sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Pengamat ragu pemerintah tindak korporasi pelanggar PPKM darurat

Terjadi kemacetan di sejumlah ruas jalan menuju Jakarta pada hari pertama kerja saat PPKM darurat, Senin (5/7).

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Senin, 05 Jul 2021 14:36 WIB
Pengamat ragu pemerintah tindak korporasi pelanggar PPKM darurat

Pemerintah diminta menindak tegas sektor nonesensial yang masih memberlakukan kerja dari kantor (work from office/WFO) selama pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat. Indikasi ada pelanggaran tampak dari kemacetan di sejumlah ruas jalan di Ibu Kota pada hari ketiga PPKM darurat berlaku, Senin (5/7).

Pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah mengatakan, kerumunan yang timbul akibat penyekatan di beberapa lokasi pada hari ini tidak hanya kesalahan pekerja. "Perilaku itu, kan, ada individu dan ada perilaku institusi. Sekarang ini yang melakukan (pelanggaran) kebanyakan institusi karena institusi mewajibkan mereka (pekerja) masuk," ujar Trubus saat dihubungi alinea.id, beberapa saat lalu.

Dirinya berpendapat, kelas pekerja tidak punya pilihan lain jika perusahaan meminta tetap masuk kantor meskipun bukan sektor esensial dan kritikal. Atas dasar itu, sanksi tegas perlu diterapkan meskipun Trubus pesimistis pemerintah melakukannya.

"Karena kalau ada sanksi ada konsekuensi, tanggung jawabnya. Untuk menghindari tanggung jawab ini, kelihatannya pemerintah, ya, dengan setengah hati ini dan besok akan terulang seperti itu terus," ucapnya.

Di samping itu, pemerintah juga perlu menindak tegas terhadap institusi atau perusahaan esensial yang tak mematuhi ketentuan. Diketahui, sektor esensial hanya 50% yang diperbolehkan WFO dengan menerapkan protokol kesehatan (prokes) ketat.

Jenis sektor esensial, seperti keuangan dan perbankan, pasar modal, sistem pembayaran, teknologi informasi dan komunikasi, perhotelan nonkarantina, serta industri orientasi ekspor. Menurut Trubus, pengawasan apakah sektor itu hanya menerapkan 50% juga belum ada.

"Kan, pengawasannya harus tepat 50% ini. Sekarang jaminan (cuma) 50% dari mana? Wong yang tahu jumlah karyawan perusahan masing-masing," jelasnya.

Jika tidak ada tindakan tegas, Trubus berkeyakinan, PPKM darurat hanya kebijakan setengah hati pemerintah. Dia mengatakan, jika serius ingin memutus penyebaran Covid-19, semestinya sejak awal menerapkan karantina wilayah (lockdown).

Sponsored

"Jadinya tujuan kita memutus mata rantai penyebaran Covid-19 tidak efektif. Ini, kan, (PPKM) hanya mengurangi mobilitas karena tujuannya cuma mengurangi bukan menutup mobilitas. Kalau mau memutus, kan, mengunci mobilitas itu supaya tidak terjadi penularan karena penularan dari mobilitas," ujarnya.

Trubus menambahkan, sikap setengah hati pemerintah juga tecermin dari kebijakan yang tidak konsisten, mulai pembatasan sosial berskala besar atau (PSBB) sampai PPKM. 

"Jadi kebijakan ini seperti menghindari dari kewajiban pemerintah, negara, untuk memberikan tanggung jawabnya terhadap penanganan Covid-19. Kalau menerapkan karantina wilayah, kan, berarti harus memberikan urusan perut," ujarnya.

Diberitakan sebelumnya, terjadi kemacetan di beberapa titik penyekatan pada pagi tadi. Jalan Kalimalang yang menghubungkan Bekasi-Jakarta dan Jalan Lenteng Agung yang menjadi jalan penghubung Depok-Jakarta, misalnya.

Adapun pemerintah resmi menerapkan PPKM darurat Jawa-Bali pada 3-20 Juli 2021. Kebijakan itu diklaim diambil setelah mendapatkan masukan dari pemangku kepentingan dan ahli kesehatan.

"Setelah mendapatkan banyak masukan dari para menteri, para ahli kesehatan, dan juga para kepala daerah, saya memutuskan untuk memberlakukan PPKM darurat sejak tanggal 3 Juli hingga 20 Juli 2021 khusus di Jawa dan Bali," kata Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Berita Lainnya
×
tekid