sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kelebihan uang suap Bupati Sunjaya diduga terkait proyek listrik di Cirebon

Dugaan adanya praktik suap sudah kentara dari pembangunan pembangkit listrik di Cirebon.

Akbar Ridwan
Akbar Ridwan Jumat, 04 Okt 2019 14:48 WIB
Kelebihan uang suap Bupati Sunjaya diduga terkait proyek listrik di Cirebon

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia atau Walhi menduga kelebihan uang suap yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu dari tangan Bupati Cirebon, Sunjaya Purwadi Sastra, ada kaitannya dengan proyek pembangkit listrik di Cirebon.

Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Walhi, Dwi Sawung, mengatakan runutan kasus yang menjerat Bupati Sunjaya. Pada 24 Oktober 2018, Bupati Cirebon Sunjaya Purwadi Sastra terjaring operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK terkait kasus jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Cirebon. 

Berangkat dari OTT itu, KPK kemudian melakukan penggeledahan dan menyita barang bukti berupa uang suap. Namun setelah disita, ada kelebihan uang dari suap jual beli jabatan di Pemkab Cirebon tersebut. Diduga, kelebihan uang itu karena kasus korupsi lainnya, yaitu berkaitan dengan pembangunan pembangkit listrik di Cirebon, Jawa Barat.

“Jadi, ketika ditangkap karena kasus suap jual beli jabatan. Tapi, ketika diperiksa, diambil barang bukti ke tempat penyimpan uangnya, ternyata ada uang yang jauh lebih besar dibandingkan uang suap jual beli jabatan,” kata Dwi di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat, (4/10).

Menurut Dwi, dugaan adanya praktik suap sudah kentara dari pembangunan pembangkit listrik tersebut. Dugaan itu disebutnya semakin menguat ketika lembaga antirasuah menemukan uang yang lebih besar dari kasus yang disangkakan. 

Dwi menuturkan kelebihan uang tersebut ditengarai bersumber dari pihak investor proyek. Namun demikian, kata Dwi, pemberian suap kepada Bupati Sunjaya dilakukan secara tidak langsung. Artinya, melalui pihak lain.

"Dia lewat sub kontraktornya, ke sebuah perusahaan bernama PT Milades Indah Mandiri. Itu perusahaan yang dimiliki oleh menantu dari camat di mana pembangkit tersebut berdiri,” ujar Dwi.

Berdasarkan hasil penelusuran Walhi, uang suap yang sudah disetorkan terkait proyek pembangkit listrik berkisar Rp8 miliar. Uang tersebut diduga diberikan secara bertahap. Menurut dia, sebetulnya masih ada satu kali termin lagi. Akan tetapi, hal itu urung dilaksanakan lantaran bekas politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu keburu terjaring OTT oleh KPK.

Sponsored

Karena itu, Dwi mengatakan, dirinya bersama mahasiswa dan aktivis lainnya merasa perlu menggelar aksi damai di depan Gedung KPK untuk mengingatkan lembaga antirasuah itu mengejar pelaku utama terkiat kasus suap proyek pembangkit.

Selain menggelar aksi damai, para aktivis lingkungan tersebut berencana melaporkan secara resmi kasus dugaan korupsi tersebut kepada KPK. 

Eki Nur Falahudin, mahasiswa Universitas Gunung Jati Cirebon yang ikut dalam aksi tersebut mengungkapkan kekhawatirannya terkait pembangunan pembangkit listrik di Kanci, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat itu. Menurut dia, mahasiswa sudah mulai menyuarakan isu lingkungan sebagai dampak pembangkit listrik sejak 2016 silam.

"Waktu itu sedang parah-parahnya, efek dari batu bara benar-benar terasa. Mungkin saat itu masyarakat belum menyadarinya, belum seperti sekarang. Tapi, hampir setiap hari banyak sekali debu di lantai dari batu bara, apalagi berdampak buruk kesehatan, terutama untuk anak-anak ke pernapasan," ucap Eki Nur Falahudin.

Eki tengah mengumpulkan data masyarakat yang terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) akibat proyek tersebut. Bersama mahasiswa lainnya, dia juga berusaha menanamkan kesadaran pada masyarakat Cirebon terkait lingkungannya sendiri.

Kris Herwandi, mahasiswa asal Cirebon menduga banyak masalah ekologi dalam proyek pembangkit listrik itu. Dia juga menuding banyak masalah administrasi di proyek itu. 

"Banyak hal-hal yang dimanipulasi, seperti Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan sebagainya," katanya.

Ihwal pembuatan Amdal, Kris mengatakan, pihak perusahaan sudah mengondisikan pihak-pihak yang terlibat. Dengan kata lain, lanjutnya, orang-orang yang mengikuti rapat adalah mereka yang sudah dipastikan pro terhadap perusahaan.

Selain itu, yang sudah dilakukan pihak perusahaan adalah dengan memanipulasi tanda tangan masyarakat. Sehingga tak pelak kondisi tersebut menyebabkan terjadinya konflik horizontal yang membahayakan masyarakat.

"Mereka (investor) menanam investasi, lalu menciptakan centeng untuk mengonfrontasi antara masyarakat sendiri, diadu," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid