sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kemenkes susun strategi tekan stunting pra dan pasca-kelahiran

Sekitar 23% anak yang baru lahir sudah mengalami stunting sebelum kelahiran.

Gempita Surya
Gempita Surya Rabu, 07 Des 2022 09:27 WIB
Kemenkes susun strategi tekan <i>stunting</i> pra dan pasca-kelahiran

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengupayakan percepatan penurunan kasus kerdil (stunting) guna mencapai target di angka 14% pada 2024. Strategi yang digunakan melalui pendekatan gizi spesifik.

"Intervensi spesifik stunting yang diperlukan dilakukan sebelum dan setelah kelahiran," kata Wakil Menteri Kesehatan (Wamenkes), Dante Saksono Harbuwono, dalam keterangan resmi, dikutip Rabu (7/12).

Dante menuturkan, sekitar 23% anak yang baru lahir sudah mengalami stunting sebelum kelahiran. Ini disebabkan ibu hamil yang sejak masa remajanya mengalami kurang gizi dan anemia.

Sementara itu, angka stunting setelah lahir meningkat signifikan pada usia 6-23 bulan sebesar 1,8 kali menjadi 37%. Ini dipengaruhi kurangnya asupan protein dan pola pengasuhan makanan yang tidak tepat.

"Jadi, masalah ibu menjadi masalah yang juga penting untuk menurunkan angka stunting," ujar dia.

Dante mengungkapkan, intervensi spesifik sebelum lahir dilakukan pada remaja putri dan ibu hamil. Terdapat 11 program intervensi spesifik yang dilakukan sebelum kelahiran bayi.

Di antaranya, konsumsi tablet tambah darah untuk remaja putri, penapisan (screening) anemia pada murid usia 13 dan 16 tahun, serta pemeriksaan kehamilan (ANC) sebanyak enam kali, di mana dua kali pemeriksaan dengan dokter, termasuk pemeriksaan USG.

Selain itu, konsumsi tablet tambah darah untuk ibu hamil selama kehamilannya dan memberikan tambahan asupan gizi protein hewani bagi ibu hamil yang kekurangan energi kronis (KEK).

Sponsored

"Anemia atau kekurangan darah masih menjadi masalah remaja putri saat ini di Indonesia. Tablet tambah darah yang diminum setiap minggu oleh remaja putri ini menjadi salah satu pendekatan spesifik yang harus dilakukan pada sekolah-sekolah," tutur Dante.

Sementara itu, intervensi spesifik setelah lahir diberikan kepada balita dan anak di bawah 2 tahun, baik dengan gizi buruk maupun tidak. Ini dilakukan melalui pemberian ASI eksklusif selama minimal 6 bulan serta pemberian MPASI kaya protein hewani pada usia 6-23 bulan.

Kemudian, dilakukan pemantauan terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita melalui kegiatan posyandu ataupun penimbangan lainnya setiap bulan. Selain itu, tata laksana balita dengan masalah gizi kurang atau gagal tumbuh, peningkatan cakupan, dan perluasan imunisasi.

Dante berharap upaya penimbangan, pengukuran panjang badan, dan pemantauan perkembangan balita di posyandu setiap bulan dapat mendeteksi adanya weight faltering ataupun masalah gizi yang terjadi pada anak.

"Sehingga, bisa dilakukan intervensi lebih awal dan dirujuk untuk mencegah terjadinya kekurangan gizi yang berkepanjangan, stunting, dan munculnya gizi buruk," tandasnya.

Berita Lainnya
×
tekid