close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi media sosial. /Foto Pixabay.
icon caption
Ilustrasi media sosial. /Foto Pixabay.
Sosial dan Gaya Hidup
Sabtu, 14 Juni 2025 14:00

Dari stecu hingga Paksu: Bagaimana TikTok "menormalisasi" bahasa gaul

Istilah setelan cuek atau stecu viral seiring meroketnya lagu "Stecu-Stecu" yang dibawakan Faris Adam.
swipe

Stecu atau setelan cuek semakin lazim digunakan dalam bahasa sehari-sehari generasi Z dan milenial. Di media sosial, warganet juga rutin berkomentar menggunakan kata itu. Ada yang dibilang boomers karena tak paham apa itu stecu. 

Kata stecu diviralkan oleh penyanyi Faris Adam lewat lagu "Stecu-Stecu". Lirik lagu itu bercerita tentang situasi yang sering dialami seseorang saat pedekate dengan lawan jenis. Sang pria stres karena perempuan yang didekati cuek meskipun sebenarnya sama-sama suka. 

Stecu melesat popularitasnya setelah "Stecu-Stecu" rutin digunakan jadi backsound oleh para konten kreator di TikTok. Ada pula TikTokers yang membuat berbagai tantangan dan tren kreatif di media sosial yang terinspirasi dari "Stecu-Stecu", semisal dance challenge "Stecu Stecu" dan storytelling.  

Selain stecu, belakangan Paksu juga mulai kian lazim digunakan dalam percakapan sehari-hari dan saat berbalas komentar di media sosial, terutama TikTok. Paksu adalah singkatan untuk Pak Suami. Hingga kini, belum ditemukan singkatan populer untuk Ibu Istri. 

Paksu bisa juga berarti Bapak Bungsu. Tiktokers @radenmas_irvan menjelaskan istilah Paksu lazim digunakan dalam Bahasa Lampung untuk memanggil paman yang paling bungsu atau yang termuda. 

"Jadi, itu panggilan keponakan kepada paman, baik itu dari ibu atau dari bapak. Tetapi, status paman itu adalah paman yang paling bungsu," jelas @radenmas_irvan dalam sebuah unggahan di Tiktok pada medio 2023. 

Sebagai salah satu medsos paling populer di Indonesia, TikTok memang kini jadi tempat nongkrong anak gaul. Istilah-istilah kekinian, baik yang berasal dari pelesetan atau singkatan, semakin lazim digunakan di dalam konten atau saat berbalas komentar. 

Riset kualiatif bertajuk "Analisis Penyerapan Kata Gaul Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Melalui Media Sosial Tiktok" yang dilakoni sejumlah peneliti UPN Veteran menemukan bahwa Tiktok jadi medium bagi anak muda untuk memproduksi dan menyebarluaskan kata gaul yang berpotensi masuk dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI). 

Para peneliti dalam riset itu, yakni Aisyah, Assiva Cahayaning Ramadhani, Keishya Aura Ramadhina Prasetyo, Khairani FikriFauzie, dan Tri Bintang Mukharomi. Penelitian mereka diterbitkan di Jurnal Pendidikan West Science pada Januari 2025. 

"Kata-kata gaul seperti alay, baperan, dan mager diadopsi karena popularitasnya di media sosial dan konsistensi penggunaannya. Media sosial, terutama TikTok, berperan sebagai katalis penyebaran kata-kata ini secara luas," tulis Aisyah dan kawan-kawan. 

Alay singkatan dari anak layangan. Kata itu biasanya dipakai untuk ejekan bagi anak yang kurang gaul atau bergaya berlebihan untuk menarik perhatian. Adapun baperan singkatan dari bawa perasaan, sedangkan mager ialah kependekan dari malas gerak. 

Menurut Aisyah dan kawan-kawan, alay, baperan, mager, dan sejumlah kata gaul lainnya--semisal bokek, gabut, mantul, dan kuper--sudah diakui KBBI. Ada yang diadopsi, ada yang diadaptasi, dan ada yang diintegrasi. 

Kata alay, misalnya, mulai sering digunakan oleh kalangan remaja di media sosial dan dalam komunikasi informal sejak munculnya layanan pesan singkat dan platform konten video seperti Tiktok pada tahun 2016-an. Kata alay resmi dimasukkan dalam pemutakhiran KBBI ke-5 daring. "Sehingga kata tersebut termasuk melalui proses adopsi," tulis Aisyah cs.

Kenapa bahasa gaul mudah diterima di Tiktok? Aisyah dan kawan-kawan merinci sejumlah faktor. Pertama, video-video di Tiktok menggunakan format konten yang singkat dan kreatif. Dengan durasi video kisaran 60 detik, pengguna cenderung menggunakan bahasa yang sederhana, singkat, dan mudah diingat. 

Kedua, adanya tren dan tantangan. Banyaknya tren dan tantangan yang viral di TikTok mengangkat kata atau istilah tertentu membuat kata-kata tersebut mudah tersebar luas. Ketiga, algoritma yang mendukung viralitas. Dirancang untuk menampilkan konten berdasarkan minat, Tiktok memungkinkan satu istilah atau kata gaul cepat disebarkan ke berbagai kelompok pengguna. 

Keempat, budaya remix dan duet. Kelima, influencer dan kreator konten. Kreator konten atau influencer sering menggunakan istilah gaul dapat mempengaruhi pengikutnya untuk mengadopsi kata-kata tersebut. "Banyak pengguna TikTok cenderung mengikuti kebiasaan kreator konten yang mereka sukai," jelas para peneliti. 

Terakhir, pengaruh budaya pop. TikTok sering mempopulerkan lagu, meme, dan film dialog/serial yang menggunakan bahasa santai atau bahasa gaul. "Lagu-lagu, meme dan dialog film yang populer tentunya mempengaruhi rasa ingin tahu pengguna TikTok," tulis Aisyah cs. 

Ilustrasi bahasa gaul di media sosial. /Foto Pixabay

Dominasi dialek Jakarta 

Guru besar Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Gadjah Mada (UGM) Dewa Putu Wijana mengatakan sebagian besar bahasa gaul di kalangan remaja terbentuk dari kata-kata pada bahasa Indonesia informal. 

Ada kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan dan ada pula kata-kata yang berasal dari bahasa baku yang diubah, baik itu bentuk ucapan, ejaan, dan makna. 

Sumber kosa kata bahasa gaul di kalangan remaja, menurut Putu, bisa berasal dari bahasa Indonesia, bahasa daerah, atau bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Belanda, Latin, Arab, China, dan Sansekerta.

“Ada banyak yang berinteraksi dengan bahasa Indonesia dan sejumlah bahasa itu memperkaya khasanah bahasa gaul remaja di Indonesia,” kata Putu Wijana dalam “Bahasa Gaul Remaja Indonesia dan Berbagai Persoalannya". 

Namun demikian, Putu menilai dialek Jakarta adalah dialek bahasa Indonesia yang pengaruhnya paling dominan dan memberikan sumbangan paling signifikan bagi perkembangan bahasa gaul remaja. ”Saat ini, beratus-ratus kata dari bahasa Indonesia dialek Jakarta menghiasi bahasa gaul remaja Indonesia,” imbuh dia. 

Bahasa gaul, kata Putu, bisa digunakan untuk memahami perilaku remaja. “Bahasa tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia. Sebaliknya, hampir semua kecenderungan para remaja itu tidak pula dapat dilepaskan dari aktivitas pemakaian bahasa,” jelasnya. 

img
Christian D Simbolon
Reporter
img
Christian D Simbolon
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan