sun
moon
a l i n e a dot id
fakta data kata
logo alinea.id

Kontras kecam aksi represif aparat tangani demo tolak DOB Papua

Dalam catatan Kontras, setidaknya terdapat tujuh aktivis yang ditangkap dengan alasan yang tidak jelas.

Marselinus Gual
Marselinus Gual Rabu, 11 Mei 2022 14:52 WIB
Kontras kecam aksi represif aparat tangani demo tolak DOB Papua

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengecam keras seluruh bentuk tindakan respresif aparat kepolisian terhadap para demonstran yang menolak Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua pada Selasa (10/5). Berdasarkan pemantauan dan informasi yang dihimpun Kontras, terdapat beberapa tindakan seperti pembubaran paksa, pemukulan, pengejaran, penembakan, dan penangkapan sewenang-wenang. 

Adapun sejumlah kekerasan serta pelanggaran HAM tersebut terjadi di berbagai daerah seperti Abepura dan Heram.

"Penolakan terhadap DOB yang disuarakan masyarakat Papua merupakan ekspresi yang sah dan konstitusional sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UUD 1945," kata Wakil Koordinator Kontras, Rivanlee Anandar dalam keterangannya kepada Alinea.id, Rabu (11/5).

Rivanlee mengatakan, langkah yang diambil kepolisian setidaknya telah menyebabkan 10 orang mengalami luka-luka akibat pukulan, terkena gas air mata dari pihak kepolisian. Dari sejumlah video yang beredar pun, kepolisian terlihat begitu brutal dalam penanganan aksi dengan menyerang demonstran terlebih dulu tanpa dengan alasan yang jelas. 

Menurut Rivanlee, peristiwa kekerasan ini juga semakin mempertegas bahwa negara masih sangat diskriminatif dan kerap mengedepankan pendekatan keamanan dalam menanggapi aspirasi masyarakat Papua. Selain itu, tindakan aparat di lapangan juga dapat dikategorikan sistematis, sebab didasarkan oleh perintah Polda Papua lewat Surat Telegram. 

Hal ini menurutnya melanggar peraturan internal kepolisian seperti Perkap Nomor 7 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Selain itu, berdasar Pasal 5 Perkap Nomor 1 Tahun 2009, tujuan penggunaan kekuatan dalam tindak kepolisian ialah untuk mencegah, menghambat dan menghentikan tindakan yang diduga melakukan perbuatan melanggar hukum. Tetapi yang terjadi sebaliknya, anggota Polri justru menggunakan kekuatan yang dimiliki untuk melukai massa aksi.

Dia menambahkan, penangkapan sewenang-wenang juga dilakukan Polresta Jayapura terhadap beberapa aktivis, salah satunya berlokasi di dalam kantor Kontras Papua. Berdasarkan informasi yang dapatkan, sekitar pukul 13.30 WIT, aparat sudah memenuhi jalan di depan Kontras Papua. Tak lama, aparat merangsek masuk ke kantor Kontras Papua dan mengambil barang seperti komputer, printer, buku, dan beberapa berkas. Selain itu, Kepolisian juga langsung menangkap beberapa orang di dalam kantor. 

Dalam catatan Kontras, setidaknya terdapat tujuh aktivis yang ditangkap dengan alasan yang tidak jelas. Antara lain Jefry Wenda, Ones Suhuniap, Omikzon Balingga, Max Mangga Esther Haluk (staf Kontras Papua), Iman Kogoya, dan Abbi Douw.

Sponsored

Menurut Rivanlee, dalih yang digunakan Polresta Jayapura untuk menangkap sejumlah orang tersebut seperti Jefry Wenda, hanya karena sebagai penanggung jawab aksi yang tidak mengantongi izin. Hal ini jelas keliru, sebab demonstrasi sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tidak mengenal konsep perizinan, melainkan pemberitahuan. 

Selain itu, orang yang ditangkap juga dijerat dengan dugaan pelanggaran terhadap UU IT karena telah membuat seruan ajakan maupun selebaran yang diteruskan kepada masyarakat luas. 

"Padahal ajakan untuk melakukan demonstrasi secara damai, mutlak bukan pelanggaran hukum karena bukan bagian dari ujaran kebencian," ungkap dia.

Jika ditelisik ke belakang, sambung dia, gelombang penolakan Orang Asli Papua (OAP) terhadap DOB yang dibuat oleh pemerintah pusat telah dilakukan sejak 1999, akan tetapi tetap dilanjutkan oleh pemerintah pusat pada 2003, dan kemudian dilegalkan pada 2021.

Penolakan masyarakat Papua berangkat dari proses perumusan yang tidak partisipatif, sebab OAP tak pernah serius untuk diajak bicara. 

Selain itu, DOB ini juga berpotensi menimbulkan rasa tidak aman, sebab adanya kekhawatiran akan diterjunkan kembali sejumlah aparat keamanan yang dapat meningkatkan terjadinya berbagai pelanggaran hak asasi manusia di Papua.
 

Caleg Pilihan
Berita Lainnya
×
tekid