sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Konglomerasi media memimpin isu pemberitaan vaksin Covid-19

Olahan data itu diuraikan Andhika Kurniawan Pontoh dengan presentasi Intermedia Agenda Setting Penyebaran Informasi Digital Vaksin Covid-19.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Sabtu, 21 Mei 2022 13:06 WIB
Konglomerasi media memimpin isu pemberitaan vaksin Covid-19

Media Cloud mengungkapkan data bahwa intensitas berita vaksin Covid-19 di Indonesia pastinya dibarengi dengan peristiwa-peristiwa penting. Kalau misalnya dilihat dari tanggal dan juga dari jumlah berita, rata-rata ada bersamaan peristiwa penting, mulai dari Jokowi, datangnya vaksin Covid-19 di Indonesia, terus kemudian hingga harga, negosiasi, juga izin, dan lainnya. Intinya dari intensitas berita, ada tokoh-tokoh, ada juga isu-isu yang ditimbulkan.

Olahan data itu diuraikan Andhika Kurniawan Pontoh dengan presentasi Intermedia Agenda Setting Penyebaran Informasi Digital Vaksin Covid-19 di Indonesia. Dia panelis pada diskusi tentang Media Daring dan Jurnalisme Lambat pada Masa Pandemi dalam rangkaian seminar nasional diselenggarakan Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Indonesia, Jumat (13/5).

"Dilihat dari data yang ditemukan, berita paling berpengaruh, berarti saya berbicara mengenai konten yang paling berpengaruh gitulah ya. Berita paling berpengaruh, kalau misalnya dilihat di sini dari Tempo.com. Terus tentang vaksin Covid-19. 'Halal' atau disebut 'diperbolehkan', dan lain-lain," katanya.

Andhika menyoroti dilihat dari media, rata-rata masih diisi oleh media-media legacy, yang punya kredibilitas baik seperti Tempo, ABC. Kalau dilihat ada juga YouTube, maka melihat media sosial ini sebagai satu media juga, atau kalau dalam perspektif jaringan. Kemudian juga liputan6.com dan lain.

"Tetapi bagaimanakah dengan perspektif jaringan? Kalau misalnya dilihat dari gambar struktur jaringan, bagaimana proses transfer informasi vaksin Covid-19 yang dilakukan oleh media digital di Indonesia?" tanyanya.

Dari hasil statistik, jaringan statistik mengungkapkan bahwa diameter nilainya adalah 6. Jadi adalah transfer antara media satu, jika ingin bertemu dengan media lain, itu cukup dengan enam langkah maksimal. Ini sendiri juga membuktikan teori bahwa dunia itu sangat sempit. Jadi kalau misalnya Antara News ingin bertemu dengan Tribunnews.com itu paling jauh adalah enam langkah.

Kemudian temuan yang menarik adalah dari nilai density adalah 0,031. Berarti jaringan ini cenderung tidak dekat atau cenderung berkelompok dan saling berkompetisi.

Ini juga dibuktikan dengan nilai statistik dari modul dan rating itu lebih dari 0,5 atau 0,612. Jadi intinya dari intermedia internet jaringan ini terdiri dari kelompok-kelompok besar yang saling berkompetisi untuk menyampaikan informasi. Dari data statistik juga mengungkapkan bahwa media sentral yang paling berpengaruh di sini adalah Tribunnews.com.

Sponsored

"Dan yang paling menarik adalah munculnya media baru di sini ada Turnbackhoax.id, ini juga menjadi media sentral dalam penyebaran informasi vaksin Covid-19," cetus Andhika.

Kalau misalnya dilihat lagi yang paling menarik adalah media pemerintah, yang khusus untuk menangani vaksin Covid-19 ini berada di urutan ke-19. Jauh dari peringkat sampel. Ini juga temuan menarik, mengungkapkan bahwa sebenarnya situs-situs pemerintah itu tidak cukup untuk menjadi media sentral dalam penyaluran informasi vaksin Covid-19.

Kemudian dari perspektif media penghubung, bagaimana media satu menghubungkan media lain menunjukkan tetap Tribunnews.com memiliki peringkat nomor satu. Kemudian juga terlihat bahwa Antara News menjadi peringkat nomor dua, dan Warta Ekonomi di peringkat ketiga.

"Kalau misal kita boleh lihat kembali Tribunnews maupun Antara News adalah media memiliki jejaring yang sangat luas. Ada Tribunnews Jawa dan Tribunnews Surabaya, begitu pula juga dengan Antara News. Jadi kalau dengan perspektif jaringan bahwa media yang paling berpengaruh adalah media yang memiliki jaringan yang luas," serunya.

