cenderung bakal terus berkontak," jelas Ture.
Selain gaya bahasa dan aktivitas neuron, menurut Ture, tingkat keakraban juga ditentukan sejumlah faktor lainnya, semisal kesamaan usia, etnis, kelas, dan pendidikan.
"Ada peluang yang lebih besar bagi seseorang untuk secara instan akrab dengan orang lain yang punya karakteristik sama karena mereka merasa bisa lebih nyambung," ujar Ture.
Faktor lainnya ialah selera humor. Riset yang dilakoni para peneliti di University of North Carolina menunjukkan mereka yang punya selera humor yang sama cenderung lebih cepat nyambung ketimbang mereka yang selera humornya sama sekali berbeda.
Dalam risetnya, para peneliti melibatkan puluhan partisipan yang sama sekali tidak saling mengenal. Mereka kemudian dikondisikan untuk menonton video yang sama. Respons mereka terhadap isi video itu direkam, apakah tertawa lepas, sekadar tersenyum, atau cenderung netral.
"Yang tertawa bersama terindikasi melihat dunia dari kaca mata yang sama dan itu secara instan bisa meningkatkan perasaan terkoneksi antara satu dan lainnya," kata Sara Algoe, salah satu peneliti dalam riset tersebut.