sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Konten medsos tidak inklusif, SEJUK meraba dampaknya bagi Gen Z

Denda berasal dari Masyarakat Adat Bayan dan aktif di medsos Instagram, Facebook, Twitter, juga YouTube.

Arpan Rachman
Arpan Rachman Rabu, 21 Des 2022 09:23 WIB
Konten medsos tidak inklusif, SEJUK meraba dampaknya bagi Gen Z

Lima anak muda dari ragam agama, keyakinan, etnis, disabilitas, gender dan seksualitas di Nusa Tenggara Barat (NTB) bercerita kalau mereka pernah menemukan konten tidak inklusif terhadap komunitas mereka.

Contohnya seperti konten komedi yang tidak sensitif isu, bahkan video yang mengandung ujaran kebencian. Selain isi konten, mereka juga menemukan komentar netizen yang memberikan stigma. Hal ini pun memberikan dampak bagi mereka dan komunitas mereka.

SEJUK mengangkat topik ini dengan menemui dan menanyakan para muda itu tentang apakah mereka pernah menemukan konten media sosial yang membahas komunitas mereka. Lalu, bagaimana jika ada konten yang tidak inklusif tentang komunitas mereka? Seperti apa dampaknya?

Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) adalah ruang bersama yang dibentuk kalangan jurnalis, aktivis, dan penulis untuk mendorong terciptanya masyarakat, dengan dukungan media massa, yang menghormati, melindungi dan mempertahankan keberagaman sebagai bagian dari pembelaan hak asasi manusia.

Kelima pemuda NTB, yakni Gulung Anarkis Rahzen, aktivis Jaringan Disabilitas Kreatif dan Putu Astuti Ningsih, KMHD Fakultas Hukum Universitas Mataram. Uvita Utami, LSD Anjani; Denda Siska Rosanti, aktivis Masyarakat Adat Bayan, serta Diah Ayu Lestari, aktivis Muda-mudi Lintas Agama (MULIA) NTB.

Putu menganut agama Hindu. Ia mengaku aktif di medsos seperti di Instagram, Twitter, Facebook, dan lainnya. Uvita pendamping pekerja migran Indonesia yang berada di Desa Anjani, Kecamatan Suralaga, Lombok Timur, di NTB. Mengaku aktif di medsos antara lain Instagram, Facebook, WhatsApp, dan YouTube.

Denda berasal dari Masyarakat Adat Bayan dan aktif di medsos Instagram, Facebook, Twitter, juga YouTube. Gulung dari komunitas disabilitas, yang begitu aktif di medsos Instagram, Twitter maupun di YouTube. Sedangkan Ayu perempuan bercadar yang tetap aktif di medsos Facebook dan di Instagram juga iya.

Dari tayangan 'Begini Opini' di kanal Kabar SEJUK, Kamis (8/12), kelima pemuda NTB itu masing-masing diberi tiga pertanyaan kunci.

Isu Komunitas

Pertanyaan pertama 'Pernah nggak menemukan isu komunitas kamu dibahas?'

Putu menjawab: "Pernah, kalau yang pertama saya lihat itu yaitu bentuk video dari Instagram. Di sana menggambarkan atau mengatakan ujaran kebencian seperti kayak, 'Ah, itu ada salah satu dosen dari salah satu universitas di Jakarta, itu salah satu sekolah swasta.' Di mana dosen itu pernah menganut agama Hindu, tetapi dia sekarang menjadi muslim. Nah, di sana dia saat berceramah dia mengungkapkan terdapat sedikit kata yang menyinggung umat Hindu, di mana dia melecehkan, istilahnya, ritual umat Hindu itu."

Uvita: "Lebih ke isinya itu kekerasan yang dilakukan oleh majikan. Dan kadang untuk penipuan yang dilakukan oleh calo (pekerja migran), untuk pemalsuan data diri."

Denda: "Reels video di Instagram. Nah, saya membaca komentar dari followers-nya dia (seleb Insta) ternyata banyak juga gitu yang kontra dengan tradisi Maulid adat Bayan. Mereka mengatakan Maulid kok diadakan dengan pakaian terbuka? Maulid kok cara ritualnya seperti itu? Tetapi kami memiliki adat istiadat. Kami mengadakan ritual adat setiap tahun, tapi di sisi lain agama tetap kami pegang teguh."

