sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Toxic productivity: Yang harus dilakukan saat membenci pekerjaan

Keinginan untuk produktif hingga menyebabkan burnout dan mengganggu kesehatan mental (Toxic productivity) kini mulai dikenal di dunia kerja.

Nadia Lutfiana Mawarni
Nadia Lutfiana Mawarni Rabu, 15 Des 2021 12:31 WIB
<i>Toxic productivity</i>: Yang harus dilakukan saat membenci pekerjaan

Istilah toxic productivity atau keinginan untuk terus-terusan produktif sehingga menyebabkan burnout dan mengganggu kesehatan mental kini mulai dikenal di dunia kerja. Sayangnya, kebanyakan kaum milenial yang menjadi korban tidak menyadari sebenarnya mereka membenci pekerjaannya.

Situs web The Guardian mengulas Out of Office, buku karya Charlie Warzel dan Anne Helen Petersen yang menjelaskan produktivitas tidak sehat dan mengapa sekarang adalah momentum tepat untuk mengubahnya.

Sadarkah kamu adopsi teknologi yang seharusnya membantu meringankan pekerjaan justru berakhir dengan semakin meningkatnya pekerjaan-pekerjaan baru? Email seharusnya membebaskan kita dari membaca dokumen kertas yang panjang setiap hari, tetapi kita sekarang mengirim email kepada diri sendiri dalam format pdf untuk dibaca di jam-jam tenang setelah bekerja. Ponsel pintar pun membuat pekerja membalas bos ketika berada di bus, sambil menempatkan anak-anak kita untuk tidur, atau bahkan di toilet.

Out of Office, sebuah buku karya wartawan Charlie Wartzel dan Anne Helen Petersen, mengeksplorasi mengapa budaya produktivitas telah begitu sukses memengaruhi kita untuk bekerja lebih banyak. Kini, ketika jutaan orang berhenti dari pekerjaan mereka atau harus bekerja dari rumah, menjadi waktu yang tepat untuk meredefinisi produktivitas untuk kebaikan pekerja bukan bos.

Mengapa semua orang tampaknya sangat muak dengan pekerjaannya? Menurut Warzel, orang-orang, terutama di pekerja profesional, selama bertahun-tahun menginginkan fleksibilitas dalam pekerjaan. Namun, budaya dan atasan membuat kantor menjadi inti produktivitas. Pandemi kemudian datang dan kita dipaksa bereksperimen memindahkan produktivitas itu ke rumah.

Helen menyebutkan, sebenarnya semua pekerja memberontak di dalam dirinya. “Seperti ingin mengatakan, 'Kami tidak akan bekerja sebagai pelayan untuk gaji ini lagi. Kami tidak akan bekerja sebagai pekerja penitipan anak untuk perawatan semacam ini'. Ada sesuatu yang lebih penting dalam hidup daripada kemampuan saya untuk membalas email,” ujarnya, melansir The Guardian, Rabu (15/12).

Persoalan jam kerja juga menjadi masalah tersendiri bagi para karyawan. Ketika melakukan wawancara, Warzel menemukan 80% pekerja baru benar-benar bekerja secara nyata tidak sepanjang jam kerja yang ditetapkan.

Para pekerja idealnya harus tahu bagaimana cara melakukan pekerjaan lebih pendek, tetapi tetap menyelesaikan semua pekerjaan. Sayangnya, pekerja kantor sangat buruk dalam memahami diri mereka sebagai tenaga kerja.

Sponsored

Sebaliknya, pekerjaan mereka adalah bentuk ekspresi diri dan bukan pekerjaan yang mereka lakukan. Sebagian pekerja lain berpikir bahwa ketika menjadi seorang pengasuh, tidak ada cara untuk berpikir tentang menjadi pengasuh yang lebih baik karena takkan memengaruhi upah.

Bagi para milenial, kesuksesan diri diukur ketika menyelesaikan sekolah dan pekerjaan. Jika bekerja lebih sedikit, mereka merasa kehilangan kepribadian. Pikiran-pikiran menjadi orang beruntung karena memiliki pekerjaan yang disukai, berhasil, berambisi pada jenjang karier, yang pada intinya tidak bisa melepaskan pekerja menjadi seperti robot yang kehilangan hobi.

Jika sudah demikian, maka saatnya para pekerja menginventarisasi kembali keseimbangan kehidupan kerjanya. Jangan sampai ketika sudah bekerja lebih sedikit, kamu menghabiskan waktu untuk memikirkan bagaimana agar pekerjaan menjadi lebih baik walaupun secara fisik sedang tidak bekerja.

“Jika anda masih memikirkannya itu berarti Anda adalah orang yang menjadikan pekerjaan sebagai poros utama kehidupan," ujar Helen.

Apalagi jika perusahaanmu memberikan kegiatan yang berhubungan dengan kesehatan alih-alih meningkatkan waktu beristirahat, padahal cara terbaik untuk mempromosikan kesehatan dalam organisasi adalah dengan mendorong orang untuk tidak bekerja meskipun itu bertentangan dengan etos pekerjaan.

Berita Lainnya
×
tekid