sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Firli: Perpres Ortaka KPK masih dalam tahap pembahasan

Pusat UGM beranggapan, regulasi itu ilegal. Bertentangan dengan undang-undang.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Selasa, 07 Jan 2020 18:59 WIB
Firli: Perpres Ortaka KPK masih dalam tahap pembahasan

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firli Bahuri, menyatakan, pemerintah belum menerbitkan regulasi tentang organisasi dan tata kerja pimpinan dan organ pelaksana (ortaka) instansinya. Hingga kini masih dibahas.

"Belum ada tentang organisasi tata kerja KPK. Belum ada itu. Masih dalam tahap pembahasan," ucapnya di Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Jakarta, Selasa (7/1).

Dirinya pun heran. Lantaran informasi terkait Peraturan Presiden (Perpres) Ortaka KPK telah beredar sebelumnya.

"Saya tidak tahu juga, kenapa itu ada beredar. Tapi, yang pasti, itu belum ada izin prakarsa dari Presiden," ujar dia.

Sekretaris Kabinet, Pramono Anung, sebelumnya mengatakan, pemerintah tengah menyusun regulasi terkait komisi antirasuah. Menyusul disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.

Sedikitnya tiga produk hukum yang bakal diterbitkan. Tentang Dewan Pengawas (Dewas), organisasi, dan perubahan status pegawai KPK.

Belakangan, beredar draf Perpres Ortaka KPK. Dalam Pasal 2 ayat (1) poin e berbunyi, "Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi."

Aturan itu bertentangan dengan UU KPK. Di dalamnya, tak disebutkan pimpinan sebagai penyidik maupun penuntut umum.

Sponsored

Menurut peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, Perpres Ortaka KPK ilegal. Karena tak diamanatkan dalam undang-undang.

UU KPK, tambah dia, hanya mengamanatkan perpres tentang Dewan Pengawas. Juga organ pelaksanan pengawasan badan antikorupsi.

Sementara, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly, mengklaim, perpres terkait KPK tak bertujuan melemahkan "cicak". Karena turunan dari undang-undang.

"Susah, kan, langsung disampaikan seolah-olah melemahkan KPK. Padahal, belum dilihat secara utuh. Sekarang harusnya kasih kepercayaan dulu. Lihat nanti. Kawal betul-betul," tuturnya.

Berita Lainnya
×
tekid