sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Komnas HAM didesak turun tangan atas kasus gagal ginjal akut

Julius Ibrani menilai, Kementerian Kesehatan dan Badan POM cenderung lepas tangan terkait pertanggungjawaban atas kasus ini.

Gempita Surya
Gempita Surya Jumat, 09 Des 2022 18:11 WIB
Komnas HAM didesak turun tangan atas kasus gagal ginjal akut

Tim Advokasi untuk Kemanusiaan bersama keluarga korban gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) mendorong Komnas HAM melakukan penyelidikan terhadap prosedur produksi hingga distribusi obat di Indonesia.

Hal ini terkait dengan kasus gagal ginjal akut yang diduga disebabkan oleh keracunan obat sirop mengandung cemaran etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG).

Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani menilai, Kementerian Kesehatan dan Badan POM cenderung lepas tangan terkait pertanggungjawaban atas kasus ini. Julius selaku tim advokasi korban gagal ginjal mengatakan, obat sirop yang beredar di masyarakat tersebut merupakan obat legal yang telah melewati prosedur hingga diedarkan.

"Kalau produknya ilegal, negara bisa lepas tangan. Tapi produk obat itu menjadi legal karena melewati proses yang sah, lewat lembaga BPOM dan Kemenkes. Kalau sampai ada racun di dalamnya, berarti mereka berdua yang bertanggung jawab," kata Julius dalam keterangannya di Kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Jumat (8/12).

Menurut Julius, Komnas HAM perlu melakukan penyelidikan terkait sistem administrasi dalam produksi obat-obatan, sampai obat tersebut beredar di masyarakat. Termasuk juga terhadap lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses tersebut. 

"Kami menyiapkan kepada Komnas HAM juga, untuk melihat sistem administrasi sampai produk farmasi itu terbit di tangan lembaga negara siapa. Kalau ada di tangan lembaga dari BPOM, Kemenkes, ada siapa lagi, itu juga harus diperiksa oleh Komnas HAM," ujar dia.

Julius menilai, penyelidikan ini perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ada sistem yang korup dalam mekanisme industri farmasi di Indonesia. Pasalnya, apabila memang ada kelalaian dalam pemeriksaan, hal ini dapat menghambat penyelesaian persoalan. 

"Hari ini kami melihat bahwa tidak ada penarikan produk-produk yang bermasalah. Itu yang kami dorong kepada Komnas HAM, untuk melihat struktur, melihat administrasi, terutama bagaimana negara harus bertanggungjawab," tutur dia.

Sponsored

Di sisi lain, Komnas HAM diminta melakukan pemantauan dan penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hak asasi manusia dalam kasus gagal ginjal akut.

Tim bersama keluarga korban menilai, Kementerian Kesehatan dan BPOM telah abai dan membiarkan beredarnya racun dalam obat. Hal ini mengakibatkan hak atas kesehatan masyarakat terancam dan tidak terjamin.

Dalam konteks HAM, jaminan hak atas kesehatan telah diakui dalam berbagai instrumen hak asasi manusia baik nasional maupun internasional. Hal ini turut diatur dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945, dan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Sementara, berdasarkan data Kementerian Kesehatan, jumlah kasus gagal ginjal pada anak-anak di Indonesia hingga 15 November 2022, tercatat ada 324 kasus. Terdapat 111 kasus sembuh, dan 199 kasus kematian.

Di sisi lain, masih ada keluarga korban yang anak-anaknya masih harus menjalani perawatan lanjutan, akibat gangguan kesehatan ikutan usai dinyatakan terkonfirmasi mengalami gagal ginjal akut.

Pengabaian dan pembiaran terhadap hak-hak korban juga diduga dilakukan dengan tidak segera menetapkan kasus keracunan obat massal ini sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Meski beberapa perusahaan produsen obat beracun tersebut sedang dalam proses dimintai pertanggungjawaban hukumnya, hal tersebut tidak menghapus pertanggungjawaban negara dalam kasus ini.

Berita Lainnya
×
tekid