sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kasus bansos Covid-19, KPK bakal dalami Pasal 2 UU Tipikor

Firli menyatakan, KPK memahami situasi publik, terlebih mengenai diskusi terkait Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Minggu, 06 Des 2020 20:16 WIB
Kasus bansos Covid-19, KPK bakal dalami Pasal 2 UU Tipikor

Indikasi pelanggaran Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), bakal didalami Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Demikian kata Ketua KPK, Firli Bahuri, saat jumpa pers, Minggu (6/12).

Pengusutan tersebut mengenai kasus dugaan penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara atau yang mewakilinya di Kementerian Sosial (Kemensos) terkait bantuan sosial (bansos) Covid-19 untuk Jabodetabek. Pada perkara itu, Menteri Sosial (Mensos), Juliari P Batubara (JPB), ditetapkan sebagai tersangka bersama empat orang lainnya.

"Tentu kami akan dalami terkait dengan apakah Pasal 2 (UU Tipikor) bisa kita buktikan terkait dengan pengadaan barang dan jasa (atau tidak)," ujarnya.

Saat ini, Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Jika dia nantinya diterka melanggar Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, maka terancam hukuman mati.

Firli menjelaskan, lembaga antirasuah memahami situasi publik, terlebih mengenai diskusi terkait Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Hanya saja, sampai saat ini para tersangka belum dijerat pasal tersebut.

"Tetapi yang perlu diingat, bahwa yang kami sampaikan adalah salah satu klaster dari tindak pidana korupsi, yaitu penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara. Atau untuk menggerakkan seseorang agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Itu yang kita gelar hari ini," katanya.

Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, berbunyi dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan. Pasal 2 ayat (1), menyebut memperkaya diri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara.

Penjelasan Pasal 2 ayat (2) dalam naskah yang telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001, keadaan tertentu ditafsirkan sebagai alasan pemberatan hukuman pelaku tindak pidana korupsi yang praktik lancungnya menyasar dana-dana, seperti penanggulangan keadaan bahaya atau bencana alam nasional.

Sponsored

Selain Juliari, empat tersangka lain adalah pejabat pembuat komitmen atau PPK Kemensos, Adi Wahyono (AW) dan Matheus Joko Santoso (MJS), serta pihak swasta diduga pemberi, Ardian I M (AIM) dan Harry Sidabuke (HS).

Penetapan tersangka bermula dari operasi tangkap tangan, Sabtu (5/12) dinihari. Dalam giat senyap KPK menangkap enam orang, tidak termasuk Juliari dan Adi, dan menyita barang bukti berupa uang yang totalnya sekitar Rp14,5 miliar. Duit terbagi dalam tiga mata uang.

"Dalam kegiatan OTT tersebut, KPK telah melakukan penyitaan barang bukti berupa uang rupiah sebesar Rp11,9 miliar, USD$171.085 atau setara dengan Rp2,420 miliar, dan SGD23.000 atau setara dengan Rp243 juta," ungkap Firli.

Pada perkaranya, Mensos Juliari besama Adi dan Matheus, diterka menerima sejumlah uang dari pihak swasta, Ardian serta Harry. Firli menjelaskan, kasus bermula dari pengadaan bansos Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos sekitar Rp5,9 triliun dan total 272 kontrak selama dua periode. 

Terkait proyek tersebut, imbuh Firli, Juliari kemudian menunjuk Matheus dan Adi sebagai PPK. Pelaksanaan pengadaan itu diterka dengan penunjukan langsung para rekanan. "Diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui MJS," ujarnya.

Fee tiap paket bansos, jelas Firli, disepakati oleh Matheus dan Adi sebesar Rp10 ribu per sembako dari nilai Rp300.000 per paket bansos. Selanjutnya, dua orang itu membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier pada Mei dan November 2020.

"Sebagai rekanan yang di antaranya AIM, HS, dan juga PT RPI (Rajawali Parama Indonesia) yang diduga milik MJS," kata Firli.

Juliari diterka mengetahui penunjukan PT RPI dan Adi menyetujuinya. Sementara pada pelaksaan paket bansos periode pertama, diduga diterima fee Rp12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh Matheus kepada Mensos Juliari melalui Adi sekitar Rp8,2 miliar.

"Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh EK (Eko) dan SN (Shelvy N, Sekretaris Kemensos) selaku orang kepercayaan JPB untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB," ucap Firli

"Untuk periode kedua pelaksaan paket bansos sembako, terkumpul uang fee dari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB," imbuhnya 

Sebagai penerima, Matheus dan Adi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

Sedangkan pemberi, Ardian dan Harry disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.

Berita Lainnya
×
tekid