sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Faktor budaya pada konstruksi pesan risiko dalam komunikasi krisis oleh Satgas Penanganan Covid-19

Tajuk risetnya 'Faktor Budaya pada Konstruksi Pesan Risiko dalam Komunikasi Krisis oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19'.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Jumat, 10 Jun 2022 11:13 WIB
 Faktor budaya pada konstruksi pesan risiko dalam komunikasi krisis oleh Satgas Penanganan Covid-19

Komunikator risiko akan lebih efektif membangun hubungan dan mencapai tujuan pesan, jika memahami faktor budaya yang mempengaruhi latar belakang publik dalam mempersepsi pesan risiko.

Itu kemudian membuat Happy Indah Nurlita Goeritman memfokuskan penelitian akhirnya pada faktor budaya apa yang kemudian mempengaruhi pembentukan pesan. Selain itu dirinya harus mengetahui bagaimana proses pembentukan pesan, dan seperti apa konstruksi psikologis yang kemudian dibangun oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

Tajuk risetnya 'Faktor Budaya pada Konstruksi Pesan Risiko dalam Komunikasi Krisis oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19' memiliki objek penelitian berupa pesan risiko dan krisisnya dengan subjek penelitian: Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

Menurut Happy, Satgas Penanganan Covid-19 ialah garda terdepan dalam penyampaian informasi selama masa pandemi. "Dulu, Satgas ini namanya Gugus Tugas, tapi kemudian juga menjadi Satgas. Tetapi elemen-elemennya tetap sama, hanya namanya saja berubah," tegasnya dalam serial seminar nasional Departemen Ilmu Komunikasi (Ilkom) Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI), Jumat (3/6).

Alumnus Ilkom UI, yang juga berprofesi jurnalis itu, membatasi risetnya hanya pada peran dan fungsi Satgas saja sebagai komunikator utama dari informasi risiko dan krisis selama masa pandemi. Dan juga pada pesan-pesan risiko yang dibangun, dibentuk, dan disebarkan oleh Satgas Penanganan Covid-19 dengan metode penelitian kualitatif konstruktivis.

Teknik pengumpulan data Happy dari hasil wawancara dengan informan, kemudian observasi, dan studi pustaka. Observasi dilakukan sejak awal kasus Covid-19 pertama itu ditemukan sampai kemudian sampai sekarang.

"Informan penelitian saya, alhamdulillah bisa mewawancarai Prof. Wiku (Adisasmito, juru Bicara pemerintah untuk Penanganan COVID-19), kemudian Pak (Achmad) Yurianto (eks-jubir Covid-19), kemudian Pak Hery Triyanto. Ketiga informan penelitian saya ini adalah juru bicara. Pak Heri Triyanto sebenarnya adalah Ketua Bidang Komunikasi Publik di Satgas Penanganan Covid-19, tetapi beliau juga sering menjadi juru bicara dan sering menjadi pembicara untuk informasi-informasi terkini di media massa," serunya.

Pelbagai konsep yang digunakan Happy tentu saja manajemen komunikasi risiko dan krisis baik itu dari Coombs, Sellnow, Walaski, dan sebagainya. Kemudian dikembangkannya lagi dari konsep manajemen komunikasi risiko dan krisis, akhirnya menggunakan satu konsep yang cukup mewakili, yaitu Crisis, Emergency and Risk Communication (CERC) dari Reynold-Seeger (2005) karena ini dianggap cukup berhasil pada saat penanganan wabah ebola.

Sponsored

"Konsep ini juga memiliki lima tahapan fase kritis. Jadi, seperti mewakili, lebih mudah untuk melihat dan memilah apa yang dilakukan pemerintah di setiap tahapan tersebut, pesan-pesan yang mereka bentuk, dan melihat bagaimana pesan itu dikembangkan di tiap tahapan, yaitu lebih mudah melihat dengan menggunakan CERC," ujar Happy.

Berita Lainnya
×
tekid