sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Mengenal diffuse axonal injury, diderita korban penganiayaan Mario Dandy

Kondisi DAI menjadi salah satu penyebab paling umum kecacatan dan kematian pada orang dewasa.

Gempita Surya
Gempita Surya Selasa, 28 Feb 2023 07:42 WIB
Mengenal <i>diffuse axonal injury</i>, diderita korban penganiayaan Mario Dandy

Cristalino David Ozora (17) mengalami diffuse axonal injury (DAI) sehingga koma beberapa hari. Kondisi ini timbul akibat tindakan penganiayaan oleh Mario Dandy Satrio (20), anak eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu), pada Senin (20/2). Apa itu DAI?

Secara umum, diffuse axonal injury adalah salah satu jenis cedera otak traumatis dan termasuk kategori cedera kepala berat. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, dari seluruh cedera yang menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari di Indonesia, 11,9% di antaranya disebabkan kasus cedera kepala.

Sementara itu, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) memperkirakan ada lebih dari 1,5 juta kasus cedera otak traumatis yang dilaporkan setiap tahun di Amerika Serikat (AS). Kondisi ini menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan di kalangan anak-anak dan dewasa muda.

Diffuse axonal injury (DAI) utamanya disebabkan kecelakaan saat mengendarai kendaraan bermotor, saat berolahraga, kekerasan, hingga jatuh yang tak disengaja. Mengutip Johns Hopkins Medicine, pasien yang didiagnosis DAI mengalami robekan di serabut saraf penghubung panjang otak (akson).

Kerusakan dari otak pada DAI merupakan hasil pergeseran yang terjadi ketika kepala bergerak secara cepat dan paksa, yang bisa terjadi karena kecelakaan kendaraan, jatuh, dan lainnya.

"Guncangan otak terhadap sisi tengkorak dapat menyebabkan robekan lapisan dalam, jaringan, dan pembuluh darah yang menyebabkan pendarahan dalam, memar, atau pembengkakan otak," demikian keterangan di laman Johns Hopkins Medicine, dikutip Selasa (28/2).

Kondisi DAI disebut menjadi salah satu penyebab paling umum kecacatan dan kematian pada orang dewasa. Studi epidemiologis yang diterbitkan di Front Neurol pada 2016 menemukan, sebanyak 24 orang dari 78 pasien (30,8%) meninggal dunia dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian DAI.

Melansir Spinal Cord, kemampuan untuk pulih tidaknya pasien dari DAI dipengaruhi berbagai faktor. Misalnya, tingkat keparahan lesi otak, area otak yang terdampak, hingga perawatan yang dilakukan.

Sponsored

"Banyak orang yang menderita cedera otak yang parah seperti ini mungkin harus berjuang dengan masalah otak dan sistem saraf sepanjang hidupnya," dikutip dari laman resmi Spinal Cord.

Sementara itu, sebagian besar penelitian menunjukkan pemulihan pascacedera otak dapat terjadi, terutama pada orang yang lebih muda. Pasalnya, dalam beberapa kasus, area lain di otak menggantikan jaringan yang cedera. Adapun pada kasus lainnya, otak belajar mengalihkan informasi dan berfungsi di sekitar area yang rusak.

Namun, hal ini tidak dapat diprediksi secara pasti sebab setiap cedera otak memiliki tingkat pemulihan berbeda. Bahkan, tidak jarang proses pemulihan dari cedera otak perlu perawatan dan rehabilitasi seumur hidup.

Pasien yang pulih dari DAI usai menjalani perawatan intensif juga berpotensi mengalami dampak yang bersifat sementara hingga permanen. Efek yang mungkin terjadi pada pasien DAI yang berangsur pulih, antara lain, berupa penurunan fungsi kognitif, motorik, sensorik, fungsional, kesulitan berkomunikasi dan berbahasa, kesulitan sosial, gangguan regulasi, epilepsi, hingga perubahan kepribadian atau kejiwaan.

Mengutip Medical News Today, pakar kesehatan secara umum memandang pasien yang terdiagnosis DAI parah menjadi baik mengingat cedera trauma otak menjadi penyebab utama kematian dan kecacatan permanen di seluruh dunia. Namun, perawatan darurat diyakini penting untuk menstabilkan kondisi seseorang usai mengalami cedera, salah satunya melalui program terapi yang komprehensif.

"Jika seseorang mendapatkan kembali kesadarannya dan menjadi stabil, program terapi komprehensif dari tim rehabilitasi cedera otak dapat membantu memulihkan kualitas hidup pasien," dikutip dari laman Medical News Today.

Berita Lainnya
×
tekid