close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi lomba makan kerupuk./Foto AI ChatGPT
icon caption
Ilustrasi lomba makan kerupuk./Foto AI ChatGPT
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 15 Agustus 2025 17:01

Lomba makan kerupuk mirip koekhappen, apakah saling terkait?

Koekhappen sudah dikenal sebagai permainan dari Belanda sejak lampau.
swipe

Setiap perayaan hari kemerdekaan Indonesia, lomba makan kerupuk menjadi salah satu yang favorit. Cara bermainnya sederhana. Kerupuk digantung pada seutas tali horizontal, sedangkan para pemain—biasanya matanya ditutup kain—berada di bawah kerupuk itu. Pemenangnya adalah pemain yang menghabiskan kerupuk lebih banyak, tanpa menggunakan tangan, dengan durasi tertentu.

Kerupuk tercatat dalam naskah Jawa kuno sejak sebelum abad ke-10. Jenis kerupuk yang tercatat adalah kerupuk rambak, yang terbuat dari kulit sapi atau kerbau—sekarang kita mengenalnya sebagai kerupuk kulit atau krechek.

Menurut sejarawan Fadly Rahman kepada Antara, kerupuk terdapat dalam peninggalan sumber-sumber tertulis, seperti prasasti dan naskah di Jawa Tengah dan Jawa Timur sejak abad ke-10. Prasasti yang menyebut kerupuk, menurut Fadly dalam Historia.id adalah Prasasti Batu Pura, yang tertulis kerupuk rambak.

Pada perkembangannya, kerupuk menyebar ke seluruh Nusantara. Menciptakan berbagai macam varian, dengan bahan-bahan berbeda.

Menurut beberapa sumber, salah satunya Antara, lomba makan kerupuk mulai dikenal dalam perayaan hari kemerdekaan Indonesia pada 1950-an. Kerupuk, dilansir dari Antara, menjadi makanan pokok rakyat sejak masa resesi global (malaise) tahun 1930 hingga 1940-an. Sebab, harganya murah dan mudah dijangkau.

“Karena itu, saat masa perjuangan dan kemiskinan, kerupuk dianggap sebagai lambang kesetaraan dan kehidupan rakyat kecil,” tulis Antara.

Jika diperhatikan, lomba makan kerupuk mirip dengan koekhappen di Belanda. Dikutip dari situs UTE International Lounge, koekhappen adalah permainan yang sering dimainkan anak-anak pada pesta ulang tahun atau perayaan Koningsdag (Hari Raja) di Belanda.

Namun, mereka tidak memakai kerupuk. Yang digantung pada seutas benang atau tali adalah potongan ontbijtkoek (sejenis kue rempah) atau camilan lainnya. Sama seperti lomba makan kerupuk, para pemain harus mencoba menggigit kue itu tanpa menggunakan tangan.

Shafan Nugraha dalam buku Pariwisata dan Permainan Tradisional (2024) menyebut, koekhappen berasal dari kata koek yang artinya kue dan happen yang artinya menggigit.

Tak jelas kapan pertama kali koekhappen diadakan di Belanda dan siapa penciptanya. Namun, menurut Vruger, koekhappen pernah dimainkan di rumah sakit jiwa Voorburg di Belanda saat memperingati 40 tahun masa pemerintahan Raja Willem III pada 1889.

Bisa jadi, lomba makan kerupuk terinspirasi dari koekhappen. Sebab, pada 1920-an dan 1930-an, sudah tercatat koekhappen diadakan di beberapa daerah di Hindia Belanda, sebagai bentuk kemeriahan suatu perayaan.

Misalnya, surat kabar Bataviaasch nieuwsblad edisi 29 Agustus 1936 menyebut, ada perlombaan permainan rakyat, seperti panjat tiang, balap karung, tarik tambang, dan menggigit kue atau koekhappen dalam sebuah acara perayaan.

Lalu, koran De Sumatra Post edisi 8 Januari 1937 menulis Oranjefeest (Festival Oranye)—perayaan yang diadakan untuk menghormati keluarga Kerajaan Belanda—diadakan di Ceramstraat atau Poloniaweg, serta Kerkstraat atau Paleisweg.

“Di mana mereka bisa menyaksikan koekhappen, balap karung, dan balap telur dengan penuh semangat, dan terutama anak-anak prasekolah, dengan mata berninar-binar bersaing untuk mendapatkan hadiah menarik,” tulis De Sumatra Post.

Meski begitu, lomba makan kerupuk menyimpan filosofi tersendiri. Menurut Jehan Fiqhi Y dalam buku kumpulan artikel Ketika Huruf V Digugat (2018), lomba makan kerupuk adalah simbol kesadaran pada sejarah. Kerupuk sebagai simbol kedaulatan yang utuh, digerogoti para penjajah di masa lalu.

“Maka, harapan diadakannya lomba makan kerupuk adalah memperingati akan pentingnya kedaulatan agar kelak tidak kembali dikoyak penjajah,” tulis Jehan.

Sementara Remandhia Mulcki, Danuh Tyas Pradipta, dan Genardi Atmadiredja dalam tulisannya “Gamification of Heritage Preservation: Exploring Values and Transmission” di Proceedings of the International Conference on Multidisciplinary Studies volume 829 (2023) menulis, ada sejarah kelam terkait dengan perlombaan di hari kemerdekaan.

“Misalnya, lomba makan kerupuk diibaratkan sebagai kondisi ekonomi yang sulit pada masa itu (penjajahan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan),” tulis Remandhia, Danuh, dan Genardi.

img
Fandy Hutari
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan