close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Tiga pimpinan KPK menyampaikan pernyataannya untuk memberikan mandat kepada Presiden soal pengelolaan KPK. Antara Foto
icon caption
Tiga pimpinan KPK menyampaikan pernyataannya untuk memberikan mandat kepada Presiden soal pengelolaan KPK. Antara Foto
Nasional
Senin, 16 September 2019 08:18

Bakal rugikan konsumen, YLKI tolak revisi UU KPK

Klimaks dari praktik koruptif adalah publik dan atau konsumen sebagai korban. Akibatnya, dapat menurunkan kualitas layanan publik.
swipe

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) secara tegas menolak rencana revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). YLKI merasa perlu menolak karena korban dari praktik korupsi adalah konsumen juga.

"Kami menyatakan protes keras terhadap segala bentuk pelemahan upaya pemberantasan korupsi, termasuk pelemahan institusi KPK," kata Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi dalam keterangannya di Jakarta, Senin pagi (16/9), menanggapi sengkarut revisi UU KPK oleh DPR dan sorotan adanya upaya pelemahan KPK akhir-akhir ini.

Menurut Tulus, pada konteks kepentingan publik, klimaks dari praktik koruptif adalah publik dan atau konsumen sebagai korban. Akibatnya, dapat menurunkan kualitas layanan publik dan atau kenaikan harga atau tarif suatu komoditas barang atau jasa.

Ia menegaskan, upaya pelemahan KPK hanya akan menyuburkan praktik korupsi di Indonesia. Sebab, tidak akan ada lagi lembaga yang kredibel dan wibawa dalam pemberantasan korupsi.

"Dan tingginya harga barang dan tarif suatu jasa akan makin tak terkendali sebab biaya/ongkos korupsi dimasukkan ke dalam komponen harga/tarif suatu barang/jasa tersebut," kata Tulus.

Karena itu, YLKI mendesak revisi UU KPK tidak dipaksakan untuk disahkan pada periode anggota DPR yang akan habis masa jabatannya pada Oktober 2019 nanti, tetapi dibahas pada masa anggota DPR baru periode 2019-2024.

Hal itu agar konsultasi publik dengan para pemangku kepentingan dalam pembahasan revisi UU KPK berjalan maksimal.Selain itu, dalam banyak kasus, Tulus menambahkan, UU yang diketok atau disahkan di akhir masa jabatan anggota DPR saat ini pada akhirnya akan banyak menimbulkan masalah.

"Salah satu contohnya adalah UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan," kata Tulus. (Ant)

img
Tito Dirhantoro
Reporter
img
Tito Dirhantoro
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan