sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kenapa pemerintah galau menaikkan harga Premium?

Pemerintah dinilai tidak melakukan kajian mendalam sebelum menetapkan harga Premium.

Kudus Purnomo Wahidin
Kudus Purnomo Wahidin Sabtu, 13 Okt 2018 14:30 WIB
Kenapa pemerintah galau menaikkan harga Premium?

Pembatalan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium oleh pemerintah, membuat  kebijakan tersebut menjadi  perbincangan  di ranah publik. Hal tersebut dinilai sejumlah pihak sebagai bukti buruknya koordinasi dari pemerintah. Namun ada juga yang berpandangan bahwa pembatalan kenaikan harga Presmium tersebut, dilakukan semata-mata untuk menjaga citra Jokowi, agar tetap aman di Pemilu Presiden (Pilpres) 2019.

Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Gerindra, Kardaya Warnika berpandangan, pemerintah tidak melakukan kajian mendalam sebelum mengambil kebijakan. Akibatnya bermuara pada pembatalan oleh presiden.

Menurutnya, seharusnya pemerintah melakukan kajian sebelum memutuskan untuk menaikkan atau menurunkan harga Premium. Kajian yang dilakukan, di antaranya dari aspek inflasi, daya beli masyarakat, dan lain sebagainya. Setelah kajian selesai dilakukan, hasilnya diajukan pada presiden untuk diputuskan kebijakan yang akan diambil.

"Masalahnya abis harga dinaikkan, lalu diturunin, jadi ini ketidakpastian dan membuat rakyat bingung, ini harus melalui pengkajian yang cermat," kata Kardaya dalam diskusi bertajuk "Kenaikan BBM dan Situasi Kita" di Jakarta, Sabtu (13/10).

Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat, Imelda Sari melihat, pembatalan harga Premium oleh pemerintah sarat dengan pertimbangan politis. Hal ini menjadikan harga Premium yang menurutnya harus dilakukan, dibatalkan oleh pemerintah.

"Saya melihatnya mungkin karena menghadapi Pemilu, kalau alasannya itu, dan pemerintah ragu-ragu , lihat di sisi lain kita lihat nilai tukar dollar terhadap rupiah sudah mencapai Rp15.000," ucap Imelda.

Namun pernyataan itu dibantah oleh anggota Tim Kampanye Nasional Jokowi-Maruf Amin, Razman Arif Nasution. Menurutnya, pembatalan tersebut bukan dikarenakan manajemen yang buruk, apalagi untuk kepentingan popularitas. Razman meyakinkan, keputusan untuk tidak menaikkan harga Premium semata-mata atas pertimbangan daya beli masyarakat.

"Harga minyak itu fluktuatif, harga yang disesuaikan. Sekarang pak Jokowi melihat, setelah mempertimbangkan ada masukan, apa salahnya, lalu kemudian itu dibatalkan pemerintah," tuturnya.

Sponsored

Bagi dia, adalah hal yang wajar apabila terdapat perbedaan pandangan dalam pemerintah dalam menangani kenaikan harga BBM. Hal ini disebabkan banyaknya faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan harga BBM.

"Ini bukan komunikasi yang buruk, bukan manajemen yang tak baik. Di dalam kita biasa saja, yang paling penting adalah presiden itu masih pegang kekuasaan penuh, yang bahaya apabila presiden tidak berempati pada  rakyatnya," Razman menuturkan.

Menyikapi hal tersebut, pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada Fahmi Radhi, mengatakan pembatalan kenaikan harga Premium merupakan cermin koordinasi yang kurang baik di tataran pemerintah. 

"Proses pengambilan keputusan dan komunikasi ke publik terkait kenaikan BBM, buruk sekali. Kalau berulang-ulang, bisa menurunkan elektibilitas Jokowi. Saya berharap hal seperti ini tak terulang lagi," kata Fahmi.

Kendati demikian, ia mengapresiasi langkah Jokowi yang tak menaikkan harga Premium. Menurut fahmi, jika harga Premium tetap dinaikkan, maka akan memicu terjadinya inflasi di masyarakat.

"Kalau inflasi, maka harga kebutuhan pokok pasti naik. Nanti struktur perekonomian kita akan kacau. Maka menurut saya, keputusan Jokowi itu benar dengan tidak menaikan itu. Jokowi lebih memilih meringankan beban rakyat dari pada beban Pertamina, dan saya kira kondisi keuangan Pertamina juga sudah sehat," kata Fahmi.

Lebih lanjut, Fahmi menyarankan agar pemerintah menghapus Premium dari varian bahan bakar. Menurutnya, keberadaan Premium kerap menyandera pemerintah yang sedang berkuasa.

"Karena dia kerap jadi beban. Lihat saja Soeharto, dia jatuh karena dia sebelumnya menaikkan harganya. Premium itu memiliki multiplier effect, alias memiliki dampak yang besar ke sektor lain. Makanya kalau bisa, dialihkan saja ke Pertalite pemakainya, tapi jangan Pertalite juga dinaikkan, itu malah nanti membuat rakyat malah mengingingkan Premium kembali," katanya.

Berita Lainnya
×
tekid