sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

ICW: Dewas dilarang menutup diri atas proses pemeriksaan Firli

Dewas KPK diminta libatkan Deputi Penindakan usut pelanggaran etik Firli.

Achmad Al Fiqri
Achmad Al Fiqri Rabu, 26 Agst 2020 08:29 WIB
ICW: Dewas dilarang menutup diri atas proses pemeriksaan Firli

Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta untuk melibatkan Kedeputian Penindakan dalam memeriksa dugaan pelanggaran kode etik Firli Bahuri berupa penggunaan fasilitas mewah.

"Hal ini penting, setidaknya untuk melihat lebih jauh, apakah ada potensi penerimaan gratifikasi dari pihak tertentu," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana, dalam keterangan resmi yang diterima Alinea.id, Rabu (26/8).

Jika ditemukan bukti permulaan terkait gratifikasi, kata dia, pemeriksaan etik dapat dilanjutkan dengan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan gratifikasi.

Menurutnya, para abdi negara dapat dikenakan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi jika menerima gratifikasi dari pihak tertentu dengan ancaman pidana 20 tahun bui.

Selain meminta keterlibatan Deputi Penindakan, ICW juga meminta Dewan Pengawas KPK dapat menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas proses persidangan etik Firli Bahuri.

Hal itu, sambung dia, juga ditujukan sebagai pelaksanaan Pasal 5 Undang-Undang Nonor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Dalam diktum itu menerangkan bahwa kinerja KPK berasaskan pada nilai keterbukaan, akuntabilitas, dan kepentingan umum.

Selain itu, terdapat juga Pasal 3 ayat (1) Peraturan Dewan Pengawas Nomor 3 Tahun 2020 yang menyebutkan bahwa Dewan Pengawas dalam melaksanakan pemeriksaan dan persidangan, berasaskan nilai akuntabilitas dan kepentingan umum.

"Oleh karena itu, Dewas dilarang menutup diri atas proses dan hasil pemeriksaan terhadap Firli Bahuri," terangnya.

Sponsored

Kurnia juga meminta Dewan Pengawas KPK untuk tidak merujuk pengakuan dari terperiksa saja yakni Firli Bahuri. Tujuannya, agar Dewan Pengawas KPK mendapatkan kebenaran material atas proses pemeriksaan tersebut.

"Untuk itu, Dewas mesti terus menggali, jika pengakuan terperiksa menyebutkan bahwa penggunaan transportasi itu berasal dari uang pribadi/gaji, maka pertanyaan lebih lanjutnya adalah: metode pembayaran apa yang digunakan? Apa melalui pembayaran tunai atau menggunakan jasa perbankan? Lalu perihal bukti, semestinya terperiksa harus bisa memperlihatkan bukti pembayaran otentik kepada majelis pemeriksa," papar Kurnia.

Untuk diketahui, Dewas KPK direncanakan kembali menggelar sidang etik terhadap Ketua KPK, Firli Bahuri, pada pekan depan. Pasalnya, Majelis Etik yang dibentuk Dewas KPK masih mengumpulkan keterangan dari para saksi.

"Karena saksi-saksi belum hadir semua," ujar Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, kepada wartawan, Selasa (25/8).

Belum diketahui secara rinci materi pemeriksaan sidang etik yang berlangsung pada Selasa (25/8). Usai menjalani sidang etik di Gedung KPK lama, Jakarta Selatan, Firli enggan memberikan keterangan kepada awak media. Dirinya memilih menyerahkan semuanya kepada Dewas KPK. 

"Nanti biar Dewas (KPK) yang menyampaikan semuanya. Mohon maaf, saya tidak memberikan keterangan di sini. Semua tadi sudah disampaikan ke Dewas (KPK)," katanya.

Firli jalani sidang etik hari ini, Selasa (25/8). Dia diduga melanggar kode etik dan pedoman perilaku integritas pada Pasal 4 ayat (1) huruf c atau Pasal 4 ayat (1) huruf n atau Pasal 4 ayat (2) huruf m dan/atau kepemimpinan pada Pasal 8 ayat (1) huruf f Peraturan Dewas KPK Nomor 2 Tahun 2020.

Berita Lainnya
×
tekid