sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

BMKG sebut kekeringan tahun ini lebih parah dari 2018

Curah hujan sangat rendah tahun ini dibandingkan tahun 2018, namun masanya lebih singkat.

Robertus Rony Setiawan
Robertus Rony Setiawan Senin, 08 Jul 2019 14:17 WIB
BMKG sebut kekeringan tahun ini lebih parah dari 2018

Musim kering yang datang pada awal Juli ini menyebabkan kekeringan di sejumlah daerah. Paling ekstrem terjadi di tiga pulau, yakni Jawa, Bali dan Sumatera. 

Khawatir musim kering ini berdampak pada hasil pertanian dan memengaruhi hasil panen mendatang, Kementerian Pertanian (Kementan) melakukan koordinasi lintas dinas pertanian antar kabupaten di Jawa, Bali dan Sumatera. 

Koordinasi dilakukan untuk memastikan kesiagaan, mitigasi, dan adaptasi terhadap dampak kekeringan pada wilayah di ketiga pulau tersebut. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi potensi kemarau ekstrem tahun diperkirakan terjadi hingga bulan Oktober. Ada pun puncaknya akan terjadi pada bulan Agustus atau September.

Atas kondisi tersebut, Dirjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Sarwo Edhy Wibowo menegaskan hal tersebut menjadi tanggung jawab bersama. Maka perlu dilakukan antisipasi agar setiap daerah siap menghadapi cuaca ekstrem. 

Sarwo merinci terdapat 100 kabupaten/kota di ketiga pulau tersebut yang terdampak kekeringan dengan luas lahan 102.654 hektare (ha). Kemudian, seluas 9.940 hektare sawah mengalami puso atau gagal panen di Pulau Jawa.

Dirjen Tanaman Pangan Sumardjo Gatot Irianto memastikan kalau upaya penanganan dan mitigasi kekeringan kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. 

"Kami melibatkan wilayah-wilayah yang ketika terjadi kekeringan justru jadi sumber pertumbuhan luas tanam baru," ujar Gatot. 

Dia menekankan, area yang mengalami kekeringan akan diupayakan sebagai sumber pertumbuhan tanaman baru. Hal ini diperkirakan akan memperluas wilayah tanaman baru.

Sponsored

Kekeringan parah

Dihubungi secara terpisah, Kepala Subbidang Analisis Informasi Iklim BMKG Adi Ripaldi menyatakan, musim kemarau tahun 2019 lebih kering dibandingkan tahun lalu.

"Curah hujan sangat rendah sekali, lebih kering dibanding tahun 2018," ujar Adi. 

Meski demikian, masa kemarau tahun ini lebih singkat dibandingkan tahun lalu. Bahkan, kata dia, terdapat 37% zona musim di Indonesia yang memasuki periode musim kemarau agak belakangan. 

Adi pun mengatakan, kemarau tahun ini juga tidak akan seekstrem pada tahun 2015 saat terjadi kemarau panjang dan ekstrem kering karena pengaruh gelombang El Nino.

"Secara khusus di wilayah Pulau Jawa puncak musim kemarau tahun ini sekitar Agustus hingga September. Sementara di DKI Jakarta puncak kemarau pada September," kata Adi.

BMKG juga memprediksi kemarau tahun ini berakhir pada akhir Oktober. Selanjutnya, pada awal November, beberapa wilayah di Jawa bagian barat diprediksi akan kembali mengalami hujan.
 

Berita Lainnya
×
tekid