sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Bahaya menertawakan politik dan agama

Sejumlah komika dirisak dan dipersekusi karena materi-materi lelucon mereka.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Kamis, 06 Feb 2020 19:37 WIB
Bahaya menertawakan politik dan agama


Sejumlah komika dirisak dan dipersekusi karena materi-materi lelucon mereka, baik yang disampaikan di panggung stand-up maupun diunggah di media sosial. Pada Oktober 2018 misalnya, Tretan Muslim dan Coki Pardede dirisak karena vlog "Memasak Babi Campur Kurma" yang mereka tayangkan di akun Youtube, The Last Hope Kitchen. 

Dalam video itu, Tretan dan Coki memparodikan memasak daging yang dianggap haram oleh umat Islam dengan bahan-bahan yang khas Arab. Maksud hati mereka ialah mengkritik budaya kearab-araban yang mewabah di masyarakat Indonesia. 

Perundungan juga dialami komika Ge Pamungkas dan mantan penyanyi cilik Joshua Suherman. Jauh sebelumnya, komedian yang kini berkarier sebagai Youtuber Sacha Stevenson juga dirisak karena memparodikan fenomena politikus yang menjual agama demi meraup suara di pemilu. 

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Wasisto Jati mengatakan perundungan terhadap kaum komedian merupakan indikasi nyata menurunnya kualitas demokrasi. Menurut dia, konflik kerap terjadi karena kritik yang dibalut humor tidak bisa dicerna oleh audiens. 

"Yang dilakukan Tretan Muslim dan Coki Pardede itu kan lebih kritik sosial yang dibalut humor dan cara mereka itu sangat cerdas. Artinya, kalau ada orang yang melakukan persekusi terhadap seorang komika, berarti orang itu tidak cerdas dalam melihat suatu isu. Dan, saya jamin orang itu tidak memahami esensi kritik sosial," jelas Warsisto kepada Alinea.id, Selasa (4/2).

Wasisto mengatakan, perundungan juga terjadi karena pengaruh polarisasi politik yang terjadi di kalangan komedian pada era pemilu. Ia mencontohkan kedekatan Lies Hartono (Cak Lontong) dengan Presiden Joko Widodo dan Pandji dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

Menurut dia, kedekatan berbau kepentingan politis itu mempengaruhi cara pandang publik terhadap lelucon-lelucon para komika. Padahal, belum tentu materi yang disampaikan saat open-mic berbasis kepentingan politik. 

"Sekarang kita lagi miskin seorang komika yang idealis secara prinsip. Beberapa perundungan itu karena sekarang masyarakat menangkap kritik yang disampaikan para komika itu sebagai bahan kompetisi dan bukan bahan koreksi," ujar dia. 

Sponsored

Infografik Alinea.id/Dwi Setiawan

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid