sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Tak transparan, dicurigai ada penumpang gelap di balik terbitnya PP ekspor pasir laut

"Biasanya RPP juga minimal 'angin-angin sayup' dengarlah. Oh, mau ada PP ini."

Fatah Hidayat Sidiq
Fatah Hidayat Sidiq Selasa, 13 Jun 2023 09:29 WIB
Tak transparan, dicurigai ada penumpang gelap di balik terbitnya PP ekspor pasir laut

Tak transparan, dicurigai ada penumpang gelap di balik PP ekspor pasir laut

Anggota Komisi IV DPR, Slamet, menilai, penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi Laut tidak transparan. Pangkalnya, tanpa melibatkan partisipasi publik.

"Saya tidak melihat ada RPP (rancangan PP) yang melibatkan publik. Kami tahu-tahunya, kan, langsung muncul PP. Biasanya RPP juga minimal 'angin-angin sayup' dengarlah. Oh, mau ada PP ini," ucapnya.

"Sehingga, ini yang kemudian membuat kami ada kecurigaan. Apalagi, kemudian setelah kami membaca isinya," imbuhnya, melansir situs web DPR.

Bagi politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, mestinya ada ruang terbuka khusus untuk membahas kebijakan ekspor pasir laut tersebut agar transparan. Jika tanpa partisipasi publik, ia khawatir ada penumpang gelap dalam penerbitannya.

"Apakah sudah dilakukan yang disampaikan bahwa dengan apa dengan alat yang canggih tidak akan merusak? Jurnalnya mana? Sehingga, kami, kan, posisinya kami akan memberikan dukungan kalau ini memang menghadirkan PNBP (pendapatan negara bukan pajak)," tuturnya.

Slamet juga menyoroti kebijakan pengelolaan hasil sedimentasi laut. Ia menduga aturan ini sengaja diterbitkan guna mengejar target PNBP Rp6 triliun yang dicanangkan Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, saat dilantik.

"Apakah pasir ini akan menjadi juga bagian dari mengejar PNBP itu? Tetapi tadi, kami Komisi IV mitranya juga harus mengawal ekologi kita. Jangan sampai kemudian ekologi dikalahkan dengan ekonomi sehingga ekologi kita akan rusak," katanya.

Sponsored

"Niat baik PNBP yang dijadikan oleh Pak Menteri itu dengan pengawasan yang lemah khawatir gitu, ya, jadi memperkaya blok-blok tertentu, kelompok-kelompok tertentu. Sementara, negara kemudian tetap seperti itu, tidak mendapatkan tambahan-tambahan. Kalau pun mendapatkan tambahan, tidak sebanding dengan perusakan ekologi yang dibandingkan," imbuh Slamet.

Berita Lainnya
×
tekid