Andhika masuk kembali tentang isi dari judul-judul berita melalui analisis isi dari semua judul berita yang dikumpulkan. Kurang lebih dari 10.000 artikel. Ini menunjukkan ada beberapa frekuensi kata-kata yang sering ditampilkan dan menariknya di sini bisa dilihat tidak cuma tentang kesehatan. Namun juga munculnya tokoh-tokoh politik seperti Pak Jokowi, terus ada juga Erick Thohir, dan kemudian juga kata-kata ekonomi seperti 'saham', 'swasta', dan lain-lain.

Juga ada beberapa negara-negara lain seperti China, Turki, dan Brasil dalam frekuensi kata-kata yang sering diucapkan terhadap pemberitaan vaksin Covid-19.

Dari pengelompokan kata-kata tersebut, Andhika mengelompokkan ada dari 'kesehatan', 'politik', 'keuangan', dan juga 'religi', karena ada muncul kata 'MUI' di sana. Dan dari 'kesehatan', dikelompokkan lagi ada kata 'vaksin', 'Covid', 'Corona'. Dan dari 'keuangan' juga dari 'harga', 'saham', 'ekonomi'. Dan juga dari kata 'politik', ini juga dari tokoh-tokoh politik dan juga negara-negara lainnya. Ada yang juga pastinya dengan 'religi', kata-kata sepert i'halal', 'MUI', dan juga 'Islam', dan lainnya.

Mengenai penonjolan isunya, jadi kalau tadi sudah diinfokan bahwa ada dalam kelompok per kelompok sebenarnya merupakan bentuk dari konglomerasi media. Ada konglomerasi Kompas, juga situs pemerintah.

Kalau misalnya dilihat dari segi kesehatan, yang ditonjolkan lebih ke uji coba vaksin Covid Sinovac, terus di 'politik' frekuensi kata 'Ahok' jauh lebih tinggi dibandingkan 'Anies', dan ada frekuensi 'Ridwan Kamil', terus 'keuangan' juga muncul dari 'harga nett', 'IHSG', dan juga lebih menonjolkan kata 'Kementerian Agama' dibandingkan dengan 'MUI'.

Selanjutnya ada konglomerasi MNC juga, MNC Group dengan grup-grup medianya, dan juga terdiri juga dari konglomerasi media lainnya. "Cuma kalau misal saya boleh highlight kembali dalam kelompok ini, nilai keuangan atau ekonomi lebih mencenderung mengedepankan kata 'swasta' dalam pemberitaannya. Jadi mengedepankan isu-isu tentang pentingnya vaksin Covid-19 untuk sektor swasta," tutur Andhika.

Masuk lagi ke kelompok yang lebih vibrant lagi lagi, lebih banyak lagi konglomerasi media, seperti Emtek, CT Corp, dan juga Tempo, dan lain-lain. Di sini ada beberapa penonjolan isu, tapi kalau misal dilihat dari politik, cenderung kata-kata 'pemerintah', 'sektor pemerintah', yang lebih sering untuk diutarakan.

Menarik juga ada dari kelompok Republika, di mana Republika ini cenderung terafiliasi dengan kantor pemberitaan Turki di Anadolu Agency, jadi mereka lebih cenderung, lebih suka memberitakan tentang keberhasilan Edrogan dan lainnya dalam vaksin Covid-19.

"Juga ada Viva.com, JPNN juga, kalau menurut data saya, ini terafiliasi dengan ABC dari Australia, jadi berita-beritanya cenderung lebih tentang informasi yang ditransfer dari ABC.com dengan media lainnya," katanya.

Terakhir, temuannya intinya adalah dari Intermedia Agenda Setting vaksin Covid-19 di Indonesia sebenarnya diisi oleh konglomerasi media. Mereka saling berkompetisi dalam penonjolan isu-isu. Dan pastinya dalam jaringan, media-media itu tidak mungkin menjadi bagian, tidak mungkin bergabung dalam satu hirarki, tidak mungkin berdiri sendiri, jadi pasti mereka akan saling bekerja sama untuk menyebarkan informasi.

"Dan kemudian temuan dari perspektif preferential attachment, saya menemukan bahwa sebenarnya media dengan kredibilitas yang baik atau media legacy itu tidak lagi memainkan peran dalam penyebaran informasi, tidak menjadi tokoh penting," serunya.

Media-media yang memiliki jaringan yang luas seperti Tribunnews atau Antara News itu cenderung yang memiliki efektivitas atau mungkin cenderung lebih mempengaruhi media-media yang lain. Dan yang terakhir, muncul Turnbackhoax, intinya karena di media internet semua bisa bersuara, semua bisa menjadi aktor, dan media Turnbackhoax ini masuk ke media sentral di posisi kedua.

Berita Lainnya
×
tekid