close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi kecerdasan buatan. /Foto Pixabay
icon caption
Ilustrasi kecerdasan buatan. /Foto Pixabay
Sosial dan Gaya Hidup
Senin, 08 September 2025 11:05

Momen 'eureka' AI: Saat mesin tiba-tiba “memahami” manusia

Studi terbaru mengungkap fase transisi pada AI generatif, yakni momen ketika AI beralih dari pola kata ke pemahaman makna. Riset ini penting bagi masa depan AI yang lebih bisa dijelaskan.
swipe

Kita sering membayangkan kecerdasan buatan (AI) sebagai otak raksasa yang dingin dan misterius. Ia bisa menulis esai, menggambar ilustrasi, bahkan bercakap dengan manusia. Tapi, apa yang sesungguhnya terjadi di dalam mesin ini? Seperti otak manusia, arsitektur AI—khususnya yang berbasis pembelajaran mesin—masih menyimpan banyak rahasia.

Baru-baru ini, sekelompok peneliti dari SISSA Medialab, Italia, mengklaim berhasil menemukan “titik balik” penting dalam cara model bahasa besar (LLM) belajar. Hasil riset mereka dipublikasikan di Journal of Statistical Mechanics: Theory and Experiment, belum lama ini. 

Mereka menemukan sesuatu yang selama ini kita curigai, tapi belum pernah dijelaskan dengan gamblang: ada momen ketika AI berhenti sekadar membaca urutan kata, lalu tiba-tiba mulai memahami arti di balik kata-kata itu.

“Banyak studi empiris menunjukkan munculnya kemampuan baru dalam proses belajar model bahasa. Namun, secara teoritis, bagaimana mekanisme itu lahir masih sulit dipahami,” tulis Hugo Cui, peneliti Harvard, bersama timnya dari EPFL.

Bayangkan seorang anak SD yang sedang belajar membaca. Awalnya, ia hanya mengeja huruf, merangkai bunyi. Tapi suatu hari, lampu di kepalanya seakan menyala: huruf-huruf itu bukan sekadar simbol, melainkan cerita. "LLM juga mengalami momen serupa," jeals para peneliti. 

Sebelum titik itu, AI hanya bergantung pada posisi kata dalam kalimat. Sesudahnya, seketika ia beralih ke pemahaman makna. Bukan proses gradual, melainkan lompatan mendadak.

Untuk menjelaskan fenomena ini, para peneliti menarik analogi dari fisika klasik: Ising model. Teori ini menjelaskan transisi fase pada besi magnet. Saat mencapai suhu tertentu, besi yang tadinya teratur bisa berubah menjadi kacau.

Begitu juga dengan AI. Ada “suhu kritis” di mana ia berhenti bergantung pada pola posisi kata dan mulai menangkap makna. "Itu adalah switchpoint atau titik balik pembelajaran," jelas Cui dan kawan-kawan. 

Para peneliti menyamakan momen "pencerahan AI" itu dengan seruan legendaris Archimedes: "Eureka!—“aku menemukannya!” Bedanya, kali ini bukan manusia yang berteriak kegirangan, melainkan mesin yang diam-diam beralih ke tahap pemahaman baru.

Pertanyaannya, kenapa hal ini penting? Pengamat teknologi Cami Rosso mengatakan memahami cara kerja AI krusial lantaran teknologi AI kini hampir digunakan di semua aspek kehidupan. 

Laporan National Bureau of Economic Research (NBER) pada Februari 2025, misalnya, mencatat 39% responden di Amerika Serikat sudah memakai AI generatif, baik di kantor maupun di rumah. 

"ChatGPT, Gemini, dan Copilot adalah tiga nama paling populer," jelas Rosso seperti dikutip dari Psychology Today. 

Meski demikian, kebanyakan pengguna hanya menikmati hasilnya tanpa tahu proses di balik layar. "Kita memperlakukan AI seperti kotak hitam: masukkan pertanyaan, keluarkan jawaban," imbuhnya. 

Riset ini memberi kita kunci untuk sedikit mengintip isi kotak itu. Jika kita tahu bagaimana AI memahami bahasa, kita bisa mengembangkan sistem yang lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan—bukan sekadar mesin yang pandai meniru.

Implikasinya besar. Pertama, kita bisa lebih mudah merancang AI yang bisa dijelaskan (explainable AI). Kedua, kita bisa menilai risiko sekaligus potensi AI dengan lebih objektif. 

"Ketiga, kita bisa berhenti menganggap AI sebagai “sulap teknologi” dan mulai memahaminya sebagai sistem ilmiah dengan hukum yang jelas," ujar Roso. 


 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan