close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Anak-anak tengah bermain di area permainan yang ada di Taman Swadarma, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Selasa (30/4/2024). Alinea.id/Stephanus Aria
icon caption
Anak-anak tengah bermain di area permainan yang ada di Taman Swadarma, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Selasa (30/4/2024). Alinea.id/Stephanus Aria
Sosial dan Gaya Hidup
Jumat, 03 Mei 2024 18:01

Siasat dan urgensi menambah ruang terbuka hijau di Jakarta

Berdasarkan situs Jakarta Satu, luas total RTH di Jakarta 33,54 juta meter persegi atau hanya 5,2%.
swipe

Sore itu, sejumlah anak-anak ditemani orang tua mereka, tengah bermain perosotan di area permainan di Taman Swadarma, Pesanggrahan, Jakarta Selatan yang asri. Pepohonan melindungi mereka. Di ruang terbuka hijau (RTH) itu juga terdapat fasilitas lain, seperti lapangan futsal, voli, lintasan joging, dan tempat duduk. Taman itu pun “dilindungi” pagar yang dijaga petugas di pintu masuknya.

Maryati, 42 tahun, seorang pedagang di dekat Taman Swadarma senang dengan adanya RTH yang mulai dibangun pada 2015 lalu tersebut. Selain membuka ruang baru bagi masyarakat untuk berkumpul, kata dia, keberadaan taman seluas kira-kira 12.000 meter persegi itu juga mendatangkan rezeki bagi pedagang seperti dirinya.

“Untuk kebersihan, ini (Taman Swadarma) dibersihkan sama petugas. Kalau untuk keamanan, kebetulan taman ini juga dekat dengan tempat (permukiman) warga ya. Jadi, sejauh ini masih aman,” tutur Maryati kepada Alinea.id, Selasa (30/4).

Di sisi lain, Dimas Saputra, 17 tahun, mengaku sering berkunjung ke RTH Kalijodo, Penjaringan, Jakarta Utara. RTH yang diresmikan pada 2017 dengan luas sekitar 10 hektare tersebut memiliki fasilitas, seperti skate park, arena bermain sepeda BMX, dan lintasan joging.

Namun, Dimas menyayangkan, RTH Kalijodo agak terbengkalai. “Banyak fasilitas yang bagus, tapi sepi. Banyak warung (tenda) yang tutup,” ujar Dimas, Selasa (30/4).

RTH Kalijodo memang sangat sepi. Ada warung-warung tenda berdiri, tetapi seluruhnya tutup. Memberikan kesan tak terawat, walau lingkungannya terlihat bersih.

“Mungkin bsa dirapiin tempat jualan-jualan makanannya,” ucap Dimas.

Pengunjung RTH Kalijodo lainnya, Hafiz Ramadan, 23 tahun, setuju pemerintah perlu menambah taman-taman kota. Akan tetapi, tak asal membangun lantas tak diurus. “Kan sayang uang sudah dibuang bikin taman (seperti RTH Kalijodo), tapi kesannya berantakan,” tutur Hafiz, Selasa (30/4).

“Kayak gini, sudah bagus, luas fasilitasnya, tapi banyak stand jualan yang kayaknya sudah enggak kepake terus malah didiemin saja kan jadi sayang,” ujar dia.

Kesan terbengkalai di RTH Kalijodo adalah salah satu contoh dari beberapa taman dan hutan kota lainnya yang kurang terawat. Di sisi lain, RTH di Jakarta menjadi sorotan lantaran beberapa waktu lalu ditemukan banyak alat kontrasepsi di RTH Tubagus Angke, Grogol Petamburan, Jakarta Barat. Diduga, berdasarkan penemuan kondom tersebut, RTH tadi dijadikan tempat prostitusi ilegal. Selain masalah tadi, nyatanya secara kuantitas RTH di Jakarta juga masih jauh dari jumlah ideal 30%.

Berdasarkan situs Jakarta Satu, luas total RTH di Jakarta 33,54 juta meter persegi atau hanya 5,2%. Rinciannya, di Jakarta Selatan seluas 8,45 juta meter persegi (25,2%), Jakarta Timur 8,71 juta meter persegi (25,99%), Jakarta Barat 2,9 juta meter persegi (8,66%), Jakarta Utara 6,97 juta meter persegi (20,81%), Jakarta Pusat 4,23 juta meter persegi (12,62%), dan Kepulauan Seribu 10.902 meter persegi (0,03%).

Seorang pria tengah berjalan di ruang terbuka hijau (RTH) Kalijodo, Cilincing, Jakarta Utara, Selasa (30/4/2024). Alinea.id/Stephanus Aria

Pengamat tata kota Nirwono Joga mengatakan, bukan sesuatu yang aneh bila Jakarta Timur punya RTH yang luas dibandingkan wilayah lain di Jakarta. Sebab, kawasan Jakarta Timur didominasi industri, yang pemanfaatan lahannya tidak terlalu masif ketimbang Jakarta Barat dan Jakarta Selatan yang didominasi permukiman.

“Kalau kita bicara komposisi, dulu justru daerah Kemang (Jakarta Selatan) sampai ke arah Ciganjur itu kan merupakan daerah resapan air, yang sebenarnya diposisikan tidak bolah banyak terbangun,” kata Nirwono saat dihubungi, Senin (29/4).

“Tapi coba kita lihat (sekarang) daerah Kemang sampai ke Ciganjur, semuanya habis untuk gedung dan permukiman.”

Jumlah RTH di Jakarta memang menyusut seiring waktu. Tahun 1965 justru RTH di Jakarta tercatat 37,2%. Lalu, tahun 1985 masih 25,85%.

“Artinya, kita punya sejarah yang indah ya dulu, ruang terbuka hijau kita lebih dari angka 30%,” kata Nirwono.

“Dengan demikian, berarti pemerintah harus bekerja keras untuk menambah ruang terbuka hijau dari segi kuantitas.”

Padahal, selain menjadi daerah resapan air untuk meminimalisir risiko bencana banjir, Nirwono menjelaskan, RTH merupakan ujung tombak mitigasi perubahan iklim.

Pemprov Jakarta memang masih akan membangun RTH. Lewat akun Instagram resminya @tamanhutandki, Jumat (26/2), tahun ini Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) Pemprov Jakarta bakal membangun 10 taman, tiga hutan kota, dan satu tempat pemakaman umum (TPU) yang mencapai 46.955 meter persegi.

Rinciannya, di Jakarta Selatan akan dibangun enam taman dengan luas total mencapai 9.248 meter persegi dan satu hutan kota dengan luas 6.000 meter persegi; Jakarta Timur tiga taman dengan luas mencapai 10.780 meter persegi, dua hutan kota seluas 12.900 meter persegi, serta TPU seluas 5.290 meter persegi; dan Jakarta Utara satu taman dengan luas 2.737 meter persegi,

Menurut Nirwono, untuk menambah RTH, bisa memanfaatkan ulang daerah bantaran kereta api kiri-kanan, kolong jembatan layang, lahan-lahan yang terbengkalai, serta permukiman ilegal.

“Kalau di Sydney (Australia) atau di Hong Kong, itu akan diintervensi pemerintah. Tanah itu diambil alih sementara oleh pemerintah, dipaksa dihijaukan dan dijadikan ruang publik,” tutur Nirwono.

“Jadi tidak dibiarkan terbengkalai. Pemerintah mengolah dan menjadikan taman, jadi warga dapat menggunakan untuk olahraga, rekreasi. Nanti kalau si pemilik lahan yang mau mengambil tanah untuk dibangun lagi, dia wajib mengganti biaya yang sudah dikeluarkan pemerintah dalam hal penghijauan tadi.”

Biaya perawatan RTH, kata Nirwono, mahal. Hal ini menjadi kendala bagi Distamhut Jakarta. RTH di Tubagus Angke yang belum lama ini mendapat sorotan, sebut Nirwono, membuktikan pengelolaan, pengawasan, dan perawatan RTH belum maksimal.

“Pemprov (Jakarta) perlu meminta anggaran lebih besar untuk merawat. Misalnya, kalau kita bandingkan Jakarta dengan Singapura untuk teknisnya, di Jakarta itu satu meter persegi biayanya (perawatan) hanya Rp2.000. Tapi, kalau di Singapura, satu meter persegi bisa mencapai angka Rp100.000-Rp200.000,” ucap Nirwono.

“Artinya, biayanya kan berkali-kali lipat, sehingga tidak heran kualitasnya jauh lebih bagus.”

Tak kalah penting, menurut Nirwono, soal sumber daya manusia. “Memadai atau tidak untuk merawat seluruh ruang terbuka hijau di Jakarta?” tutur dia.

Nirwono pun mengatakan, pemerintah perlu mempertimbangkan menggandeng pihak swasta untuk terlibat dalam pembangunan dan perawatan RTH. Tujuannya, agar beban APBD bisa lebih ringan untuk membangun RTH baru.

“Jadi ada keseimbangan. Developer disuruh membangun taman yang bagus, tapi di tengah kota yang strategis,” ujar dia.

“Pemerintah menyediakan taman-taman, tetapi di permukiman padat-kumuh.”

img
Stephanus Aria
Reporter
img
Fandy Hutari
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan