sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Diskriminasi di balik gelapnya jalan-jalan di Jakarta 

Kecelakaan maut dan begal rawan di jalanan di Jakarta yang minim penerangan.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Jumat, 24 Des 2021 11:02 WIB
Diskriminasi di balik gelapnya jalan-jalan di Jakarta 

Akhmad, 45 tahun, punya julukan khusus untuk Jalan Kali Sekretaris di kawasan Kebun Jeruk, Jakarta Barat. Lantaran minim penerangan dan sepi, pedagang bubur ayam asal Cirebon, Jawa Barat itu menyebut jalan yang rutin terendam banjir itu sebagai "Jalan Kegelapan". 

"Soalnya lampu sedikit banget. Udah gitu jaraknya jauh-jauh. Jadi, gelap banget jalan Kali Sekertaris ini," ucap Akhmad saat berbincang dengan Alinea.id di tempat mangkalnya di Jelambar, Jakarta Barat, Minggu (19/12) malam. 

Akhmad tinggal di Kebun Jeruk. Saban malam, ia hampir selalu pulang melewati Jalan Kali Sekretaris. Ia mengaku selalu cemas saat mendorong gerobaknya mengarungi kegelapan jalanan tersebut. 

Menurut dia, jalanan itu kerap dijadikan jalur balapan liar oleh pemuda setempat. "Dan, mereka (balapan) enggak pakai lampu. Saya kadang ngeri ketabrak," ungkap dia. 

Tak hanya kecelakaan, Jalan Kali Sekretaris juga rawan pembegalan. Akhmad bahkan pernah menyaksikan langsung peristiwa pembegalan di jalanan tersebut. Korbannya seorang pria yang tengah duduk di atas motor sambil memainkan telepon seluler. 

"Tiba-tiba dari belakang langsung dicomot (ponselnya oleh begal). Langsung kabur orangnya. Saya kasih tahu aja. Jangan main hape di jalan sini. Kadang pelakunya saat jam tertentu tuh suka lewat situ. Begitu ada mangsa, dia puter balik. Langsung disikat," ujar Akhmad. 

Menurut Akhmad, kondisi Jalan Sekretaris yang minim lampu penerangan sebenarnya sudah berlangsung lama. Ia mengklaim warga setempat juga sudah resah dengan maraknya kecelakaan dan tindak kejahatan. Namun, hingga kini tak belum terdengar kabar bakal ada penambahan penerangan jalan umum (PJU) di area tersebut. 

"Enggak pernah ditambah lampu dan kondisinya begini-begini aja dari dulu. Desa saya (di Cirebon) aja, walaupun banyak sawah, tapi masih banyak lampu, Masak Jakarta yang ibu kota masalah lampu jalan aja susah?" ujar Akhmad.

Sponsored

Situasi tak jauh berbeda ditemukan di Jalan Warung Pojok, Semanan, Kalideres, Jakarta Barat. Di sebuah tikungan di jalanan yang jadi salah satu akses utama ke area permukiman warga itu, sebuah unit PJU rusak. Bohlam PJU itu byarpet. Sesekali mati, sesekali menyala. 

"Banyak pemotor yang suka nyerempet mobil karena jalan nikung, terus tiba-tiba (lampunya) mati dan posisi motor lagi simpangan sama mobil. Akhirnya, karena tiba-tiba mati, motor nyerempet," ujar Sanusi, seorang warga Jalan Warung Pojok, kepada Alinea.id, Senin (20/12).

Menurut Sanusi, unit PJU tersebut sudah dua tahun tidak kunjung diperbaiki. Padahal, minimnya penerangan di Jalan Warung Pojok, khususnya di tikungan tersebut, telah berulangkali menyebabkan kecelakaan lalu lintas. 

"Waktu itu. ada juga mobil ngebut malam-malam. Posisinya lagi gelap. Terus, ada orang naik sepeda pulang kerja dari arah berlawanan. Ketabrak akhirnya," tutur Sanusi. 

Minimnya PJU juga kerap menyebabkan kecelakaan di jalan yang dilintasi transporasti umum. Awal Desember lalu, misalnya, seorang pejalan kaki tewas ditabrak bus TransJakarta saat menyeberang di Jalan Taman Margasatwa Raya, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. 

Dari hasil penyelidikan polisi, kecelakaan itu diduga terjadi karena minimnya penerangan di ruas jalanan tersebut. Ketika itu, jarak pandang pengemudi juga terbatas lantaran kawasan Pasar Minggu tengah dilanda hujan deras. 

Ilustrasi penerangan jalan umum. /Foto Freepik

Diskriminasi pembangunan 

Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga mengatakan minimnya fasilitas PJU di sejumlah kawasan di ibu kota menandakan diskriminasi dalam pembangunan. Menurut dia, Pemprov DKI hanya asyik mempercantik kawasan-kawasan strategis. 