Gulung: "Kadang kebanyakan mereka, konten-konten medsos itu menjadikan isu-isu disabilitas sebagai komedi atau sebagai candaan. Karena yang saya lihat, beberapa konten baik itu dari kebanyakan stand-up comedy, yang membawa isu ini. Kekurangannya mereka (kaum penyandang disabilitas), keterbasannya mereka, itu dijadikan candaan untuk konten mereka (stand-up comedy)."

Ayu: "Karena aku lebih sering streaming di Facebook, jadinya banyak banget video-video seperti itu yang tentang cadar itu sendiri, sehingga menganggap cadar itu adalah hanya sebuah budaya bukan syariat Islam, seperti itu. Perempuan bercadar itu dianggap teroris, dianggap radikal."

Dampak Konten

Pertanyaan kedua 'Seperti apa dampak konten itu untuk dirimu dan komunitasmu?'

Putu: "Dampaknya itu lebih tersinggung bagi umat Hindu di lingkungan sekitar saya atau di umat yang lain juga."

Uvita: "Untuk dampaknya, ada. Saya termasuk keluarga pekerja migran. Jadi, orang melihat kalau bapak kita ke luar negeri atau menjadi TKI, begitu, mereka bilang 'Bebalu gantung'. Maksudnya, suaminya pergi ke luar negeri dan istrinya diam di rumah dan istrinya itu dikatakan 'bebalu gantung' atau janda yang digantung. Jadi, kami sebagai anak mempunyai dampak terbesar. Karena kami merasa terkucilkan."

Denda: "Ya, kalau dampak ya sampai sekarang ini kalau kita memberitahukan asal kita dari Bayan, orang-orang yang belum tahu itu pasti masih menstigma (bahwa orang Bayan hanya) salat tiga waktu (secara) Islam. Wetu Telu (istilahnya). Sampai sekarang, masih."

Gulung: "Saya sempat mempertanyakan bagaimana reaksi kalian (sebagai penyandang disabilitas) terhadap konten-konten ini. Mereka juga sempat tersinggung, cuma mereka nggak ada kekuatan gitu. Karena teman-teman yang nggak disabilitas ini kayak sudah terbiasa. Ini adalah yang biasa (bagi mereka), padahal ini hal yang sensitif bagi kita. Nggak baik-baik aja."

Ayu: "Kalau dampak sih di saat sebelum-sebelumnya itu masih viral banget ya, tapi seiring berjalannya waktu, mereka memahami."

Pesan Bermedsos

Pertanyaan ketiga 'Apa pesan kamu untuk anak muda pengguna medsos dalam menyikapi isu keberagaman?'

Putu: "Satu yang saya pesankan, jangan kalian menyudutkan agama dan ritual yang ada di agama Hindu."    

Uvita: "Memilah milih mana yang benar dan mana yang nggak, gitu. Jadi, baik-baiklah menggunakan medsos, jangan sampai kalian juga terguncang oleh pemberitaan-pemberitaan yang tidak benar."  

Denda: "Pesan saya untuk teman-teman khususnya kalangan muda, apalagi saat ini Gen Z, yang aktif banget di medsos, mari kita bersama-sama untuk saling menghargai apapun perbedaan baik itu adat, kemudian keberagaman dari teman-teman kita. Tolong untuk saling menghargai dan jangan saling menghakimi."

Gulung: "Kita melihat terlebih dahulu, memantau dulu atau menganalisis terlebih dahulu, apakah ini pantas atau tidak menjadi konten. Dan kita perlu menanyakan juga apakah yang ditunjuk sebagai narasinya itu menuju pada disabilitas. Apakah mereka tersinggung atau enggak? Karena kekurangan kita di disabilitas itu seharusnya itu yang menjadi pusat perhatian untuk orang membantu kita. Bukan malah menjadikan candaan kita."      

Ayu: "Untuk teman-teman yang aktif bermedsos, terutama menyinggung soal wanita yang bercadar. Dari pesan saya: cadar itu bukanlah sesuatu yang berbahaya ya? Tapi dia adalah syariat Islam, dia bisa melindungi kami, dia bisa menjadi tabir untuk kami. Seperti itu."

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid