sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Gaduh informasi putusan MK, Denny Indrayana: Tidak ada pembocoran rahasia negara

Denny mengeklaim informasi soal putusan terkait sistem pemilu legislatif itu bukan diterimanya dari pihak di lingkungan MK

Gempita Surya
Gempita Surya Selasa, 30 Mei 2023 10:18 WIB
Gaduh informasi putusan MK, Denny Indrayana: Tidak ada pembocoran rahasia negara

Pernyataan pakar hukum tata negara Denny Indrayana terkait sistem pemilu tengah disorot publik. Melalui cuitannya di Twitter, Denny mengaku menerima informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup.

Atas pernyataan tersebut, bahkan Menko Polhukam Mahfud MD meminta kepolisian turun tangan untuk melakukan penelusuran. Sementara itu, Denny Indrayana menegaskan tidak ada rahasia negara yang dibocorkan dalam informasi yang disampaikan olehnya.

"Saya bisa tegaskan: Tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik," kata Denny melalui keterangan tertulis, Selasa (30/5).

Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) itu mengamini bahwa putusan MK bersifat rahasia. Sedangkan dalam pernyataannya, ujar Denny, dia mengeklaim bahwa informasi soal bakal vonis sistem pemilu itu bukan diterima olehnya dari pihak di lingkungan MK.

"Informasi yang saya dapat, bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK. Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK," ujar Denny.

Denny juga membantah dirinya mendapatkan bocoran terkait vonis MK tersebut. Ditekankan Denny, yang diterima olehnya adalah informasi dan bukan bocoran. Selain itu, ia juga memahami bahwa gugatan soal sistem pemilu proporsional tertutup atau terbuka itu belum diputus oleh MK.

"Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya," tuturnya.

Denny memandang informasi yang diterimanya kredibel, sehingga ia memutuskan untuk membagikan hal tersebut kepada publik. Langkah itu diklaim Denny sebagai wujud pengawasan publik agar MK berhati-hati dalam memutus perkara tersebut."Ingat, putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding). Karena itu, ruang untuk menjaga MK agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah," papar Denny.

Sponsored

Denny mengaku dirinya berharap sistem pemilu legislatif tidak kembali pada proporsional tertutup. Putusan MK diharapkan tidak menimbulkan kekacauan di tengah berjalannya proses pemilu.

Menurut Denny, potensi kekacauan itu bisa terjadi sebab akan ada banyak partai yang harus mengubah daftar bakal calegnya, ataupun banyak bakal caleg yang mundur karena tidak mendapatkan nomor urut jadi.

"Kita mendorong agar putusannya berubah ataupun berbeda. Karena soal pilihan sistem pemilu legislatif bukan wewenang proses ajudikasi di MK, tetapi ranah proses legislasi di parlemen (open legal policy)," ujar dia.

Denny Indrayana melalui cuitan di akun @dennyindrayana mengaku memeroleh informasi terkait putusan MK soal sistem Pemilu. Ia mengatakan MK akan mengabulkan sistem Pemilu menjadi proporsional tertutup.

Sederhananya bagi pemilih, bila sistem pemilu yang diterapkan adalah proporsional terbuka, maka pemilih akan mencoblos figur caleg. Sementara, jika proposional tertutup, maka pemilih hanya mencoblos logo partai, seperti yang terjadi pada masa Orde Baru. 

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," kata Denny dalam postingannya di Twitter, Minggu (28/5).

Denny mengaku informasi tersebut diperolehnya dari orang terpercaya. Meski demikian, identitas pihak tersebut tak diungkap oleh Denny.

"Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi. Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif," seperti dikutip dari unggahannya di Twitter.

Berita Lainnya
×
tekid