"Infrastruktur terbaiknya, termasuk penerangan PJU, JPO (jembatan penyeberangan orang),  jalan, dan trotoarnya, masih fokus dibangun di kawasan segitiga emas, di Sudirman, Thamrin, dan Rasuna Said," ucap Nirwono kepada Alinea.id, Selasa (21/12).

Ketimpangan pembangunan infrastruktur, kata Nirwono, terutama paling terasa di kawasan perbatasan dan daerah penyangga ibu kota. Padahal, warga di area-area tersebut juga punya hak terhadap fasilitas-fasilitas umum sebagaimana yang dibangun Pemprov DKI di kawasan-kawasan mentereng. 

"Gubernur, wali kota, camat, hingga lurah harus lebih rajin turun ke lapangan dan blusukan kembali untuk memastikan kebutuhan pembangunan infrastruktur kota tepat sasaran, terutama membangun fasilitas yang memang dibutuhkan mendesak dan bermanfaat bagi masyarakat," ucap Nirwono.

Penataan PJU berada di bawah tanggung jawab Dinas Bina Marga DKI Jakarta. Lazimnya, pembangunan PJU diusulkan warga dan disetujui lurah atau camat setempat. Area-area rawan kecelakaan dan kriminalitas jadi prioritas Pemprov DKI. 

"Masyarakat juga dapat meviralkan di medsos lokasi-lokasi yang membutuhkan PJU segera (mendesak) untuk mencegah kriminalitas dan kecelakaan agar segera mendapat perhatian Pemprov DKI Jakarta," kata Nirwono 

Tak hanya menunggu laporan warga, Nirwono berharap Pemprov DKI Jakarta juga aktif menjemput bola. Ia menyarankan agar Dinas Bina Marga DKI menggandeng kelurahan untuk memetakan area-area yang urgen membutuhkan PJU. 

 "Sehingga (pembangunan PJU) bisa segera dianggarkan pada tahun berikutnya atau dapat pula menggunakan dana darurat APBD jika memang mendesak rawan kecelakaan dan kriminalitas di malam hari. Kalau bisa, disertai dengan pemasangan CCTV seperti layaknya kota modern," jelas Nirwono. 

Pengendara motor meiintas di bawah cahaya lampu dari penerangan jalan umum bertenaga surya. /Foto dok. Kementerian ESDM

Masih jauh dari target

Kepala Dinas Bina Marga DKI Jakarta Hari Nugroho mengakui pembangunan PJU belum merata. Pada 2021, misalnya, Pemprov DKI baru membangun 10.807 PJU. Padahal, PJU yang dibutuhkan untuk menerangi seantero Jakarta sekitar 44 ribu unit. 

"Pengadaan tersebut masih jauh dari kebutuhan ideal untuk mencakup seluruh ruas jalan gang atau lingkungan, yaitu kurang lebih sebanyak  44.000 pieces. Untuk jalan arteri dan protokol sebagian besar sudah terpasang lampu walau belum maksimal," ucap Hari kepada Alinea.id, Senin (20/12). 

Dinas Bina Marga DKI saat ini tengah fokus mengejar target pemasangan PJU di sejumlah titik prioritas di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat. Target itu disusun berbasis permohonan warga yang disampaikan pada saat musyawarah perencanaan pembangunan (musrembang) DKI atau reses anggota DPRD.

Untuk Jakarta Timur, Pemprov DKI membangun 4.248 unit PJU dengan daya 40 watt dan 575 unit PJU dengan daya 90 watt. Untuk Jakarta Barat, dibangun 1.631 unit PJU 40 watt dan 726 unit PJU 90 watt. Adapun untuk Jakarta Barat, telah dibangun 1.490 PJU berdaya 40 watt dan 760 unit PJU daya 90 watt. 

Infografik Alinea.id/Debbiealyw

Semua PJU, kata Hari, kini menggunakan lampu light emitting diode (LED) berbasis smart system yang lebih hemat energi. "Lampu yang diadakan adalah LED 40 watt untuk jalan gang atau mht dan 90 watt untuk jalan lingkungan," tutur Hari. 

Lebih jauh, Hari meminta masyarakat aktif melaporkan persoalan-persoalan PJU yang luput dari pantauan. Laporan bisa disampaikan melalui nomor telepon posko PJU di 5 wilayah, yakni Jakarta Pusat (08111231506), Jakarta Utara (08111231501), Jakarta Barat (081295653202), Jakarta Selatan (08111231504), dan Jakarta Timur (08111810119). 

Meski begitu, Hari mengatakan tak semua laporan bisa diproses. Ia menjelaskan pembangunan PJU, khususnya di jalan gang dan lingkungan warga, harus sesuai dengan parameter skala prioritas yang telah ditetapkan Pemprov DKI Jakarta. 

"Pertama, tidak ada lampu existing dan jarak antar tiang yang tidak standar. Kedua, banyak aktivitas masyarakat di malam hari. Ketiga, sering terjadi vandalisme, kriminalitas dan tempat kerumunan atau aktivitas warga di malam hari," jelas Hari.

Berita Lainnya
×
tekid