Di era ketika pencapaian dan kesibukan sering dijadikan tolok ukur kebahagiaan, banyak orang yang diam-diam merasa kosong—meski dari luar tampak sempurna. Mereka tetap bekerja, tetap tertawa, bahkan tetap menginspirasi, namun di dalam diri, ada ruang yang hampa dan sulit dijelaskan.
Dr. Judith Joseph, seorang psikiater dan peneliti terkemuka AS, mengenal kondisi ini bukan hanya lewat penelitian, tapi juga dari pengalamannya sendiri. Dalam perjalanannya, ia menemukan bahwa kegembiraan sejati bukanlah hasil dari kesuksesan luar, melainkan sesuatu yang bersumber dari dalam diri—dan bisa hilang, meski kita terlihat "berfungsi" dengan baik.
Melalui kisah pribadi dan pendekatan ilmiahnya, Joseph mengajak kita menyadari pentingnya mengenali emosi, membuka ruang untuk merasa, dan membangun kembali koneksi dengan makna hidup.
Artikel ini menelusuri bagaimana ia mengupas fenomena depresi fungsi tinggi, dan bagaimana kita semua bisa mulai menemukan kembali kegembiraan yang mungkin selama ini tersembunyi.
Depresi tingkat tinggi
Joseph telah menghabiskan sebagian besar hidupnya menyelami topik yang dekat dengan hati banyak orang, namun sering terabaikan: kegembiraan.
“Kita diciptakan dengan DNA untuk kegembiraan. Itu adalah hak asasi kita sebagai manusia,” ungkapnya dalam sebuah percakapan baru-baru ini.
Baginya, kegembiraan bukan sekadar perasaan sesaat yang menyenangkan. Lebih dari itu, ia percaya bahwa kegembiraan adalah bagian dari struktur paling dasar kemanusiaan kita. Keyakinan ini mendorongnya meneliti lebih dalam, terutama soal mengapa banyak orang justru kesulitan merasakannya.
Lewat bukunya yang baru terbit, High Functioning: Overcome Your Hidden Depression and Reclaim Your Joy, Joseph memperkenalkan istilah “depresi fungsi tinggi” — sebuah kondisi psikologis yang mungkin tak terlihat secara kasat mata, namun nyata dirasakan.
Ia menjelaskan bahwa sebagian orang bisa menjalani hari-hari mereka dengan tampak normal, bahkan sukses, namun tetap merasa hampa di dalam. “Mereka tidak harus bersedih untuk memenuhi kriteria depresi,” katanya. Salah satu cirinya adalah anhedonia, yakni ketidakmampuan merasakan kenikmatan atau kegembiraan.
Joseph tahu benar bagaimana rasanya. Ia tak hanya meneliti kondisi ini secara akademis, tapi juga mengalaminya sendiri. Tahun 2020 menjadi titik balik. Kala itu, ia tengah berada di puncak karier: mengelola laboratorium, tampil di televisi, dan menjalani kehidupan keluarga yang tampak ideal. Namun di balik semua itu, ia berjuang melawan anhedonia.
“Saya memakai topeng ini. Dari luar, semuanya tampak baik-baik saja,” kenangnya.
Menurut Joseph, tantangan terbesar dari depresi fungsi tinggi adalah seringnya kondisi ini tak terdeteksi, baik oleh diri sendiri maupun lingkungan sekitar. Anhedonia, bersama dengan aleksitimia — kesulitan dalam mengidentifikasi dan mengekspresikan emosi — bisa membuat seseorang tampak “baik-baik saja” padahal sebenarnya sedang tenggelam dalam kekosongan emosional.
Namun perlahan, ia mulai membuka ruang bagi kebahagiaan. Bukan lewat pencapaian profesional, melainkan melalui kedekatan dengan keluarga, komunitas, dan rasa berarti dari membantu orang lain menemukan kebahagiaan mereka sendiri.
Dalam perjalanannya, Joseph mengembangkan pendekatan yang ia sebut sebagai lima V — langkah sederhana namun bermakna untuk kembali terhubung dengan kegembiraan:
Validasi, atau mengenali dan menerima perasaan sendiri. “Kalau kita tidak tahu apa yang kita rasakan, kita akan bingung dan merasa cemas,” jelasnya.
Ventilasi, yaitu membicarakan perasaan kepada orang yang dipercaya. Tapi ia mengingatkan agar tetap menjaga etika emosional saat berbagi, termasuk memastikan waktu dan situasinya tepat.
Valuasi, tentang menemukan kembali makna dan tujuan hidup. Bukan dari penghargaan atau prestasi semata, tapi dari hal-hal yang tak ternilai seperti hubungan manusia dan pengalaman yang menyentuh hati.
Vital, yakni menjaga kebutuhan dasar tubuh seperti makan sehat, tidur cukup, dan berolahraga. Tampak sederhana, namun seringkali diabaikan.
Dan yang terakhir, Visi. Joseph mendorong orang untuk mulai merancang kebahagiaan masa depan dan berhenti terjebak dalam kenangan yang menyakitkan.
Namun ia juga memberi catatan penting: jangan terburu-buru. Lima langkah ini bukan daftar tugas harian, melainkan proses hidup. “Jangan terlalu bersemangat,” katanya, sambil tersenyum. “Ini bukan proyek kantor. Ini tentang hidup Anda.”
Bagi Joseph, kegembiraan bukanlah sesuatu yang bisa dibeli atau dikejar dari luar. Ia menggambarkannya sebagai sesuatu yang bersumber dari dalam, sesuatu yang sejak awal sudah dimiliki manusia.
“Kegembiraan itu terpendam di dalam diri,” katanya. “Anda tidak perlu mengajarkannya kepada anak. Kita dibangun dengannya.”(CNN)